ADA DARI TIADA
Pertanyaan tentang bagaimana alam semesta berasal, ke mana
bergeraknya, dan bagaimana hukum-hukum mempertahankan keteraturan dan
keseimbangan selalu menjadi topik yang menarik. Para ilmuwan dan pakar membahas
subyek ini dengan tiada henti dan telah menghasilkan beberapa teori.
Teori yang berlaku sampai awal abad ke-20 ialah bahwa alam semesta
mempunyai ukuran yang tidak terbatas, ada tanpa awal, dan bahwa terus ada untuk
selama-lamanya. Menurut pandangan ini, yang disebut 'model alam semesta statis',
alam semesta tidak mempunyai awal ataupun akhir.
Dengan mengacu filsafat materialis, pandangan ini menolak adanya
Pencipta seraya masih berpendapat bahwa alam semesta merupakan sekumpulan zat
yang konstan, stabil, dan tidak berubah.
Materialisme ialah sistem pemikiran yang menganggap bahwa zat itu
merupakan suatu makhluk yang mutlak dan menolak segala keberadaan kecuali
keberadaan zat. Dengan berakar pada filsafat Yunani Kuno dan semakin diterimanya
materialisme ini di abad ke-19, sistem pemikiran ini menjadi terkenal dalam
bentuk materialisme dialektis Karl Marx.
Seperti yang telah kita nyatakan tadi, model alam semesta abad
ke-19 menyiapkan landasan bagi filsafat materialis. George Politzer, dalam
bukunya yang berjudul Principes Fondamentaux de Philosophie, menyatakan
berdasarkan model alam semesta statis bahwa "alam semesta bukan merupakan obyek
yang diciptakan", dan katanya lagi:
Kalau begitu, alam semesta pasti diciptakan sekaligus oleh Tuhan
dan dijadikan dari ketiadaan. Untuk menghasilkan ciptaan, maka di tempat
pertama, Penciptanya harus menghasilkan keberadaan tersebut pada waktu alam
semesta tidak ada, dan bahwa segala sesuatu muncul dari ketiadaan. Inilah yang
tidak dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan.1
Ketika Politzer menyatakan bahwa alam semesta tidak terbuat dari
sesuatu yang tidak ada, ia berpijak pada model alam semesta statis abad 19
tersebut, dan mengira bahwa ia berpandangan ilmiah. Namun begitu, berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi memutarbalikkan konsep-konsep lama seperti model
alam semesta statis yang menjadi dasar bagi ilmuwan yang menganut materialisme.
Kini, di awal abad ke-21, dengan eksperimen, observasi dan perhitungan, fisika
modern telah membuktikan bahwa alam semesta memiliki suatu awal dan diciptakan
dari ketiadaan melalui ledakan dahsyat.
Bahwa alam semesta memiliki suatu awal berarti kosmos bukan
dihasilkan dari sesuatu yang tidak ada, melainkan diciptakan. Jika ciptaan itu
ada (yang sebelumnya tidak ada), maka tentu saja ada Pencipta alam semesta. Ada
dari tiada ialah sesuatu yang tidak dapat dipahami oleh benak manusia. (Manusia
tidak dapat memahaminya karena tidak berkesempatan untuk mengalaminya). Karena
itu, ada dari tiada itu sama sekali bukan pengumpulan obyek-obyek untuk
membentuk obyek baru sekaligus (seperti karya seni atau penemuan teknologi).
Alam semesta sendiri merupakan ayat Allah yang menciptakan segalanya sekali-jadi
dan dalam satu peristiwa saja dengan sempurna, karena benda-benda yang
diciptakan itu sebelumnya tidak bercontoh dan bahkan tidak ada waktu dan ruang
untuk menciptakannya.
Munculnya alam semesta dari tiada menjadi ada tersebut merupakan
bukti terbesar diciptakannya alam semesta. Mempelajari fakta ini akan mengubah
banyak hal. Ini membantu manusia memahami arti kehidupan dan memperbaiki sikap
dan tujuannya. Karena itu, banyak kalangan ilmuwan berupaya mengabaikan fakta
penciptaan yang tidak dapat mereka pahami sepenuhnya, meskipun buktinya jelas
bagi mereka. Kenyataan bahwa semua bukti ilmiah mengarah pada keberadaan
Pencipta telah memaksa mereka untuk mencari alternatif-alternatif yang bagi alam
pikiran orang awam membingungkan. Meskipun demikian, bukti ilmu pengetahuan
sendiri jelas-jelas mengakhiri perjalanan teori-teori ini.
Kini, mari kita pelajari sekilas proses perkembangan ilmiah
terjadinya alam semesta.
MELUASNYA ALAM SEMESTA
Edwin Hubble, di dekat teleskop raksasanya. |
Di tahun 1929, di Observatorium California Mount Wilson, Astronom
berkebangsaan Amerika Edwin Hubble menghadirkan salah satu penemuan terbesar
dalam sejarah astronomi. Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop
raksasa, ia dapati bahwa cahaya dari bintang-bintang itu berubah ujung
spektrumnya menjadi merah dan bahwa perubahan ini lebih memperjelas bahwa itu
bintang-bintang yang menjauh dari bumi. Penemuan ini berpengaruh bagi dunia ilmu
pengetahuan, karena menurut aturan ilmu fisika yang sudah diakui, spektrum
cahaya berkedip-kedip yang bergerak mendekati tempat observasi tersebut
cenderung mendekati warna lembayung, sedangkan spektrum cahaya berkerlap-kerlip
yang menjauh dari tempat observasi itu cenderung mendekati warna merah. Artinya,
bintang-bintang itu menjauh dari kita secara tetap.
Lama sebelumnya, Hubble menemukan penemuan lain yang sangat
penting: Bintang dan galaksi bergerak menjauh bukan hanya dari kita, tetapi juga
saling menjauh. Satu-satunya kesimpulan yang dapat ditarik dari suatu alam
semesta di mana semua bintang dan galaksi menjauh dari bintang dan galaksi lain
adalah bahwa alam semesta 'bertambah luas' secara tetap.
Untuk lebih memahaminya, alam semesta dapat dianggap sebagai
permukaan balon yang meledak. Karena bagian-bagian di permukaan balon ini saling
memisah sebagai akibat dari pemompaan atau penggelembungan, hal ini berlaku juga
untuk obyek-obyek di ruang angkasa yang saling memisah sebagai akibat dari terus
bertambah luasnya alam semesta.
Sebenarnya, teori ini telah ditemukan jauh sebelumnya. Albert
Einstein, yang dianggap merupakan ilmuwan terbesar abad 20, telah menyimpulkan
dalam teori fisikanya setelah melalui perhitungan yang cermat bahwa alam semesta
itu dinamis dan tidak statis. Namun bagaimanapun, ia telah meletakkan
penemuannya bukan untuk bertentangan dengan teori model alam semesta statis yang
sudah diakui luas di zamannya. Einsten kemudian mengidentifikasi tindakannya itu
sebagai kesalahan terbesar sepanjang karir keilmuwanannya. Sesudah itu, menjadi
jelas melalui pengamatan Hubbles bahwa alam semesta bertambah luas.
Di sini ditunjukkan perbedaan berbagai galaksi yang letaknya jauh yang cenderung mendekati warna merah. Garis vertikal di bagian atas menunjukkan bagian tertentu spektrum. Di spektrum-spektrum lain, titik ini cenderung mengarah ke kanan sejauh arah anak panah horisontal. Kecenderungan mendekati merah ini, yang menunjukkan jauhnya, semakin nyata bila galaksi bergerak semakin jauh dari bumi. |
Jadi, apa yang penting dari fakta bahwa alam semesta bertambah luas
terhadap proses terjadinya alam semesta?
Alam semesta yang bertambah luas itu menunjukkan bahwa jika alam
semesta dapat bergerak mundur dalam hal waktu, maka alam semesta terbukti
berasal dari 'titik tunggal'. Perhitungan menunjukkan bahwa titik tunggal ini
yang mengandung pengertian semua zat atau materi yang ada di alam semesta
mempunyai 'volume nol' dan 'kerapatan yang tak terbatas'. Alam semesta terjadi
karena adanya ledakan dari titik tunggal yang bervolume nol ini. Ledakan yang
luar biasa dahsyatnya yang disebut Ledakan Dahsyat ini menandai awal dimulainya
alam semesta.
'Volume nol' merupakan satuan teoretis yang digunakan untuk tujuan
pemaparan. Ilmu pengetahuan dapat menetapkan konsep 'ketidakadaan', yang berada
di luar jangkauan batas-batas pemahaman manusia, dengan hanya mengungkapkannya
sebagai 'suatu titik yang bervolume nol'. Alam semesta muncul dari
'ketidakadaan'. Dengan kata lain, alam semesta itu diciptakan.
Teori Ledakan Dahsyat itu menunjukkan bahwa pada awalnya, semua
obyek di alam semesta merupakan satu bagian dan kemudian terpisah-pisah.
Kenyataan ini, yang ditunjukkan dengan teori Ledakan Dahsyat, dinyatakan dalam
Al-Qur'an 14 abad lalu, ketika manusia masih memiliki pengetahuan yang amat
terbatas tentang alam semesta:
Tidakkah orang-orang kafir mengerti bahwa
langit dan bumi semula berpadu (sebagai satu kesatuan dalam penciptaan), lalu
keduanya Kami pisahkan? Dari air Kami jadikan segalanya hidup. Tidakkah mereka
mau beriman juga? (Surat al-Anbiyaa', 30)
Seperti yang dinyatakan dalam ayat tersebut, apa saja, bahkan di
'langit dan bumi' yang belum tercipta sekalipun, diciptakan dengan suatu Ledakan
Dahsyat dari suatu titik tunggal, dan membentuk alam semesta yang sekarang ini
dengan saling terpisah.
Jika kita bandingkan pernyataan ayat itu dengan teori Ledakan
Dahsyat, maka kita mengetahui bahwa ayat itu sepenuhnya cocok dengan teori
tersebut. Namun, baru pada abad ke-20, Ledakan Dahsyat dikemukakansebagai teori
ilmiah.
Meluasnya alam semesta itu merupakan salah satu bukti terpenting
bahwa alam semesta diciptakan dari ketidakadaan. Meskipun kenyatan ini tidak
ditemukan oleh ilmu pengetahuan sampai abad ke-20, Allah telah menjelaskan
kepada kita kenyataan ini dalam Al-Qur'an, 1.400 tahun silam:
Dengan kekuasaan Kami membangun cakrawala, dan
Kami yang menciptakan angkasa luas. (Surat adz-Dzaariyaat, 47)
MENCARI ALTERNATIF PENGGANTI TEORI LEDAKAN
DAHSYAT
Seperti yang jelas terlihat, teori Ledakan Dahsyat membuktikan
bahwa alam semesta 'diciptakan dari ketiadaan', dengan kata lain, diciptakan
oleh Allah. Karena alasan inilah, para astronom penganut materialisme tetap
bersikukuh mempertahankan teori Ledakan Dahsyat dan teori keadaan-tetap. Hal ini
ditunjukkan oleh A. S. Eddington, seorang pakar fisika terkemuka penganut
materialisme: "Secara filosofis, saya tidak menyukai gagasan tentang permulaan
yang spontan untuk tataalam yang sekarang ini."2
Salah seorang yang terusik dengan teori Ledakan Dahsyat itu ialah
Sir Fred Hoyle. Pada pertengahan abad ke-20, Hoyle mengemukakan suatu teori yang
disebut keadaan-tetap yang mirip dengan pendekatan tentang alam semesta yang
bersifat tetap pada abad ke-19. Teori keadaan-tetap berpendapat bahwa ukuran
alam semesta tidak terbatas dan waktunya kekal. Dengan satu-satunya tujuan yang
mengakui filsafat materialisme, teori ini sepenuhnya berbeda dengan teori
Ledakan Dahsyat, yang berasumsi bahwa alam emesta mempunyai permulaan.
Para pembela teori keadaan-tetap itu menentang teori Ledakan
Dahsyat dalam waktu yang lama. Namun demikian, teori-teori itu berlawanan dengan
ilmu pengetahuan.
Sebaliknya, sebagian ilmuwan sedang mencari jalan untuk
mengembangkan alternatif-alternatif.
Di tahun 1948, George Gamov muncul dengan gagasan lain tentang
teori Ledakan Dahsyat itu. Ia menyatakan bahwa setelah terbentuknya alam semesta
melalui peledakan dahsyat, ada radiasi yang melimpah di alam semesta yang
tertinggal karena peledakan ini. Lagipula, radiasi ini tersebar merata di alam
semesta.
Bukti yang 'mestinya telah ada ini' akan segera ditemukan.
SATU BUKTI LAGI: RADIASI LATAR
KOSMOS
Di tahun 1965, dua peneliti, Arno Penzias dan Robert Wilson, secara
kebetulan menemukan gelombang-gelombang ini. Radiasi ini, yang disebut 'radiasi
kosmos', tampaknya tidak dipancarkan dari sumber tertentu, tetapi merembesi
seluruh ruang angkasa. Jadi, panas gelombang yang diradiasikan secara merata
dari sekeliling ruang angkasa itu tertinggal sisanya dari tahap awal Ledakan
Dahsyat. Penzias dan Wilson mendapat penghargaan Nobel atas penemuan ini.
Di tahun 1989, NASA mengirim Satelit Cosmic Background Explorer
(COBE) ke ruang angkasa untuk meneliti radiasi latar kosmos. Hanya membutuhkan
delapan menit, scanner-scanner salelit ini menguatkan pengukuran dari Penzias
dan Wilson. COBE telah menemukan sisa dari Ledakan Dahsyat yang terjadi pada
awal-mula alam semesta.
Karena dianggap sebagai penemuan astronomi terbesar sepanjang masa,
kesimpulan ini secara eksplisit membuktikan teori Ledakan Dahsyat. Dari ruang
angkasa dikirim temuan dari satelit COBE 2 setelah satelit COBE menjelaskan
perhitungannya dengan cermat berdasarkan teori Ledakan Dahsyat itu.
Sebuah bukti lain yang penting untuk Ledakan Dahsyat itu ialah
jumlah hidrogen dan helium di ruang angkasa. Dalam hitungan terakhir,
konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta sesuai dengan perhitungan
konsentrasi hidrogen-helium yang merupakan sisa dari Ledakan Dahsyat itu. Jika
alam semesta tidak mempunyai permulaan dan jika alam semesta ada karena
keabadian ada, maka unsur hidrogennya sepenuhnya telah digunakan dan diubah ke
helium.
Semua bukti ini menyebabkan teori Ledakan Dahsyat diterima oleh
para ilmuwan. Model ledakan dahsyat itu merupakan bagian terakhir yang dicapai
oleh ilmu pengetahuan berkenaan dengan terbentuknya dan dimulainya alam
semesta.
Dengan mempertahankan teori keadaan-tetap yang juga sejalan dengan
gagasan Fred Hoyle selama bertahun-tahun, Dennis Sciama menguraikan pandangan
akhir yang mereka capai setelah terungkapnya semua bukti tentang teori Ledakan
Dahsyat. Sciama menyatakan bahwa ia turut mengambil bagian dalam perdebatan
sengit antara yang mempertahankan teori keadaan-tetap dan yang menolaknya. Ia
mencetuskan bahwa ia membela teori keadaan-tetap, bukan karena menganggapnya
sahih, melainkan karena menghendakinya sahih. Fred Hoyle bergeming terhadap
semua keberatan ketika bukti-bukti terhadap teori ini mulai terbuka. Sciama
sendiri mula-mula sejalan dengan Hoyle tetapi kemudian, karena bukti-bukti mulai
semakin tampak dan menumpuk, ia menerima bahwa permainan telah berakhir dan
bahwa teori keadaan-tetap harus ditolak.3
|
Prof. George Abel dari Universitas California menyatakan juga bahwa
bukti mutaakhir yang tersedia menunjukkan bahwa alam semesta dimulai milyaran
tahun silam dengan Ledakan Dahsyat. Ia mengakui tidak ada pilihan lain kecuali
menerima teori Ledakan Dahsyat itu.
Dengan diterimanya teori Ledakan Dahsyat, konsep 'zat kekal' yang
merupakan dasar filosofi materialisme terlempar jauh ke dalam tumpukan sampah
sejarah. Lantas, apa yang terjadi sebelum Ledakan Dahsyat dan kekuatan apa yang
menyebabkan alam semesta 'ada' dengan melalui adanya ledakan dahsyat itu ketika
alam semesta 'tidak ada'? Pertanyaan ini tentunya menyiratkan, menurut kata-kata
Arthur Eddington, fakta yang 'secara filosofis kurang menyenangkan', yaitu
adanya Sang Pencipta. Filosof ateis masyhur Antony Flew berkomentar perihal
ini:
Pengakuan itu baik bagi rohani. Karena itu, saya akan mengawalinya
dengan mengakui bahwa kaum ateis itu harus malu dengan konsensus mengenai
kosmologi saat ini. Untuk itu, para kosmolog perlu memberi bukti ilmiah tentang
apa yang St. Thomas nyatakan tidak terbukti menurut filsafat, yaitu bahwa alam
semesta memiliki suatu awal. Jadi, selama alam semesta dianggap ada bukan hanya
tanpa akhir melainkan juga tanpa permulaan, akan mudah dikemukakan opini bahwa
keberadaan tampilannya, dan apa pun yang pada temuannya menjadi ciri atau sifat
yang paling mendasar, sepatutnya diterima sebagai penjelasan akhir. Meskipun
saya yakin bahwa teori keadaan-tetap masih benar, mempertahankannya dalam
menghadapi teori Ledakan Dahsyat tentunya tidak mudah dan tidak menyamankan.4
Sebagian ilmuwan yang tidak mengkondisikan mereka sendiri untuk
menjadi ateis telah mengakui adanya peranan Pencipta Yang Maha Kuasa dalam
menciptakan alam semesta. Sang Pencipta ini pasti merupakan sesuatu Yang telah
menciptakan baik zat (materi) maupun waktu, tetapi Yang tidak terpengaruh oleh
keduanya. Astrofisikawan terkenal Hugh Ross mengakui hal ini dengan
menuturkan:
Jika permulaan waktu bersamaan dengan awal keberadaan alam semesta,
seperti teorema-angkasa jelaskan, maka penyebab alam semesta harus merupakan
kesatuan yang berfungsi dalam suatu dimensi waktu yang sepenuhnya terpisah dan
sudah ada sebelumnya terhadap dimensi waktu kosmos. Kesimpulan ini sangat
penting untuk pemahaman kita tentang Siapa Tuhan dan Siapa atau Apa yang bukan
Tuhan. Tuhan bukan alam semesta sendiri, dan tidak terkandung dalam alam
semesta.5
Zat dan waktu diciptakan oleh Tuhan Yang Mahakuasa yang tidak
bergantung pada semua pernyataan ini. Sang Pencipta ini ialah Allah, Yang
merupakan Pemilik atau Penguasa langit dan bumi.
SANGAT SEIMBANG DI ANGKASA
Sebenarnya, teori ledakan dahsyat lebih menyulitkan penganut
materialisme daripada si filosof ateis, Antony Flew. Ini karena ledakan dahsyat
itu bukan hanya membuktikan bahwa alam semesta diciptakan dari sesuatu yang
tidak ada, tetapi juga bahwa alam semesta diadakan dengan cara yang sangat
terencana, sistematis dan terkontrol.
Ledakan Dahsyat terjadi dengan ledakan dari titik yang berisikan
semua zat dan energi dari alam semesta dan tersebar di ruang angkasa ke segala
arah dengan kecepatan yang luar biasa. Lepas dari zat dan energi ini, terjadi
keseimbangan luar biasa yang berisikan galaksi, bintang, matahari, bumi dan
semua benda langit lainnya. Selanjutnya, terbentuklah hukum yang disebut 'hukum
fisika', yang sama di seluruh penjuru alam semesta dan tidak berubah. Semua ini
menunjukkkan bahwa tata aturan yang sempurna muncul setelah terjadinya Ledakan
Dahsyat.
Akan tetapi, ledakan ini tidak menghasilkan tatanan. Semua ledakan
yang bisa diamati ini cenderung berbahaya, menceraiberaikan dan merusak apa yang
sudah ada. Contohnya, ledakan atom dan hidrogen, ledakan dinamit, ledakan gunung
berapi, ledakan gas alam, ledakan matahari: semua ledakan ini memiliki pengaruh
yang merusak.
Jika kita mengetahui tatanan yang terperinci setelah terjadinya
suatu ledakan--contohnya, jika ledakan di bawah tanah memunculkan karya seni
yang sempurna, istana yang megah, atau rumah yang mengesankan--maka kita bisa
berkesimpulan bahwa ada campur tangan 'supranatural' di belakang ledakan ini dan
bahwa semua bagian-bagian yang tersebar karena ledakan itu bergerak dengan cara
yang sangat tidak terkontrol.
Kutipan dari Sir Fred Hoyle, yang mengakui kesalahannya itu setelah
bertahun-tahun menentang teori Ledakan Dahsyat, mengungkapkan situasi ini dengan
sangat baik:
Teori ledakan dahsyat berpendapat bahwa alam semesta dimulai dengan
suatu ledakan tunggal. Tetapi seperti yang dapat dilihat di bawah ini, suatu
ledakan hanya memisahkan zat, sedangkan ledakan dahsyat secara misterius
menghasilkan pengaruh yang bertolak belakang--dengan zat yang menumpuk atau
menyatu bersama-sama dalam bentuk galaksi-galaksi.6
Seraya menyatakan bahwa penunaian keteraturan Ledakan Dahsyat itu
tidak bersesuaian, ia secara yakin menafsirkan ledakan dahsyat dengan bias
materialistik dan menganggap bahwa ini merupakan 'ledakan yang tak terkontrol'.
Ia pada kenyataanya merupakan orang yang bersifat kontradiktif-sendiri dengan
begitu saja membuat pernyataan sedemikian itu untuk menolak keberadaan Sang
Pencipta. Alasan kita, jika tata aturan yang luar biasa itu muncul dengan suatu
ledakan, maka konsep "ledakan yang tak terkendali" sebaiknya dikesampingkan, dan
harus diterima bahwa ledakan tersebut dikendalikan secara luar biasa.
Segi lain dari tatanan luar biasa yang terbentuk pada alam semesta
yang melalui Ledakan Dahsyat ini ialah penciptaan 'alam yang dapat dihuni'.
Syarat pembentukan planet yang dapat dihuni ini begitu banyak dan begitu rumit
sehingga hampir tak mungkin terbayang bahwa pembentukan planet ini secara
kebetulan.
Paul Davies, profesor masyhur fisika teoretis, menghitung seberapa
'baik penyetelan' langkah peluasan setelah terjadi Ledakan Dahsyat, dan ia
mendapatkan kesimpulan yang menakjubkan. Menurut Davies, jika tingkat peluasan
setelah terjadinya Ledakan Dahsyat itu berbeda walau hanya dengan rasio 1 :
1.000.000.000², maka tidak akan terbentuk bintang yang dapat dihuni:
Pengukuran secara cermat menghasilkan angka peluasan yang sangat
mendekati nilai kritis di mana alam semesta akan melepaskan gravitasinya sendiri
dan bertambah luas selama-lamanya. Bila diperpelan sedikit, kosmos ini akan
jatuh; bila dipercepat sedikit, bahan-bahan kosmos tersebut akan sepenuhnya
terpencar. Lantas yang menarik adalah pertanyaan seberapa rumitkah tingkat
pertambahan luas 'disetel dengan baik' supaya tiba pada garis pembagi yang tipis
di antara dua bencana alam itu. Jika pada waktu I S (pada waktu terbentuk pola
pertambahan luas) tingkat ekspansinya berselisih dari nilai sebenarnya sampai
lebih dari 10-18 kali, maka ini sudah memadai untuk membatalkan keseimbangan
yang rumit itu. Jadi, daya ledak alam semesta ini bersesuaian dengan akurasi
gaya gravitasinya yang luar biasa. Ledakan dahsyat ini ternyata bukan ledakan
kolot, tetapi ledakan yang besarnya tertata dengan tajam dan sangat indah.7
Hukum fisika yang muncul bersamaan dengan teori Ledakan Dahsyat itu
tidak berubah selama jangka waktu 15 milyar tahun. Selanjutnya, hukum-hukum ini
berlandaskan pada perhitungan yang begitu seksama sehingga selisih satu
milimeter pun dari nilai yang berlaku dapat menyebabkan penghancuran struktur
dan konfigurasi alam semesta.
Fisikawan terkenal Prof. Stephen Hawking menyatakan dalam bukunya,
A Brief History of Time, bahwa alam semesta tersusun berdasarkan pada
perhitungan dan keseimbangan yang tersetel dengan lebih baik daripada yang dapat
kita rasakan. Hawking menyatakan dengan mengacu angka ekspansi alam semesta:
Mengapa alam semesta mulai terbentuk dengan tingkat ekspansi yang
begitu mendekati kritis yang memisahkan model-model yang berurai
berkeping-keping sehingga terus meluas selamanya, sampai-sampai sekarang pun,
sepuluh ribu juta tahun berikutnya, masih terus bertambah luas mendekati tingkat
kritis? Jika tingkat ekspansi satu detik setelah ledakan dahsyat lebih kecil
bahkan mendekati satu per seratus ribu juta, maka alam semesta akan
berkeping-keping sebelum mencapai ukurannya yang sekarang ini.8
Paul Davies juga memaparkan konsekuensi yang tidak bisa dihindari
yang berasal dari keseimbangan dan perhitungan yang sangat cermat dan tepat
itu:
Kesan bahwa struktur terkini alam semesta, yang tampaknya begitu
sensitif terhadap sedikit perubahan jumlah, telah direncanakan secara cermat itu
sulit untuk ditentang. ... Sederetan nilai numerik yang alam tunjukkan melalui
konstanta dasarnya masih menjadi bukti yang paling pasti untuk unsur disain
kosmik.9
Sehubungan dengan fakta itu pula, seorang Profesor Astronomi dari
Amerika, George Greenstein, menulis dalam bukunya, The Symbiotic Universe:
Tatkala kami meneliti semua bukti tersebut, muncul pikiran bahwa
sebentuk perantara supranatural pasti terlibat.10
PENCIPTAAN ZAT
Atom, bagian pembangun zat, menjadi ada setelah terjadinya Ledakan
Dahsyat. Atom-atom ini kemudian mengumpul bersama-sama membentuk alam semesta
dengan bintang, bumi, dan matahari. Kemudian, atom-atom tersebut membentuk
kehidupan di bumi. Dengan berkumpulnya atom-atom, segala yang anda lihat di
sekitar anda: tubuh anda, kursi yang anda duduki, buku yang ada di tangan anda,
langit yang terlihat melalui jendela, tanah, beton, buah-buahan, tanaman, semua
makhluk hidup dan segala yang bisa anda bayangkan itu memasuki kehidupan.
Lantas, terbuat dari apakah atom itu, bagian pembangun segala
sesuatu, dan jenis struktur apa yang atom miliki?
Bila kita periksa struktur atom, kita lihat bahwa semua bagiannya
mempunyai tata aturan dan disain yang menonjol. Setiap atom mempunyai nukleus
yang mengandung protron dan neutron yang jumlahnya tertentu. Di samping itu, ada
elektron-elektron yang bergerak mengelilingi nukleus dalam suatu orbit yang
tetap dengan kecepatan 1.000 km per detik.11 Jumlah elektron suatu atom sama dengan jumlah protonnya, karena
proton yang bermuatan positif dan elektron yang bermuatan negatif selalu
seimbang satu sama lain. Jika salah satu dari jumlah ini berbeda, maka tidak ada
atom karena keseimbangan elektromagnetiknya terganggu. Nukleus atau inti atom,
protron dan neutron yang ada di dalamnya, dan elektron di sekitarnya selalu
bergerak. Elektron-elektron ini berputar mengelilingi inti atom mereka sendiri
dan dengan kecepatan tertentu tanpa saling menyimpang. Kecepatannya selalu
seimbang dengan yang lainnya dan selalu menjaga kelangsungan hidup atomnya.
Tidak pernah terjadi salah-atur, perbedaan, atau pun perubahan.
Sangatlah gamblang bahwa kesatuan yang sangat teratur dan tertentu
itu ada setelah peledakan dahsyat yang berlangsung pada yang non-ada. Jika
Ledakan Dahsyat itu merupakan ledakan yang kebetulan dan tidak terkontrol, maka
mestinya diikuti dengan kejadian acak dan tersebarnya segala yang terbentuk itu
dalam suatu kekacaubalauan yang luar biasa dahsyatnya.
Sebenarnya, tatanan yang tak bercacat telah berlaku di setiap tahap
sejak awal keberadaannya. Contohnya, alam semesta terbentuk di tempat dan waktu
yang berbeda, namun begitu terorganisir sehingga alam semesta seakan-akan
dihasilkan dari satu-satunya pabrik dengan kesadaran masing-masing. Mula-mula,
elektron mendapati sendiri suatu nukleus dan mulai mengelilinginya. Kemudian,
atom-atom menyatu untuk membentuk zat, dan semuanya menghasilkan obyek-obyek
yang bermakna, bertujuan, dan masuk-akal. Sesuatu yang tidak wajar, mendua,
tidak normal, tidak bermanfaat, dan tidak bertujuan tidak pernah terjadi. Segala
sesuatu, dari unit terkecil sampai unsur terbesar, terorganisir dan mempunyai
tujuan yang beragam
Semuanya ini merupakan bukti kuat adanya Pencipta, Yang Mahakuasa,
dan menunjukkan kenyataan bahwa segala sesuatu itu menjadi ada sesuai dengan
kemauan-Nya kapan saja Ia kehendaki. Dalam Al-Qur'an, Allah menunjukkan
penciptaan-Nya sehingga:
Dialah Yang menciptakan langit dan bumi dengan
sebenarnya; tatkala Ia berfirman, "Jadilah!" maka ia pun jadi. Firman-Nya adalah
kebenaran. (Surat al-An'aam, 73)
SETELAH LEDAKAN DAHSYAT
Ketika Roger Penrose, seorang fisikawan yang mendalami penelitian
tentang asal-usul alam semesta, membuktikan bahwa adanya alam semesta bukan
kebetulan belaka, ini menunjukkan bahwa pasti ada tujuannya. Bagi sebagian
orang, 'alam semesta itu sudah lama di sana' dan akan tetap di sana. Kita hanya
mendapati diri berada tepat di tengah-tengah benda semesta ini. Pandangan ini
mungkin tidak dapat membantu kita dalam memahami alam semesta. Menurut pandangan
Penrose, ada banyak masalah yang mendalam tentang alam semesta yang di luar
jangkauan indera kita saat ini. 12
Tatanan di dalam struktur atom itu mengatur segenap alam.
Dengan atom dan partikelnya yang bergerak dengan aturan tertentu, gunung-gunung
tidak tercerai-berai, tanah tidak terurai, langit tidak terbelah dan,
singkatnya, zat disatukan bersama-sama dan konstan.
|
Pandangan Roger Penrose ini sesungguhnya merupakan bahan pemikiran
yang baik. Seperti yang kata-kata ini tunjukkan, banyak orang salah mengira
bahwa adanya alam semesta dengan segala keharmonisannya yang sempurna itu ada
bukan demi apa-apa dan bahwa mereka hidup di alam semesta ini demi peran yang
lagi-lagi tidak bermakna.
Akan tetapi, tidaklah lumrah sama sekali bahwa suatu tatanan yang
sempurna dan menakjubkan itu terjadi setelah adanya Ledakan Dahsyat, yang bagi
kalangan ilmiah berarti pembentukan alam semesta.
Singkatnya, bila kita periksa sistem hebat ini di alam semesta,
kita lihat bahwa adanya alam semesta dan cara kerjanya itu bersandar pada
keseimbangan yang sangat cermat dan keteraturan yang, karena terlalu rumit,
tidak bisa dijelaskan dengan penyebab-penyebab yang kebetulan. Sebagai bukti,
alam semesta sama sekali tidak mungkin terbentuk sendiri atau secara kebetulan
setelah terjadinya suatu ledakan dahsyat. Terbentuknya tata aturan sedemikian
itu yang mengikuti suatu ledakan seperti Ledakan dahsyat hanya dimungkinkan
sebagai hasil dari penciptaan yang supernatural.
Rencana dan tata aturan yang tiada banding itu tentunya membuktikan
keberadaan sang Pencipta dengan pengetahuan, kebijakan dan kekuatan yang tidak
terbatas, Yang telah menciptakan zat dari sesuatu yang tidak ada dan Yang
mengendalikan dan mengaturnya secara berkesinambungan. Sang Pencipta ini ialah
Allah, Penguasa langit, bumi dan seisinya. Semua fakta ini juga menunjukkan kita
bagaimana filosofi materialisme, yang hanya merupakan suatu dogma abad ke-19,
diganti dengan ilmu pengetahuan abad ke-20.
Dengan menguak rencana, disain, dan tata aturan hebat yang lazim
ditemui di alam semesta itu, ilmu pengetahuan modern telah membuktikan
keberadaan Sang Pencipta Yang telah menciptakan dan mengatur semua makhluk:
yaitu, Allah.
Dengan berpijak pada jumlah manusia yang luar biasa banyaknya
selama berabad-abad dan bahkan telah mengaburkan sendiri dengan topeng ilmu
pengetahuan, materialisme membuat kesalahan besar dan menolak keberadaan Allah,
Yang menciptakan dan mengatur zat dari sesuatu yang tidak ada.
Pada suatu hari, materialisme akan dikenang dalam sejarah sebagai
keyakinan primitif dan takhyul yang bertentangan dengan akal dan juga ilmu
pengetahuan.
1. George Politzer,
Principes Fondamentaux de Philosophie, Editions Sociales, Paris, 1954, p. 84
2. Diceritakan kembali dalam Jaki, S. (1980) Cosmos and Creator Regnery Gateway, Chicago
3. Stephen Hawking, Evreni Kucaklayan Karinca, Alkim Kitapcilik ve Yayincilik, 1993, p. 62-63
4. Henry Margenau and Roy Abraham Varghese, eds., Cosmos, Bios, Theos, La Salle, IL: Open Court Publishing, 1992, p. 241
5. Hugh Ross, Ph.D., The Creator and the Cosmos, Navpress, 1995, p. 76
6. W.R. Bird, The Origin of Species Revisited, Nashville: Thomas Nelson, 1991; aslinya diterbitkan oleh Philosophical Library pada 1987, p. 462
7. W.R. Bird, The Origin of Species Revisited, Nashville: Thomas Nelson, 1991; aslinya diterbitkan oleh Philosophical Library pada 1987, p. 405-406
8. Stephen W. Hawking, A Brief History of Time, Bantam Books, April, 1988, p. 121
9. Paul Davies, God and the New Physics, New York: Simon & Schuster, 1983, p. 189
10. Hugh Ross, The Fingerpring of God, 2nd. Ed., Orange, CA: Promise Publishing Co., 1991, pp. 114-115
11. A Dorling Kindersley Book - The Science, diterbitkan di Amerika Serikat Dorling Kindersley Inc., p. 24
12. Stephen Hawking, Evreni Kucaklayan Karinca, Alkim Kitapcilik ve Yayincilik, 1993, p. 143
2. Diceritakan kembali dalam Jaki, S. (1980) Cosmos and Creator Regnery Gateway, Chicago
3. Stephen Hawking, Evreni Kucaklayan Karinca, Alkim Kitapcilik ve Yayincilik, 1993, p. 62-63
4. Henry Margenau and Roy Abraham Varghese, eds., Cosmos, Bios, Theos, La Salle, IL: Open Court Publishing, 1992, p. 241
5. Hugh Ross, Ph.D., The Creator and the Cosmos, Navpress, 1995, p. 76
6. W.R. Bird, The Origin of Species Revisited, Nashville: Thomas Nelson, 1991; aslinya diterbitkan oleh Philosophical Library pada 1987, p. 462
7. W.R. Bird, The Origin of Species Revisited, Nashville: Thomas Nelson, 1991; aslinya diterbitkan oleh Philosophical Library pada 1987, p. 405-406
8. Stephen W. Hawking, A Brief History of Time, Bantam Books, April, 1988, p. 121
9. Paul Davies, God and the New Physics, New York: Simon & Schuster, 1983, p. 189
10. Hugh Ross, The Fingerpring of God, 2nd. Ed., Orange, CA: Promise Publishing Co., 1991, pp. 114-115
11. A Dorling Kindersley Book - The Science, diterbitkan di Amerika Serikat Dorling Kindersley Inc., p. 24
12. Stephen Hawking, Evreni Kucaklayan Karinca, Alkim Kitapcilik ve Yayincilik, 1993, p. 143
Tidak ada komentar:
Posting Komentar