TIPUDAYA TEORI EVOLUSI
Teori evolusi adalah suatu filosofi dan konsepsi dunia yang
menghasilkan suatu kesalahan hipotesis, asumsi, dan skenario khayalan dengan
tujuan menjelaskan keberadaan dan asal-usul kehidupan dengan hanya seputar
kebetulan. Filosofi ini berakar jauh di zaman lalu sekuno Yunani-kuno.
Semua filosofi ateis yang menolak adanya penciptaan, secara
langsung atau pun tak langsung, menganut dan membela teori evolusi. Kondisi yang
sama saat ini berlaku pula untuk semua ideologi dan sistem yang berlawanan
dengan agama.
Paham evolusi ini tersembunyi dalam samaran ilmiah selama satu
setengah abad yang digunakan untuk membenarkan diri-sendiri. Walaupun dianggap
berkedudukan sebagai teori ilmiah selama pertengahan abad ke-19, teori itu,
walaupun sepenuhnya merupakan usaha terbaik dari para pembelanya, sejauh ini
belum disahkan oleh eksperimen atau pun temuan ilmiah apa pun. Sesungguhnya,
"sains sejati" tempat bergantung teori itu jelas-jelas menunjukkan dan terus
menunjukkan berulangkali bahwa teori itu tidak cocok dengan kenyataan.
Percobaan laboratorium dan perhitungan probabilistik telah secara
gamblang menjelaskan bahwa asam amino sumber kehidupan tidak dapat dibuat secara
kebetulan. Sel, yang dikira timbul secara kebetulan dalam kondisi yang primitif
dan tak terkontrol menurut para evolusionis, masih tidak bisa disintesiskan,
sekalipun di laboratorium dengan teknologi tinggi tercanggih abad ke-20.
Bukanlah "bentuk transisional" tunggal, makhluk-makhluk yang disangka
memperlihatkan evolusi-bertahap organisme-organisme modern dari yang lebih
primitif sebagaimana pernyataan teori neo-Darwinis, yang pernah ada di mana saja
di dunia walaupun dengan pencarian yang paling cerdas dan lama di peninggalan
fosil.
Dengan berupaya menghimpun bukti evolusi, para evolusionis dengan
tidak sengaja membuktikan sendiri bahwa evolusi tidak mungkin terjadi sama
sekali.
Orang yang pada mulanya mengajukan teori evolusi, dalam bentuk yang
pada hakikatnya dibela dewasa ini, ialah seorang biolog amatir Inggris yang
bernama Charles Robert Darwin. Darwin pertama kali menerbitkan gagasannya dalam
buku yang berjudul The Origin of Species by Means of Natural Selection pada
1859. Darwin menyatakan dalam bukunya bahwa semua makhluk hidup memiliki leluhur
yang sama dan bahwa mereka berkembang satu sama lain dengan cara seleksi
alamiah. Mereka yang terbaik dalam beradaptasi dengan lingkungan mewariskan
perilaku mereka ke generasi berikutnya, dan lambat laun, sifat-sifat yang
menguntungkan ini mengubah individu-individu menjadi spesies yang berbeda total
dari leluhur mereka. Dengan demikian, manusia ialah produk yang paling maju dari
mekanisme seleksi alamiah ini. Singkatnya, suatu spesies berasal dari spesies
lain.
|
Ide khayal Darwin dianut dan dikembangkan oleh kalangan ideologis
dan politis tertentu dan teorinya menjadi sangat populer. Alasan utamanya adalah
bahwa tingkat pengetahuan saat itu belum memadai untuk menyingkapkan bahwa
skenario imajinasi Darwin itu salah. Ketika Darwin mengajukan asumsinya,
disiplin ilmu genetika, mikrobiologi, dan biokimia belum ada. Jikalau ada,
Darwin mungkin dengan mudah mengenali bahwa teorinya tidak ilmiah sama sekali,
dan sehingga takkan ada yang berusaha mengajukan pernyataan omong kosong
tersebut; informasi yang menentukan spesies telah ada dalam gen dan seleksi
alamiah tidak mungkin menghasilkan spesies baru dengan mengubah gen.
Pada masa bergaungnya buku Darwin, ahli botani Austria yang bernama
Gregor Mendel menemukan kaidah pewarisan sifat di tahun 1865. Meskipun kurang
dikenal hingga akhir abad itu, penemuan Mendel menjadi sangat penting pada awal
1900-an dengan lahirnya ilmu genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur gen dan
kromosom ditemukan. Pada 1950-an, penemuan molekul DNA, yang menghimpun
informasi genetik, menempatkan teori evolusi pada krisis yang hebat, karena
keluarbiasaan informasi dalam DNA tidak mungkin diterangkan sebagai kejadian
kebetulan.
Selain semua perkembangan ilmiah ini, tidak ada bentuk-bentuk
transisi, yang diduga menunjukkan evolusi organisme hidup secara bertahap dari
yang primitif menuju spesies yang maju, yang pernah ditemukan walaupun dengan
pencarian bertahun-tahun.
Perkembangan ini mestinya menyebabkan teori Darwin menjadi debu
sejarah. Akan tetapi, tidaklah demikian, karena kalangan tertentu senantiasa
merevisi, memperbaharui, dan mengangkat teori itu ke dataran ilmiah. Usaha ini
hanya berarti jika kita menyadari bahwa di belakang teori itu lebih terdapat
tujuan ideologis daripada kepedulian ilmiah.
Namun demikian, beberapa kalangan yang mempercayai pentingnya
berpegang pada teori tersebut, yang telah menemui jalan buntu, segera menyusun
model baru. Nama model baru ini adalah neo-Darwinisme. Menurut teori ini,
spesies berkembang sebagai hasil dari mutasi-mutasi, perubahan-perubahan kecil
dalam gen mereka, dan yang paling sesuailah yang bertahan hidup melalui
mekanisme seleksi alamiah. Akan tetapi, tatkala terbukti bahwa mekanisme yang
diajukan oleh neo-Darwinisme ini tidak sah, dan perubahan-perubahan kecil pun
tidak cukup untuk pembentukan makhluk hidup, para evolusionis mulai mencari
model baru. Mereka bangkit dengan klaim baru yang disebut "keseimbangan bersela"
(punctuated equilibrium) yang tidak bersandar pada landasan rasional atau pun
ilmiah. Model ini menyatakan bahwa makhluk hidup tiba-tiba berkembang menjadi
spesies lain tanpa bentuk transisi sama sekali. Dengan kata lain, spesies tanpa
"nenek moyang" evolusioner tiba-tiba muncul. Ini merupakan cara pemerian
penciptaan, kendati para evolusinis enggan untuk mengakuinya. Mereka mencoba
menutupinya dengan skenario yang tidak masuk akal. Sebagai contoh, mereka
mengatakan bahwa burung pertama dalam sejarahnya tiba-tiba, entah bagaimana,
menetas keluar dari telur reptil. Teori tersebut juga mengemukakan bahwa hewan
darat karnivora bisa berubah menjadi paus raksasa, dengan berubah bentuk secara
tiba-tiba dan menyeluruh.
Klaim-klaim ini, yang semuanya bertentangan dengan kaidah genetika,
biofisika, dan biokimia, adalah seilmiah dongeng katak yang berubah menjadi
pangeran! Namun demikian, dengan tertekan oleh krisis dari pernyataan
neo-Darwinis, beberapa paleontolog evolusionis menganut teori ini, yang
mempunyai perbedaan yang bahkan lebih aneh daripada neo-Darwinisme itu sendiri.
Model ini hanya bermaksud memberi penjelasan atas kesenjangan dalam
penemuan fosil yang tidak dapat diterangkan dengan model neo-Darwinis. Akan
tetapi, usaha menjelaskan kesenjangan evolusi burung dalam penemuan fosil dengan
pernyataan bahwa "burung secara tiba-tiba menetas keluar dari telur reptil"
kurang rasional, karena menurut penerimaan para evolusionis sendiri, evolusi
dari suatu spesies ke spesies lain mensyaratkan perubahan informasi genetik yang
besar dan menguntungkan. Akan tetapi, tidak ada mutasi apa pun yang
mengembangkan informasi genetik atau menambah informasi baru untuk itu.
Pemindahan hanya mengecualikan informasi genetik. Jadi, "mutasi bruto" yang
dibayangkan dengan model keseimbangan bersela hanya akan menyebabkan pengurangan
dan pelemahan informasi genetik "bruto", yakni "besar".
Teori keseimbangan bersela itu tentu saja cuma hasil imajinasi.
Meskipun ada kebenaran bukti, para pembela evolusi tidak bimbang untuk memuja
teori ini. Mereka terpaksa melakukannya karena fakta bahwa model evolusi yang
diajukan oleh Darwin tidak dapat dibuktikan oleh penemuan fosil. Darwin
mengklaim bahwa spesies mengalami perubahan bertahap yang memerlukan keberadaan
setengah-burung/setengah-reptil atau setengah-ikan/setengah-reptil yang ganjil.
Akan tetapi, tidak satu pun "bentuk transisi" ditemukan meskipun dengan
penelitian secara luas para evolusionis dan penggalian ratusan dari ribuan
fosil.
Para evolusionis memakai model keseimbangan bersela dengan harapan
merahasiakan kegagalan besar ini. Seperti yang telah kita kemukakan, sangatlah
jelas bahwa teori ini fantasi, sehingga pudar sendiri. Model keseimbangan
bersela tak pernah diajukan sebagai model yang konsisten, tetapi justru
digunakan sebagai pelarian dalam hal yang jelas-jelas tidak cocok dengan model
evolusi bertahap. Sejak para evolusionis menyadari bahwa organ-organ rumit
seperti mata, sayap, paru-paru, otak dan lain-lain menolak model evolusi
bertahap secara terang-terangan, dalam hal-hal tertentu ini mereka terpaksa
berlindung dalam interpretasi model keseimbangan bersela yang fantastik.
ADAKAH PENEMUAN FOSIL YANG MEMBENARKAN TEORI
EVOLUSI?
Teori evolusi menyatakan bahwa evolusi suatu spesies menjadi
spesies lain berlangsung secara bertahap, setapak demi setapak selama jutaan
tahun. Kesimpulan logis yang ditarik dari klaim semacam ini adalah bahwa
organisme hidup luar biasa yang disebut "bentuk transisi" seharusnya telah hidup
selama masa-masa transformasi ini. Karena para evolusionis menyebutkan bahwa
setiap makhluk hidup berkembang dari makhluk hidup lain setahap demi setahap,
jumlah dan macam bentuk transisi ini seharusnya sudah ada jutaan.
Jika makhluk sedemikian itu pernah hidup, maka kita mestinya bisa
melihat bekasnya di mana-mana. Pada kenyataanya, jika tesis ini benar, jumlah
bentuk transisi antara seharusnya lebih besar daripada jumlah spesies hewan yang
hidup hari ini dan fosil yang mereka wariskan mestinya juga berlimpah di seluruh
dunia.
Sejak Darwin, para evolusionis telah mencari fosil dan hasilnya
bagi mereka adalah kekecewaan yang menohok. Di mana pun di dunia ini-baik di
darat maupun di kedalaman lautan-tidak ada yang mempunyai bentuk transisi antara
dua spesies yang pernah ditemukan.
Darwin sendiri sadar akan ketiadaan bentuk-bentuk transisi
sedemikian itu. Harapan terbesarnya adalah bahwa mereka akan ditemukan di masa
mendatang. Walaupun berharap demikian, ia melihat bahwa kesalahan terbesar yang
menghalangi teorinya adalah tidak adanya bentuk transisi. Karena itulah, dalam
bukunya The Origin of Species, ia menulis:
Jika setiap spesies berasal dari spesies lain secara bertahap,
mengapa di mana-mana kita tidak melihat bentuk transisi yang amat banyak?
Mengapa semua alam yang tidak teratur, termasuk spesies, sebagaimana yang kita
lihat, tidak dipastikan? ... Akan tetapi, karena dengan teori ini bentuk-bentuk
transisi yang tak terhitung seharusnya ada, mengapa kita tidak mendapati mereka
terpendam di balik tanah dengan jumlah yang tak terkira? ... Tetapi di kawasan
antara, yang mempunyai kondisi-antara kehidupan, mengapa kita sekarang tidak
menemukan jenis yang kemungkinan besar merupakan perantara? Kesulitan ini cukup
membingungkan saya dalam waktu yang lama.1
Fosil kecoa berumur 320 juta tahun (kiri).
Fosil trilobit berumur 360 juta tahun (bawah).
|
Kekhawatiran Darwin masuk akal. Masalah ini juga menimpa para
evolusionis lain. Derek V. Ager, seorang paleontolog terkenal dari Britania,
menerima kenyataan yang memalukan ini:
Masalahnya, jika kita selidiki peninggalan fosil secara rinci, baik
pada tingkat orde maupun spesies, kita dapati-lagi-lagi-bukan evolusi bertahap,
melainkan meledaknya satu kelompok secara mendadak dengan mengorbankan kelompok
lain.2
| |
Fosil ikan Coelacanth berumur empatratus sepuluh juta tahun
(bawah). Para evolusionis menyatakan bahwa inilah bentuk transisi yang
membuktikan transisi ikan ini dari air ke darat. Fakta bahwa lebih dari
empatpuluh contoh hidup ikan ini yang telah tertangkap pada limapuluh tahun
terakhir mengungkapkan bahwa ini masih ikan asli yang sempurna dan masih hidup.
Fosil Archaeopteryx, yang diduga leluhur burung, yang konon berkembang dari
dinosaurus (kiri). Sebaliknya, riset terhadap fosil ini menunjukkan bahwa ini
burung punah yang pernah terbang namun kemudian kehilangan kemampuan terbang.
|
Kesenjangan dalam penemuan fosil tidak dapat diterangkan dengan
pemikiran yang bernafsu bahwa belum cukup fosil yang tergali dan bahwa fosil
yang tidak ada akan ditemukan di kemudian hari. T. Neville George, seorang
paleontolog evolusionis lain, menjelaskan penalarannya:
Tidak perlu lagi dimintakan pengertian lebih jauh atas kurangnya
penemuan fosil. Bagaimanapun, [penemuan fosil] ini telah menjadi hampir terlalu
banyak, dan penemuan [tersebut] lebih dari cukup... Namun begitu, penemuan fosil
masih tersusun dari kesenjangan-kesenjangan.3
KEHIDUPAN MUNCUL DI BUMI SECARA TIBA-TIBA DAN
DALAM BENTUK RUMIT
Bila strata terestrial dan penemuan fosil diselidiki, terlihat
bahwa organisme hidup muncul serentak. Stratum tertua bumi yang mengandung fosil
makhluk hidup yang pernah ditemukan adalah "Cambrian" yang ditaksir berumur
530-520 juta tahun.
Makhluk hidup yang terdapat pada strata milik periode Cambrian
dalam penemuan fosil semuanya muncul tiba-tiba tanpa keberadaan pendahulu
mereka. Aneka organisme hidup ini, yang tersusun dari sejumlah besar makhluk
yang rumit, muncul dengan sedemikian tiba-tiba sehingga kejadian yang
menakjubkan ini disebut "Peledakan Cambrian" dalam literatur ilmiah.
Kebanyakan organisme hidup yang terdapat di stratum ini mempunyai
organ yang sangat maju seperti mata, atau sistem-sistem yang terlihat dalam
organisme dengan pengorganisasian yang sangat maju seperti insang, sistem
peredaran darah, dan sebagainya. Tidak ada tanda dalam penemuan fosil yang
mengindikasikan bahwa organisme ini punya nenek-moyang. Richard Monestarsky,
editor majalah Earth Sciences, menyatakan kehidupan spesies yang muncul secara
mendadak:
Setengah milyar tahun yang lalu bentuk-bentuk hewan yang
benar-benar rumit yang kita lihat hari ini tiba tiba muncul. Peristiwa ini,
tepat pada awal periode Cambrian, sekitar 550 juta tahun yang lalu, menandai
peledakan evolusi yang memenuhi lautan dengan makhluk-makhluk rumit pertama di
dunia. Fila, hewan besar zaman sekarang, sudah ada pada awal Cambrian dan mereka
tidak berbeda dengan yang ada pada saat ini.4
Dengan tanpa mampu mendapatkan jawaban atas pertanyaan bagaimana
bumi menjadi penuh dengan ribuan aneka spesies hewan, para evolusionis
menggunakan khayalan periode 20 juta tahun sebelum Periode Cambrian untuk
menjelaskan bagaimana kehidupan berasal dan "kejadian yang tak diketahui".
Periode ini disebut "kesenjangan evolusi" (evolutionary gap). Tidak ada bukti
untuk ini yang pernah ditemukan, dan bahkan saat ini konsepnya masih benar-benar
keruh dan kabur.
Pada tahun 1984, banyak [hewan] invertebrata digali di Chengjiang,
yang terletak di tengah dataran tinggi Yunann di pedalaman China baratdaya. Di
antaranya adalah trilobit, yang kini tiada, tetapi strukturnya tidak kalah rumit
daripada segala hewan tak bertulang belakang modern.
Stefan Bengston, paleontolog evolusionis dari Swedia, menerangkan
situasinya sebagai berikut:
Jika ada peristiwa dalam sejarah kehidupan yang menyerupai mitos
penciptaan manusia, maka itu adalah diversifikasi kehidupan laut yang mendadak
ini ketika organisme-organisme multiseluler beralih menjadi pelaku dominan dalam
ekologi dan evolusi. Dengan sulit dimengerti (dan memalukan) Darwin, kejadian
ini masih membuat kita terpesona.5
Kemunculan tiba-tiba makhluk-makhluk hidup kompleks ini dengan
tanpa nenek moyang tidak kalah sulit untuk dimengerti (dan memalukan) para
evolusinis saat ini daripada Darwin 135 tahun yang lalu. Selama hampir satu
setengah abad, mereka tidak mempunyai kemajuan selangkah pun untuk melewati hal
yang menghalangi Darwin.
Sebagaimana bisa dilihat, penemuan fosil mengindikasikan bahwa
makhluk hidup tidak berkembang dari bentuk yang primitif ke bentuk yang maju,
tetapi justru muncul semuanya secara tiba-tiba dan dalam keadaan yang sempurna.
Ketiadaan bentuk-bentuk transisi tidak hanya pada periode Cambrian. Tidak pernah
ditemukan satu bentuk transisi yang mengesahkan dugaan "kemajuan" evolusi hewan
bertulang belakang-dari ikan ke amfibi, reptil, burung, dan mamalia. Setiap
spesies hidup muncul seketika dan dalam bentuknya yang mutakhir, sempurna dan
lengkap, dalam penemuan fosil.
Dengan kata lain, makhluk-makhluk hidup tidak menuju keberadaan
melalui evolusi. Mereka diciptakan.
KEPALSUAN EVOLUSI
Tipudaya Gambar-Gambar
Penemuan fosil adalah sumber utama bagi mereka yang mencari-cari
bukti teori evolusi. Bila diperiksa dengan cermat dan tanpa prasangka, penemuan
fosil justru lebih menyangkal teori evolusi daripada mendukungnya. Namun
demikian, penafsiran yang menyesatkan terhadap fosil oleh para evolusionis dan
gambaran prasangka mereka kepada publik telah memberi banyak orang kesan bahwa
penemuan fosil sesungguhnya mendukung teori evolusi.
Dengan terus-menerus dibuatmakhluk setengah-manusia
setengah-kera yang digambar dengan penuh keahlian semacam ini, masyarakat umum
menjadi yakin bahwa manusia berkembang dari kera atau beberapa makhluk laun yang
serupa. Akan tetapi, gambar-gambar ini tidak benar sama sekali.
|
Kerentanan beberapa temuan dalam penemuan fosil terhadap semua
jenis interpretasi melayani maksud para evolusionis sebaik-baiknya. Fosil-fosil
yang tergali kebanyakan tidak memuaskan untuk identifikasi yang andal. Fosil
biasanya terdiri atas pecahan tulang tak lengkap yang tersebar. Karena alasan
ini, menyimpangkan data yang tersedia dan menggunakannya dengan sekehendak hati
sangat mudah. Tidak mengejutkan, rekonstruksi (gambar dan model) yang dibuat
oleh para evolusionis berdasarkan sisa-sisa fosil sedemikian itu seluruhnya
disajikan secara spekulatif dengan tujuan membenarkan tesis evolusi. Karena
orang-orang mudah terpengaruh oleh informasi visual, model-model rekonstruksi
khayalan ini bertindak untuk meyakinkan mereka bahwa makhluk-makhluk
rekonstruksi ini benar-benar ada di masa lalu.
Para evolusionis peneliti menggambar makhluk khayalan seperti
manusia, yang biasanya berdasarkan sebiji gigi, atau sepotong pecahan rahang
atau tulang paha atau lengan atas, dan menyajikannya kepada masyarakat umum
dengan cara yang sensasional seakan-akan mereka ialah rantai evolusi manusia.
Gambar-gambar ini telah berperan penting dalam pemantapan citra "manusia
primitif" di benak banyak orang.
Kajian yang didasarkan pada sisa-sisa tulang ini hanya bisa
mengungkapkan karakteristik umum makhluk yang diteliti. Rincian-rincian yang
berbeda terdapat di jaringan lunak yang lenyap dengan cepat seiring dengan
waktu. Dengan jaringan-jaringan lunak yang ditafsirkan secara spekulatif, segala
hal menjadi mungkin dalam garis batas imajinasi pembuat rekonstruksi. Earnst A.
Hooten dari Universitas Harvard menjelaskan situasinya seperti ini:
Upaya memulihkan bagian-bagian lunak itu adalah tindakan yang
bahkan lebih berbahaya. Bibir, mata, telinga, dan ujung hidung tidak
meninggalkan pertanda pada bagian-bagian tulang yang menjadi acuan. Berdasarkan
tengkorak Neanderthal, anda sama-sama bisa membuat model dengan ciri-ciri seekor
simpanse atau pun raut wajah seorang filsuf. Dugaan restorasi tipe-tipe manusia
kuno mempunyai nilai ilmiah yang sangat sedikit, kalau ada, dan mungkin hanya
menyesatkan publik... Jadi, jangan mempercayai rekonstruksi.6
Penelitian Yang Dibuat untuk Membuat Fosil
Palsu
Dengan tidak mampu mendapatkan bukti teori evolusi yang sah dalam
peninggalan fosil, beberapa evolusionis berusaha membuatnya sendiri. Usaha-usaha
ini, yang telah dimasukkan dalam ensiklopedi-ensiklopedi di bawah judul
"kepalsuan evolusi", adalah indikasi yang paling gamblang bahwa teori evolusi
merupakan ideologi dan filosofi yang dibela mati-matian oleh para evolusionis.
Dua dari kepalsuan yang paling payah dan cemar diperikan di bawah ini:
Manusia Piltdown
Fosil palsu: Manusia Piltdown |
Charles Dawson, seorang dokter terkenal dan paleoantropolog amatir,
mengajukan klaim bahwa ia menemukan sepotong tulang rahang dan pecahan tengkorak
di sebuah lubang di kawasan Piltdown, Inggris, pada 1912. Kendati tengkorak itu
menyerupai manusia, tulang rahangnya justru menyerupai monyet. Spesimen ini
diberi nama "Manusia Piltdown". Dengan disangka berumur 500 ribu tahun,
tulang-belulang itu dipajang sebagai bukti mutlak evolusi manusia. Selama lebih
dari 40 tahun, banyak artikel ilmiah yang ditulis tentang "Manusia Piltdown",
banyak penafsiran dan gambar yang dibuat dan fosil tersebut disajikan sebagai
bukti penting evolusi manusia.
Pada 1949, para ilmuwan menyelidiki fosil itu sekali lagi dan
menyimpulkan bahwa "fosil" itu dusta yang disengaja yang mengandung tengkorak
manusia dan tulang rahang orangutan.
Dengan memakai metode penanggalan fluor, para penyelidik mendapati
bahwa tengkorak itu hanya berumur beberapa ribu tahun. Gigi-gigi di tulang
rahang itu, yang merupakan milik orangutan, telah dipasangkan, dan peralatan
"primitif" yang menyatukan fosil itu dengan meyakinkan adalah dusta kasar yang
dipertajam dengan peralatan baja. Dalam analisis rinci yang disempurnakan oleh
Oakley, Weiner, dan Clark, mereka mengungkapkan kepalsuan ini kepada publik pada
1953. Tulang tengkorak itu adalah milik manusia yang berumur 500 tahun, dan
tulang rahang itu milik seekor kera yang belum lama mati! Gigi-gigi ditata di
situ secara istimewa dengan suatu susunan dan ditambahkan pada rahang, dan
sambungannya diisikan dengan tujuan agar menyerupai tatanan pada manusia. Lalu
semua potongan-potongan ini dikotori dengan dikhromat potasium untuk memberi
penampilan kuno. (Kotoran-kotoran ini lenyap bila dicelupkan dalam asam.) Le
Gros Clark, seorang anggota tim yang mengungkapkan kepalsuan tersebut, tidak
bisa menyembunyikan keheranannya:
Bukti-bukti goresan buatan ini segera membuka mata. Sesungguhnya
ini amat jelas terlihat sehingga bisa dipertanyakan: mengapa dulu hal ini luput
dari perhatian?7
Manusia Nebraska
Pada 1922, Henry Fairfield Osborn, direktur Museum Sejarah Alam
Amerika, menyatakan bahwa ia menemukan fosil gigi geraham di Nebraska barat
dekat Snake Brook yang terdapat pada periode Pliosen. Gigi ini disangka
mengandung karakteristik umum manusia dan sekaligus kera. Argumen-argumen ilmiah
yang mendalam bermula dengan sebagian menafsirkan gigi ini milik Pithecanthropus
erectus sedangkan sebagian lainnya mengklaim bahwa ini lebih dekat dengan
manusia modern. Fosil ini, yang menimbulkan perdebatan luas, bernama populer
"Manusia Nebraska". Fosil ini juga segera diberi "nama ilmiah": "Hesperopithecus
Haroldcooki".
Gambar di atas dilukis berdasarkan sebiji gigi dan diterbitkan di
Illustrated London News pada 24 Juli 1922. Akan tetapi, para evolusionis sangat
kecewa tatkala terungkap bahwa gigi ini bukan milik makhluk yang seperti kera
atau pun seperti manusia, melainkan seekor spesies babi yang punah.
Terdapat banyak tokoh yang mendukung Osborn. Berdasarkan gigi
tunggal ini, rekonstruksi kepala dan tubuh "Manusia Nebraska" digambar. Bahkan,
Manusia Nebraska dilukis juga dengan seluruh anggota keluarganya.
Pada 1927, bagian lain dari tengkorak itu juga ditemukan. Menurut
potongan-potongan baru ini, gigi tersebut bukan milik manusia atau pun kera,
melainkan seekor spesies babi liar Amerika yang sudah punah yang disebut
Prostennops.
APAKAH MANUSIA DAN KERA BERASAL DARI LELUHUR
YANG SAMA?
Menurut klaim teori evolusi, manusia dan kera modern mempunyai
leluhur yang sama. Makhluk-makhluk ini berkembang seiring dengan waktu dan
beberapa di antara mereka menjadi kera-kera masa kini, sedangkan sekelompok lain
yang mengikuti cabang evolusi lain menjadi manusia masa kini.
Para evolusionis menyebut "leluhur bersama" pertama manusia dan
kera ini "Australopithecus" yang berarti "Kera Afrika selatan". Terdapat
berbagai jenis Australopithecus, yang hanya spesies kera lama yang telah menjadi
berbeda. Sebagiannya tegap, sementara lainnya kecil dan rapuh.
Para evolusionis menggolongkan tahap evolusi manusia berikutnya
sebagai "Homo", yakni "manusia". Menurut klaim evolusionis, makhluk hidup dalam
tahap "Homo" ini lebih berkembang daripada Australopithecus, dan tidak banyak
berbeda dari manusia modern. Manusia modern masa kini, Homo sapiens, konon
terbentuk pada tahap terakhir evolusi spesies ini.
Yang betul, makhluk hidup yang disebut Australopithecus dalam
skenario khayalan yang dikarang-karang oleh para evolusionis sesungguhnya
merupakan anggota aneka ras manusia yang hidup di masa lalu dan lalu punah. Para
evolusionis menata berbagai fosil kera dan manusia dalam suatu urutan dari yang
terkecil ke yang terbesar agar terbentuk skema "evolusi manusia". Akan tetapi,
riset telah menunjukkan bahwa fosil-fosil ini sama sekali tidak menyiratkan
proses evolusi dan bahwa sebagian makhluk yang diduga keras leluhur manusia ini
ialah kera sejati sedangkan sebagian lainnya ialah manusia sejati.
Sekarang, mari kita perhatikan Australopithecus, yang menurut para
evolusionis melambangkan tahap pertama skema evolusi manusia.
Australopithecus: Kera Punah
Para evolusionis mengklaim bahwa Australopithecus adalah leluhur
manusia modern yang paling primitif. Ini ialah spesies lama dengan struktur
kepala dan tengkorak yang serupa dengan yang dimiliki oleh kera-kera modern,
namun dengan kapasitas tengkorak yang lebih kecil. Menurut pernyataan para
evolusionis, makhluk-makhluk ini mempunyai sifat yang amat penting yang
mengesahkan mereka sebagai leluhur manusia: bipedalisme.
Pergerakan kera dan manusia berbeda sepenuhnya. Manusia adalah
satu-satunya makhluk yang bergerak bebas dengan dua kaki. Beberapa hewan lain
memang memiliki kemampuan terbatas untuk bergerak dengan cara ini, namun mereka
memiliki kerangka yang bungkuk.
Menurut para evolusionis, makhluk hidup yang disebut
Australopithecus ini mempunyai kemampuan untuk berjalan dengan lebih membungkuk
daripada berpostur tegak seperti manusia. Bahkan langkah-langkah bipedal
terbatas ini mencukupi untuk mendorong para evlusionis untuk memperhitungkan
bahwa makhluk hidup ini leluhur manusia.
Akan tetapi, bukti pertama yang menolak dugaan para evolusionis
bahwa Australopithecus itu bipedal berasal dari para evolusionis itu sendiri.
Bahkan, kajian yang mendalam terhadap fosil-fosil Australopithecus memaksa para
evolusionis untuk menerima bahwa ini terlihat menyerupai kera "juga". Dengan
melaksanakan penelitian anatomis yang mendalam terhadap fosil-fosil
Australopithecus pada pertengahan 1970-an, Charles E. Oxnard mempersamakan
struktur tengkorak Australopithecus dengan yang terdapat pada orangutan:
Bagian penting dari kebijakan konvensional mengenai evolusi manusia
didasarkan pada pecahan-pecahan fosil gigi, rahang, dan tengkorak
australopithecus. Ini semua menunjukkan bahwa hubungan yang dekat antara
australopithecus dan leluhur manusia tidak benar. Semua fosil ini berbeda dari
gorila, simpanse, dan manusia. Bila dikaji sebagai satu kelompok,
australopithecus tampaknya lebih mirip dengan orangutan.8
Yang benar-benar memalukan para evolusionis adalah penemuan bahwa
Australopithecus itu berpostur bungkuk dan tidak mungkin berjalan dengan dua
kaki. Bagi Australopithecus yang diduga bipedal namun dengan kerangka bungkuk,
sangatlah tidak efektif untuk bergerak dengan cara sedemikian itu karena akan
memerlukan energi yang terlampau banyak. Dengan alat simulasi komputer yang
dilakukan pada 1996, Robin Crompton paleoantropolog Inggris juga memperagakan
bahwa kerangka "campuran" semacam itu mustahil. Crompton mencapai kesimpulan
berikut ini: makhluk hidup hanya berjalan dengan salah satu dari dua cara: tegak
atau dengan empat kaki. Jenis kerangka yang di antara keduanya tidak mungkin
lestari selama rentang waktu yang lama karena konsumsi energi yang berlebihan.
Ini berarti bahwa Australopithecus mustahil berjalan bipedal dengan postur
bungkuk.
Barangkali kajian terpenting yang menunjukkan bahwa
Australopithecus tidak mungkin bipedal muncul pada 1994 dari riset anatomis Fred
Spoor dan timnya dari Jurusan Biologi Sel dan Anatomi Manusia di Universitas
Liverpool, Inggris. Kelompok ini melaksanakan pengkajian terhadap bipedalisme
makhluk hidup yang telah memfosil. Riset mereka menyelidiki mekanisme
keseimbangan otomatis yang terdapat pada rumah-siput telinga, dan
temuan-temuannya menunjukkan kesimpulan bahwa Australopithecus tidak mungkin
bipedal. Ini menggugurkan segala klaim bahwa Australopithecus itu seperti
manusia.
Rangkaian Homo: Manusia Sejati
Tahap berikutnya dalam evolusi-manusia khayalan adalah "Homo",
yakni rangkaian manusia. Makhluk hidup ini ialah manusia yang tidak berbeda dari
manusia modern, namun memiliki beberapa perbedaan rasial. Dengan berusaha
menafsirkan perbedaan-perbedaan ini, para evolusionis melambangkan orang-orang
ini tidak sebagai "ras" manusia modern, tetapi sebagai "spesies" lain. Namun
demikian, seperti yang segera kita saksikan, orang-orang dalam rangkaian Homo
itu tidak lain kecuali jenis ras manusia asli.
Menurut skema khayal para evolusionis, evolusi khayal internal
rangkaian spesies Homo adalah sebagai berikut: Pertama Homo erectus, lalu Homo
sapiens purba dan manusia Neanderthal, kemudian manusia Cro-Magnon, dan akhirnya
manusia modern.
Semua "spesies" yang telah kita sebut di atas tidak lain kecuali
manusia asli, walaupun para evolusionis menyatakan sebaliknya. Mula-mula mari
kita periksa Homo erectus, yang diacu oleh para evolusionis sebagai spesies
manusia yang paling primitif.
Bukti paling menonjol yang menunjukkan bahwa Homo ercetus bukan
spesies "primitif" adalah fosil "Turkana Boy", salah satu dari Homo erectus
tertua yang diketemukan. Diperkirakan bahwa ini adalah fosil anak lelaki berusia
12 tahun, yang tingginya 1,83 meter pada masa remajanya. Struktur kerangka tegak
fosilnya tidak berbeda dari yang terdapat pada manusia modern. Tingginya dan
struktur kerangka rampingnya cocok seluruhnya dengan yang terdapat pada manusia
yang hidup di daerah tropis masa kini. Fosil ini merupakan satu dari
potongan-potongan bukti terpenting bahwa Homo erectus hanyalah contoh ras
manusia modern lainnya. Paleontolog evolusionis Richard Leaky membandingkan Homo
erectus dengan manusia modern sebagai berikut:
Kita bisa juga melihat perbedaan bentuk tengkorak, tingkat tonjolan
wajah, ketegapan pundak, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan ini barangkali
tidak lebih nyata daripada yang kita lihat dewasa ini antara ras-ras manusia
modern yang berbeda secara geografis. Variasi biologis semacam itu timbul
tatkala populasi-populasi saling terpisah secara geografis selama waktu yang
signifikan.9
Leaky bermaksud mengatakan bahwa perbedaan antara Homo erectus dan
kita tidak lebih dari perbedaan antara orang Negro dan orang Eskimo. Corak
tengkorak Homo erectus itu dihasilkan dari cara makan mereka, emigrasi genetik
mereka, dan dari tidak bercampurnya mereka dengan ras manusia lain selama
rentang waktu yang panjang.
Sepotong bukti kuat lain bahwa Homo erectus bukan spesies
"primitif" adalah bahwa fosil-fosil spesies yang telah digali ini berumur
duapuluh tujuh ribu tahun dan bahkan tigabelas ribu tahun. Menurut sebuah
artikel yang terbit di Time-yang bukan terbitan ilmiah, namun berpengaruh luas
terhadap dunia ilmiah-fosil-fosil Homo erectus yang berumur duapuluh tujuh ribu
tahun ditemukan di pulau Jawa. Di rawa Kow di Australia, beberapa fosil yang
berusia tigabelas ribu tahun ditemukan yang mengandung ciri-ciri Homo
Sapiens-Homo erectus. Semua fosil ini menunjukkan bahwa Homo erectus melanjutkan
kehidupan mereka hingga waktu yang dekat dengan zaman kita dan tidak lain
kecuali ras manusia yang pernah terkubur dalam sejarah.
Homo Sapiens Purba dan Manusia
Neanderthal
Homo sapiens purba ialah pendahulu-langsung manusia kontemporer
dalam skema evolusi khayalan. Para evolusionis tidak mempunyai fakta banyak
untuk membicarakan manusia-manusia ini, karena mereka hanya terdapat sedikit
perbedaan antara mereka dan manusia modern. Beberapa peneliti bahkan menyatakan
bahwa anggota ras ini masih hidup hari ini, dan menunjuk orang-orang Aborigin di
Australia sebagai contoh. Seperti Homo sapiens, orang-orang Aborigin juga
mempunyai alismata tebal yang menonjol, struktur rahang yang melereng ke dalam,
dan volume otak yang agak lebih kecil. Lagipula, penemuan yang signifikan telah
dicapai yang mengisyaratkan bahwa orang-orang semacam ini hidup di Hungaria dan
di beberapa desa di Italia belum lama ini.
Para evolusionis menunjuk fosil manusia yang tergali di lembah
Neander, Belanda, yang dinamai Manusia Neanderthal. Terdapat banyak peneliti
kontemporer yang mendefinisikan Manusia Neanderthal sebagai sub-spesies manusia
modern dan menyebutnya "Homo sapiens neandertalensis". Jelas bahwa ras ini hidup
bersama manusia modern pada waktu yang sama dan kawasan yang sama. Temuan-temuan
itu memberi kesaksian bahwa orang-orang Neanderthal mengubur yang meninggal,
memainkan instrumen musik, dan mempunyai kesamaan budaya dengan Homo sapiens
sapiens yang hidup selama periode yang sama. Tengkorak modern dan struktur
tengkorak fosil Neanderthal seluruhnya tidak terbuka untuk segala spekulasi.
Seorang pengarang terkemuka dalam persoalan ini, Erik Trinkaus dari Universitas
New Mexico menulis:
Perbandingan rinci sisa-sisa tengkorak Neanderthal dengan tegkorak
manusia modern memperlihatkan bahwa tidak ada di anatomi Neanderthal yang
kesimpulannya menunjukkan kemampuan gerak, peran, intelektual, atau pun
kebahasaan yang lebih rendah daripada kemampuan manusia modern.10
Pada kenyataannya, orang-orang Neanderthal bahkan memiliki beberapa
keunggulan "evolusioner" atas manusia modern. Kapasitas tengkorak orang
Neanderthal lebih besar daripada kapasitas tengkorak manusia modern, mereka
lebih tegap dan lebih berotot daripada kita. Trinkau menambahkan: "Satu ciri
Neanderthal yang paling khas adalah keraksasaan tubuh dan tulang lengan dan
tungkai mereka. Semua tulang yang diawetkan itu menyiratkan kekuatan yang jarang
dimiliki oleh manusia modern. Lagipula, ketegapan ini tidak hanya terdapat di
kalangan laki-laki dewasa, sebagaimana yang mungkin kita duga, tetapi juga
terbukti ada di perempuan dewasa, remaja, dan bahkan anak-anak."
Tepatnya, manusia Neanderthal ialah ras manusia tertentu yang
berbaur dengan ras lain seiring dengan waktu.
Semua faktor ini menujukkan bahwa skenario "evolusi manusia" yang
dibuat oleh para evolusionis merupakan isapan jempol mereka, dan bahwa manusia
selalu manusia dan kera selalu kera.
MUNGKINKAH KEHIDUPAN BERASAL DARI KEBETULAN
MELALUI EVOLUSI?
Teori evolusi berpendapat bahwa kehidupan berawal dengan sebuah sel
yang terbentuk secara kebetulan dalam kondisi bumi yang primitif. Karena itu,
mari kita periksa komposisi sel dengan perbandingan sederhana untuk
memperlihatkan betapa tidak masuk-akal menganggap keberadaan sel-suatu susunan
yang masih misterius dalam banyak hal, bahkan juga ketika kita hendak melangkah
di abad ke-21 ini-berasal dari kebetulan dan fenomena alam.
Dengan semua sistem operasionalnya, sistem komunikasinya,
transportasinya, dan manajemennya, sel tidak kalah rumitnya daripada kota besar.
Sel mengandung stasiun-stasiun daya yang menghasilkan energi yang dikonsumsi
oleh sel, pabrik-pabrik yang menghasilkan enzim dan hormon yang amat penting
bagi kehidupan, bank data yang menyimpan semua informasi penting mengenai semua
produk yang dihasilkan, sistem-sistem transportasi kompleks dan pipa-pipa untuk
mengangkut bahan mentah dan produk dari satu tempat ke tempat lain,
laboratorium-laboratorium hebat dan kilang-kilang minyak untuk mengurai
bahan-bahan mentah dari luar menjadi bagian-bagian yang bisa dimanfaatkan, dan
protein-protein selaput yang dikhususkan untuk mengendalikan bahan-bahan yang
keluar-masuk. Ini semua hanyalah sebagian kecil dari sistem yang amat canggih
ini.
Sel sama sekali tidak terbentuk dari kondisi bumi yang primitif.
Sel, yang komposisi dan mekanismenya amat rumit, tidak bisa dibuat di
laboratorium kita yang paling canggih sekalipun. Juga dengan penggunaan
asam-asam amino, yang merupakan blok-blok pembangun sel, mustahil dihasilkan
banyak organ tunggal sel, seperti mitokondria atau ribosom, sebanyak sel yang
utuh. Sel pertama yag diaku hasil dari evolusi secara kebetulan itu hanyalah
isapan jempol khayalan dan hasil dari fantasi seperti manusia berbadan kuda.
Mungkinkah Protein Kebetulan?
Bukan hanya sel yang tidak mungkin diproduksi; dalam keadaan
alamiah, mustahil dibentuk protein, tunggal sekalipun, dari ribuan molekul
protein kompleks penyusun sel.
Protein adalah molekul raksasa yang terdiri atas asam-asam amino
yang tertata dengan rangkaian jumlah dan susunan yang tertentu. Molekul-molekul
ini merupakan blok-blok pembangun sel hidup. Yang paling sederhana tersusun dari
50 asam amino; namun ada beberapa protein yang terdiri dari ribuan asam amino.
Di samping itu, ketiadaan atau penggantian asam amino tunggal dalam struktur
protein sel hidup, yang masing-masing mempunyai fungsi khusus, menyebabkan
protein menjadi timbunan molekul yang tiada guna. Para pendiri teori evolusi,
dalam hal pembentukan protein, tidak mampu menunjukkan "pembentukan kebetulan"
asam amino.
Kita bisa dengan mudah memperagakan, dengan perhitungan
probabilitas sederhana yang bisa dipahami oleh siapa saja, bahwa struktur
fungsional protein sama sekali tidak mungkin terjadi secara kebetulan.
Ada duapuluh jenis asam amino. Jika kita pertimbangkan bahwa
molekul protein rata-rata tersusun dari 288 asam amino, maka terdapat 10300
kombinasi asam yang berlainan. Di antara semua kemungkinan rangkaian ini, hanya
"satu" yang merupakan molekul protein yang diminta. Rangkaian-rangkaian asam
amino lain tidak berguna sama sekali atau berpotensi membahayakan makhluk hidup.
Dengan kata lain, peluang pembentukan secara kebetulan satu molekul protein saja
yang dikutip di atas adalah "1 dalam 10300". Peluang "1" ini terjadi dari
bilangan astronomis yang berisi angka 1 yang diikuti dengan 300 nol pada
praktisnya nol saja; ini mustahil. Lagipula, satu molekul protein yang terdiri
dari 288 asam amino adalah agak rendah bila dibandingkan dengan beberapa molekul
protein raksasa yang mengandung ribuan asam amino. Bila kita terapkan
perhitungan probabilitas yang serupa itu terhadap molekul-molekul protein
raksasa ini, kita lihat bahwa kata "mustahil" pun menjadi tidak memadai.
Jika pembentukan secara kebetulan satu protein saja mustahil, maka
milyaran kali lebih mustahil bagi sekitar satu juta protein untuk secara
kebetulan bersama-sama muncul dengan cara yang tertata dan menjadi sel manusia
yang lengkap. Lebih-lebih, sel bukan sekadar sekumpulan protein. Di samping
protein, sel-sel juga mengandung asam nukleik, karbohidrat, lipida, vitamin, dan
banyak zat kimia lain semisal elektrolit, semuanya tertata secara serasi dan
dengan desain dengan proporsi tertentu, baik struktur maupun fungsinya.
Masing-masing berfungsi sebagai unsur atau blok pembangun dengan berbagai
organ.
Seperti yang telah kita lihat, teori evolusi tidak mampu
menjelaskan pembentukan sebuah saja dari jutaan protein di dalam sel, biarlah
menjelaskan sel itu sendiri.
Prof. Dr. Ali Demirsoy, seorang pakar evolusionis terkemuka Mesir,
dalam bukunya Kalitim ve Evrim (Warisan dan Evolusi), membahas peluang
pembentukan Cytochrome-C secara kebetulan, salah satu dari enzim terpenting bagi
kehidupan:
Peluang pembentukan rangkaian Cytochrome-C mungkin nol. Dengan kata
lain, jika kehidupan memerlukan suatu rangkaian tertentu, bisa dikatakan bahwa
peluangnya untuk terwujud adalah satu kali di alam semesta. Kalau tidak,
kekuatan metafisis di luar definisi kita mestinya telah bertindak dalam
pembentukannya. Menerima yang terakhir ini tidak tepat demi tujuan-tujuan ilmu
pengetahuan. Karena itu, kita harus menengok hipotesis pertama.11
Sesudah baris-baris ini, Demirsoy menerima bahwa peluang ini, yang
ia terima hanya karena "lebih tepat demi tujuan-tujuan ilmu pengetahuan", tidak
realistis:
Peluang penyediaan rangkaian asam amino tertentu untuk Cytochrome-C
adalah bagaikan peluang kera yang menulis sejarah manusia dengan mesin
ketik-dengan mengambil begitu saja bahwa kera itu mengetik huruf secara acak.12
Rangkaian yang benar asam amino yang tepat saja tidak cukup untuk
pembentukan satu molekul protein yang terdapat di makhluk hidup. Di samping ini,
masing-masing dari duapuluh jenis asam amino yang berlainan yang terdapat di
susunan protein ini harus kidal. Secara kimiawi, ada dua jenis asam amino yang
berbeda yang disebut "kidal" dan "non-kidal". Perbedaan antara keduanya adalah
simetri-cermin antara tiga struktur dimensionalnya, yang serupa dengan orang
yang kidal dan non-kidal. Asam amino kedua jenis ini terdapat di alam dengan
jumlah yang sama dan dapat saling terikat dengan sempurna. Namun, riset
menyingkapkan fakta yang menakjubkan: semua protein yang terdapat di struktur
makhluk hidup terbuat dari asam amino kidal. Bahkan satu asam amino tunggal
non-kidal yang melekat di struktur protein membuatnya tak berguna.
Mari kita umpamakan sesaat bahwa kehidupan menjadi ada secara
kebetulan sebagaimana tuntutan para evolusionis. Dalam hal ini, asam amino kidal
dan non-kidal yang muncul secara kebetulan harus ada di alam dengan jumlah yang
kira-kira sama. Persoalan bagaimana protein bisa hanya memilih asam amino kidal,
dan betapa tidak satu pun asam amino non-kidal yang terlibat dalam proses
kehidupan masih merupakan sesuatu yang membingungkan para evolusionis. Dalam
Britannica Science Encyclopaedia, sebuah pembela gigih teori evolusi, para
pengarangnya menunjukkan bahwa asam-asam amino semua organisme-hidup di bumi dan
blok-blok polimer kompleks seperti protein memiliki asimetri kidal yang sama.
Mereka menambahkan bahwa ini serupa dengan mengundi dengan lontaran koin dan
selalu mendapatkan kepala. Dalam ensiklopedi tersebut, mereka menyatakan bahwa
mustahil memahami mengapa molekul-molekul menjadi kidal atau non-kidal dan bahwa
pilihan ini secara mengagumkan berkaitan dengan sumber kehidupan di bumi.13
Belumlah memadai penataan asam amino dalam jumlah dan rangkaian
yang benar, dan di struktur tiga-dimensi yang diperlukan. Pembentukan protein
juga mensyaratkan agar molekul asam amino dengan lebih dari satu lengan saling
dihubungkan dengan yang lain melalui lengan tertentu saja. Ikatan semacam ini
disebut "ikatan peptida". Asam-asam amino dapat membuat ikatan-ikatan yang
berlainan satu sama lain; namun protein hanya terdiri atas asam amino yang
menyatu dengan ikatan "peptida".
Riset menunjukkan bahwa hanya 50% dari asam amino yang secara acak
menyatu dengan ikatan peptida dan bahwa yang lainnya menyatu dengan ikatan-ikata
lain yang tidak terdapat di protein. Agar berfungsi dengan tepat, setiap asam
amino penyusun protein harus bergabung dengan asam amino lain dengan ikatan
peptida, karena inilah satu-satunya yang harus dipilih oleh yang kidal. Tak
meragukan, tidak ada mekanisme kendali untuk menyeleksi dan membiarkan asam
amino non-kidal dan secara pribadi memastikan bahwa setiap asam amino membuat
ikatan peptida dengan yang lain.
Dalam keadaan-keadaan ini, peluang molekul protein rata-rata yang
mengandung limaratus asam amino yang menata sendiri dengan jumlah dan rangkaian
yang benar, di samping peluang asam amino untuk hanya mengandung yang kidal dan
hanya bergabung dengan ikatan peptida adalah sebagai berikut:
Peluang dengan rangkaian yang benar = 1/20500 =
1/10650
Peluang berkidal = 1/2500 = 1/10150
Peluang bergabung dengan ikatan "peptida" = 1/2499 =
1/10150
PROBABILITAS TOTAL = 1/10950, yakni peluang "1" dalam
10950
Peluang molekul protein rata-rata yang
mengandung limaratus asam amino yang tertata dengan jumlah dan rangkaian yang
benar, di samping peluang asam amino untuk hanya mengandung yang kidal dan hanya
bergabung dengan ikatan peptida adalah "1" dibagi dengan 10950. Kita
dapat menulis angka ini, yang terbentuk dengan menempatkan 950 nol setelah "1",
sebagai berikut:
10950 =
100,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000
|
Sebagaimana bisa anda lihat di atas, peluang pembentukan molekul
protein yang mengandung limaratus asam amino adalah "1" dibagi dengan angka yang
terbentuk dengan menempatkan 950 nol setelah "1", suatu bilangan yang tak
terbayangkan oleh benak manusia. Ini hanya peluang di atas kertas. Pada
praktisnya, peluang realisasinya adalah "0". Dalam matematika, peluang yang
lebih kecil daripada 1050 secara statistik peluang realisasinya
dianggap "0".
Bila kemustahilan pembentukan molekul protein yang terbuat dari
limaratus asam amino mencapai angka sejauh itu, selanjutnya kita bisa mendorong
batas-batas akal ke tingkat kemustahilam yang lebih tinggi. Di molekul
"hemoglobin, suatu protein yang vital, terdapat limaratus tujuhpuluh-empat asam
amino, yang jumlahnya jauh lebih besar daripada asam amino penyusun protein yang
kita sebut di atas. Sekarang, perhatikan hal ini: di satu sel saja dari milyaran
sel darah merah, terdapat "280.000.000" (280 juta) molekul hemoglobin. Usia
kira-kira bumi tidak memadai untuk mampu membentuk satu protein tunggal saja,
membiarkan sel darah merah sendirian, dengan metode "coba dan coba lagi".
Kesimpulan dari semua ini adalah bahwa teori evolusi terjerumus ke jurang dalam
kemustahilan pada tahap pembentukan protein tunggal.
Mencari Jawaban atas Munculnya Kehidupan
Dengan menyadari keganjilan besar terhadap peluang kehidupan yang
terbentuk secara kebetulan, para evolusionis tidak mampu memberi penjelasan yang
rasional atas keyakinan mereka, sehingga mereka mulai mencari cara untuk
menunjukkan bahwa keganjilan itu tidak terlalu merisaukan.
Mereka merancang sejumlah eksperimen laboratorium untuk mengatasi
persoalan tentang bagaimana kehidupan muncul sendiri dari zat yang non-hidup.
Eksperimen yang paling terkenal dan paling terhormat adalah yang dikenal sebagai
"Eksperimen Miller" atau "Eksperimen Urey-Miller", yang dilaksanakan oleh
Stanley Miller peneliti dari Amerika pada 1953.
Dengan tujuan membuktikan bahwa asam amino bisa menjadi ada dengan
kebetulan, Miller menciptakan suatu atmosfir di laborataoriumnya yang ia anggap
ada di bumi purba (namun yang di kemudian hari terbukti tidak realistis) dan ia
pasang untuk penelitian. Campuran yang ia pakai untuk atmosfir purba ini terdiri
dari amonia, metana, hidrogen, dan uap air.
Miller mengetahui bahwa metana, amonia, uap air, dan hidrogen tidak
akan saling bereaksi dalam kondisi alamiah. Ia sadar bahwa ia harus menyisipkan
energi ke dalam campuran itu untuk memulai reaksi [kimia]. Ia berpendapat bahwa
energi ini bisa berasal dari cahaya petir di atmosfir purba dan, berdasarkan
anggapan ini, ia menggunakan pelepasan listrik buatan di eksperimennya.
Miller mendidihkan campuran gas ini pada 100 0C selama seminggu,
dan, di samping itu, ia memasukkan arus listrik ke ruangan tersebut. Pada akhir
minggu itu, Miller menganalisis zat-zat kimia yang terbentuk di ruangan itu dan
mengamati bahwa terdapat duapuluh asam amino, yang merupakan unsur dasar
protein, yang telah tersintesis.
Eksperimen ini menimbulkan kehebohan besar di kalangan evolusionis
dan mereka mengajukannya sebagai keberhasilan yang luar biasa. Dengan terdorong
oleh pikiran bahwa eksperimen ini jelas-jelas mengesahkan teori mereka, para
evolusionis segera memproduksi skenario baru. Miller disangka telah membuktikan
bahwa asam amino bisa terbentuk sendiri. Dengan berlandaskan hal ini, mereka
buru-buru menyusun hipotesis tahap-tahap berikutnya. Menurut skenario mereka,
selanjutnya asam-asam amino menyatu secara kebetulan dengan rangkaian yang tepat
untuk membentuk protein. Beberapa protein yang terbentuk secara kebetulan ini
menempatkan diri di struktur yang menyerupai selaput sel, yang "agaknya" menjadi
eksis dan membentuk sebuah sel primitif. Lama-kelamaan sel-sel itu menyatu dan
membentuk organisme hidup. Arus utama terbesar skenario ini adalah eksperimen
Miller.
Akan tetapi, eksperimen Miller tidak lain kecuali dibuat-buat, dan
karenanya terbukti tidak benar dalam banyak hal.
Kebatilan Eksperimen Miller
Hampir setengah abad berlalu sejak Miller mengadakan eksperimen
ini. Walaupun ternyata batil dalam banyak hal, para evolusionis masih mengajukan
Miller dan hasil-hasilnya sebagai bukti mutlak bahwa kehidupan bisa terbentuk
seketika dari zat non-hidup. Akan tetapi, bila kita nilai eksperimen Miller
secara kritis, tanpa bias dan subyektivitas pemikiran evolusionis, situasinya
tidak seoptimis pemikiran evolusionis. Miller menetapkan sendiri tujuannya untuk
membuktikan bahwa asam amino bisa terbentuk dengan sendirinya dalam kondisi
primitif bumi. Beberapa asam amino dihasilkan, tetapi pelaksanaan eksperimen itu
bertentangan dengan tujuannya dalam banyak hal, seperti yang sekarang hendak
kita lihat.
ö Miller mengisolasi asam-asam amino itu dari lingkungan segera
setelah mereka terbentuk, dengan menggunakan mekanisme yang disebut "perangkap
dingin". Kalau ia tidak melakukannya, kondisi lingkungan tempat terbentuknya
asam amino akan segera menghancurkan molekul-molekul tersebut.
Sangatlah sia-sia dugaan bahwa mekanisme buatan jenis ini serupa
dengan kondisi purba bumi, yang mencakup radiasi ultraviolet, halilintar,
berbagai zat kimia, dan oksigen bebas dengan persentase yang tinggi. Tanpa
mekanisme semacam itu, segala asam amino yang memang terbentuk akan segera
hancur.
ö Lingkungan atmosfir purba yang diupayakan tiruannya oleh Miller
dalam eksperimennya tidak realistis. Nitrogen dan karbondioksida merupakan unsur
atmosfir purba, namun Miller mengabaikannya dan justru memakai metana dan
amonia.
Mengapa? Mengapa para evolusionis bertahan pada gagasan bahwa
atmosfir primitif mengandung banyak metana (CH4), amonia (NH3), dan uap air
(H2O)? Jawabannya sederhana: tanpa amonia, mustahil mensintesiskan asam amino.
Kevin McKean membahas hal ini dalam suatu artikel yang terbit di majalah
Discover:
Miller dan Urey meniru atmosfir purba bumi dengan campuran metana
dan amonia. Menurut mereka, bumi [pada zaman purba itu] sebenarnya merupakan
campuran yang homogen dari logam, batu, dan es. Namun dalam
penelitian-penelitian mutakhir, terpahami bahwa bumi sangat panas pada waktu itu
dan tersusun dari nikel dan dan besi yang membara. Karena itu, atmosfir kimiawi
pada masa itu mestinya sebagian besar terbentuk dari nitrogen (N2),
karbondioksida (CO2), dan uap air (H2O). Namun ini semua bukan metana dan amonia
untuk menghasilkan molekul-molekul organik.14
Setelah lama bungkam, Miller sendiri mengakui bahwa lingkungan
atmosfir yang ia manfaatkan dalam eksperimennya tidak realistis.
ö Hal penting lain yang membatalkan eksperimen Miller bahwa
terdapat cukup oksigen untuk menghancurkan semua asam amino di atmosfir pada
saat para evolusionis mengira bahwa asam amino terbentuk. Konsentrasi oksigen
ini tentu saja menghalangi pembentukan asam amino. Situasi ini sepenuhnya
meniadakan eksperimen Miller, yang melalaikan oksiogen secara total. Seandainya
ia menggunakan oksigen di eksperimennya, metana akan terurai menjadi
karbondioksida dan air, dan amonia akan terurai menjadi nitrogen dan air.
Di sisi lain, karena belum ada lapisan ozon, tidak mungkin ada
molekul organik yang hidup di bumi karena tidak terlindung sama sekali dari
sinar ultraviolet yang menyengat.
ö Di samping beberapa asam amino yang amat perlu bagi kehidupan,
eksperimen Miller juga menghasilkan banyak asam organik dengan karakteristik
yang sangat membahayakan struktur dan fungsi makhluk hidup. Jika ia tidak
mengisolasi asam-asam amino tersebut dan membiarkan mereka di lingkungan yang
sama dengan zat-zat kimiawi ini, kehancuran mereka atau perubahan mereka menjadi
campuran yang berbeda melalui reaksi kimia tidak akan terhindarkan. Lebih-lebih,
sejumlah besar asam amino non-kidal juga terbentuk. Keberadaan asam-asam amino
ini sendiri menyangkal teori [evolusi], bahkan dengan penalarannya sendiri,
karena asam amino non-kidal tidak mampu berfungsi dalam komposisi
organisme-organisme hidup dan merupakan protein yang tiada guna bila mereka
terdapat di komposisi mereka.
Kesimpulannya, keadaan pada waktu terbentuknya asam amino dalam
eksperimen Miller tidak layak bagi bentuk-bentuk kehidupan untuk menjadi ada.
Media pembentukan mereka adalah campuran asam amino yang menghancurkan dan
mengoksidasi segala molekul yang berguna yang mungkin diperoleh.
Para evolusionis itu sendiri sebenarnya membuktikan kesalahan teori
evolusi, kendati mereka tidak bermaksud demikian, dengan mengajukan eksperimen
ini sebagai "bukti". Jika eksperimen tersebut membuktikan sesuatu, maka itu
adalah bahwa asam amino hanya bisa diproduksi di lingkungan laboratorium yang
terkendali yang telah dirancang secara khusus dan disengaja dengan semua kondisi
yang diperlukan. Dengan kata lain, eksperimen tersebut menunjukkan bahwa yang
menyebabkan kehidupan (termasuk asam amino yang "hampir hidup") menjadi ada
bukanlah kebetulan yang tak disengaja, melainkan kehendak yang disengaja-atau
dengan satu kata, Penciptaan. Karena itu, setiap tahap Penciptaan merupakan ayat
yang membuktikan kepada kita keberadaan dan kekuasaan Allah.
DNA: Molekul Ajaib
Teori evolusi belum mampu menyediakan penjelasan yang masuk akal
perihal keberadaan molekul yang merupakan basis sel. Bahkan, perkembangan ilmu
genetika dan penemuan asam nukleik (DNA dan RNA) menimbulkan masalah yang baru
sekali bagi teori evolusi.
Pada 1955, karya dua ilmuwan DNA, James Watson dan Francis Crick,
meluncurkan era baru biologi. Terdapat banyak ilmuwan yang mengarahkan perhatian
mereka ke ilmu genetika. Kini, setelah bertahun-tahun penelitian, ilmuwa-ilmuwan
telah banyak memetakan struktur DNA.
Di sini, kami perlu memberi beberapa informasi dasar tentang
struktur dan fungsi DNA.
Molekul yang disebut DNA, yang terdapat di inti masing-masing dari
100 trilyun sel di tubuh kita, mengandung rencana konstruksi yang lengkap
tentang tubuh manusia. Informasi mengenai karakteristik seseorang, dari tampilan
fisik hingga struktur organ dalam, direkam di DNA dengan sistem penyandian
istimewa. Informasi di DNA disandi dalam rangkaian empat basis khusus yang
menyusun molekul ini. Basis-basis ini ditentukan sebagai A, T, G, dan C menurut
huruf awal nama mereka. Semua perbedaan struktural di antara orang-orang
bergantung pada variasi rangkaian basis-basis ini. Terdapat sekitar 3,5 milyar
nukleotida, yakni 3,5 trilyun huruf di molekul DNA.
Molekul yang disebut DNA mengandung rencana konstruksi yang lengkap tentang tubuh manusia. |
Data DNA yang mengenai protein atau organ tertentu tercakup dalam
unsur-unsur khusus yang disebut "gen". Sebagai misal, informasi mengenai mata
ada di sederetan gen khusus, sedangkan informasi mengenai jantung ada di
sederetan lain. Sel-sel itu menghasilkan protein dengan menggunakan informasi di
semua gen ini. Asam amino yang merupakan struktur protein ditentukan oleh
tatanan rangkaian tiga nukleotida di DNA.
Dalam hal ini, sebuah rincian penting layak diperhatikan. Suatu
kekeliruan di rangkaian nukleotida penyusun suatu gen menyebabkan gen itu tidak
berguna sama sekali. Bila kita perhatikan bahwa terdapat 200 ribu gen di tubuh
manusia, ini merupakan bukti tambahan betapa mustahil bagi jutaan nukletida yang
menyusun gen-gen ini terbentuk secara kebetulan dengan rangkaian yang benar.
Seorang biolog evolusionis, Frank Salisbury, mengomentari kemustahilan ini
seraya mengatakan:
Protein medium mungkin meliputi sekitar 300 asam amino. Gen DNA
yang mengendalikan ini sekitar 1.000 nukleotida di rantai ini. Karena ada empat
jenis nukleotida di rantai DNA, yang mengandung 1.000 hubungan bisa ada dalam
41000 bentuk. Dengan menggunakan aljabar kecil (algoritma), kita bisa melihat
bahwa 41000 = 10600. Sepuluh dikalikan dengan dirinya sendiri 600 kali
menghasilkan angka 1 yang diikuti dengan 600 nol! Bilangan ini jauh di luar
jangkauan pemahaman kita.15
Angka 41000 sama dengan 10600. Kita memperoleh bilangan ini dengan
menambahkan 600 nol terhadap 1. Karena 10 dengan 11 nol menunjukkan trilyun,
bilangan dengan 600 nol memang angka yang sulit untuk dimengerti.
Evolusionis Prof. Ali Demirsoy terpaksa menerima persoalan berikut
ini:
Pada kenyataannya, peluang pembentukan acak protein dan asam
nukleik (DNA-RNA) terlampau kecil. Kesempatan munculnya serantai protein
tertentu saja bersifat astronomik.16
Di samping semua kemustahilan ini, DNA nyaris tidak bisa terlibat
dalam suatu reaksi karena bentuk spiral ikatan-gandanya. Ini juga membuatnya
mustahil membayangkan bahwa ini bisa menjadi basis kehidupan.
Lebih-lebih, sementara DNA hanya bisa menggandakan diri dengan
bantuan beberapa enzim yang pada kenyataannya protein, sintesis enzim-enzim ini
hanya dapat terwujud dengan informasi yang disandi di DNA. Karena mereka berdua
saling bergantung, mereka harus ada di waktu yang sama untuk penggandaan diri,
atau salah satu dari keduanya harus "diciptakan" sebelum yang lain. Jacobson
seorang mikrobiolog Amerika mengomentari persoalan ini:
Pengarahan yang lengkap untuk reproduksi rencana, untuk energi dan
pencabutan bagian-bagian dari lingkungan mutakhir, untuk pertumbuhan rangkaian,
dan untuk mekanisme efektor yang menerjemahkan instruksi menjadi
pertumbuhan-semuanya harus hadir secara serempak pada saat itu (ketika kehidupan
berawal). Kombinasi peristiwa ini tampaknya dengan luar biasa tidak mungkin
kejadian yang kebetulan, dan seringkali dianggap berasal dari intervensi
ilahi.17
Kutipan di atas ditulis dua tahun sesudah pengungkapan struktur DNA
oleh James Watson dan Francis Crick. Walau terdapat semua perkembangan ilmu
tersebut, masalah ini masih tak terpecahkan bagi para evolusionis. Ringkasnya,
kebutuhan akan DNA dalam reproduksi, perlunya kehadiran beberapa protein untuk
reproduksi, dan persyaratan untuk menghasilkan protein-protein ini menurut
informasi di DNA seluruhnya melumpuhkan tesis-tesis evolusi.
Dua ilmuwan Jerman, Junker dan Scherer, menjelaskan bahwa sintesis
semua molekul itu memerlukan evolusi kimiawi, membutuhkan kondisi yang khas, dan
bahwa peluang pencampuran bahan-bahan ini yang secara teoretis mempunyai metode
pemerolehan yang sangat lain adalah nol:
Hingga sekarang,
tiada eksperimen yang diketahui bisa mendapatkan semua molekul yang diperlukan
untuk evolusi kimiawi. Karena itu, menghasilkan berbagai molekul di
tempat-tempat yang berlainan di bawah kondisi yang sangat laik dan kemudian
membawa mereka ke tempat lain untuk reaksi dengan melindungi mereka dari
unsur-unsur yang berbahaya seperti hidrolisis dan fotolisis adalah perlu.18
Singkatnya, teori evolusi tidak mampu untuk membuktikan semua tahap
evolusi yang disangka terjadi pada level molekul.
Kesimpulan dari pembahasan kita sejauh ini, baik asam-asam amino
maupun produk-produk mereka, yakni protein-protein penyusun sel-sel makhluk
hidup, tidak bisa dihasilkan di segala lingkungan yang disebut "atmosfir
primitif". Lebih-lebih, faktor-faktor seperti struktur protein yang luar biasa
rumitnya, corak kidal, non-kidal, dan sulitnya pembentukan ikatan peptida
hanyalah sebagian dari alasan-alasan mengapa mereka juga tidak akan pernah
dihasilkan di segala eksperimen mendatang.
Meskipun kita memperkirakan sesaat bahwa protein-protein agaknya
memang terbentuk secara kebetulan, yang masih tidak berarti, karena protein
bukan apa-apa sama sekali dengan sendirinya: mereka tidak bisa mereproduksi
sendiri. Sintesis dimungkinkan hanya dengan informasi yang disandi di
molekul-molekul DNA dan RNA. Tanpa DNA dan RNA, reproduksi protein mustahil.
Rangkaian tertentu duapuluh asam amino yang berbeda yang disandi di DNA
menentukan struktur semua protein di tubuh. Akan tetapi, seperti yang telah
banyak dijelaskan oleh semua orang yang telah mengkaji molekul-molekul ini, DNA
dan RNA mustahil terbentuk secara kebetulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar