Minggu, 05 Februari 2012

Memahami Allah Melalui Akal

PEMAHAMAN MATERI YANG TIDAK MATERIALIS
Orang yang dengan sadar dan bijaksana merenungkan keadaan sekitarnya akan menyadari bahwa segala benda di alam semesta-baik yang hidup maupun yang mati-pasti diciptakan. Pertanyaannya adalah "Siapa Pencipta semua benda ini?"
Terbukti bahwa "fakta penciptaan", yang dengan sendirinya mengungkap di setiap aspek alam semesta, bukan merupakan hasil dari alam semesta sendiri. Contohnya, hama atau kutu tidak dapat menciptakan diri sendiri. Sistem matahari tidak dapat menciptakan atau mengatur diri sendiri. Demikian juga dengan tanaman, manusia, bakteri, erythrocytes (corpuscles yang berdarah merah), atau pun kupu-kupu. Bahkan tidak terbayang sama sekali bahwa semua ini ada "secara kebetulan".
Karena itu, kami tiba pada kesimpulan berikut: Segala sesuatu yang kita lihat telah diciptakan, tetapi tidak ada yang terlihat sebagai "pencipta" diri-sendiri. Sang Pencipta berbeda dari dan lebih unggul daripada semua yang kita lihat dengan mata kita, suatu kekuatan superior yang tidak kelihatan tetapi yang keberadaannya dan sifat-sifatnya ditunjukkan dalam segala hal yang ada.
Inilah keberatan bagi orang-orang yang menolak keberadaan Allah. Orang-orang ini terkondisi tidak beriman atas keberadaan-Nya kecuali jika mereka melihat-Nya sendiri. Orang-orang ini, yang mengabaikan fakta "penciptaan" terpaksa mengabaikan keadaan makhluk sebenarnya yang terwujud di seluruh alam semesta dan berupaya membuktikan bahwa alam semesta dan makhluk hidup tidak diciptakan. Teori evolusi merupakan contoh penting upaya mereka yang sia-sia sampai akhir ini.
Kesalahan dasar orang-orang yang menolak Allah terdapat pada banyak orang yang tidak sungguh-sungguh menolak adanya Allah tetapi memiliki persepsi yang salah tentang Allah. Mereka tidak menyangkal penciptaan tetapi dalam keyakinan takhayulnya tentang "di mana" Allah. Sebagian besar dari mereka mengira bahwa Allah ada di atas "langit". Mereka diam-diam membayangkan bahwa Allah ada di belakang planet yang sangat jauh dan pernah mencampuri "urusan duniawi" sekali, atau mungkin tidak turut campur sama sekali. Mereka membayangkan bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dan kemudian meninggalkannya untuk berfungsi sendiri, meninggalkan manusia untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Adapun sebagian lainnya telah mendengar, tertulis dalam Al-Qur'an bahwa Allah ada "di mana-mana", tetapi mereka tidak dapat meyakini arti sebenarnya. Mereka mengira bahwa Allah mengitari segala hal seperti gelombang radio atau seperti gas yang tidak kelihatan dan tidak berwujud.
Akan tetapi, keyakinan ini dan keyakinan lain yang tidak dapat menjelaskan "di mana" Allah berada (dan mungkin karena menolak Allah) semuanya berdasarkan pada kesalahan lazim. Mereka berprasangka tanpa landasan apa pun dan kemudian beralih pada opini yang salah tentang Allah. Prasangka apa?
Prasangka ini mengenai hakikat dan sifat zat. Kita sedemikan terkondisi dalam pemikiran takhyul kita tentang keberadaan zat sehingga kita tidak pernah berpikir apakah materi itu ada ataukah tidak ada atau hanya bayang-bayang. Ilmu pengetahuan modern menghancurkan prasangka ini dan membuka dan menunjukkan kenyataan penting ini. Di halaman-halaman berikut, kami akan berupaya menjelaskan kenyataan besar ini yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an.
DUNIA SINYAL-SINYAL LISTRIK
Semua informasi yang telah kita miliki tentang dunia tempat kita hidup disampaikan kepada kita melalui pancaindera kita. Dunia yang kita ketahui ini terdiri dari hal-hal yang dilihat oleh mata kita, dirasakan oleh tangan kita, dibaui oleh hidung kita, dirasakan oleh lidah kita, dan didengarkan oleh telinga kita. Kita tidak pernah berpikir bahwa alam luar dapat berupa apa saja yang lain dari yang disajikan oleh pancaindera kita, karena kita hanya tergantung pada pancaindera itu sejak lahir.
Riset modern di berbagai bidang ilmu pengetahuan menunjukkan pemahaman yang sangat berbeda dan menimbulkan keraguan yang serius tentang pancaindera kita dan dunia yang kita alami dengan pancaindera itu.
Titik-awal pendekatan ini ialah bahwa pemikiran tentang "dunia luar" yang terbentuk dalam otak kita hanya merupakan respon yang diciptakan dalam otak kita dengan sinyal-sinyal kelistrikan. Apel yang berwarna merah, kayu yang keras dan, demikian juga, ibu, ayah, keluarga anda dan apa saja yang anda miliki, rumah, pekerjaan dan baris-baris buku ini, hanya terdiri dari sinyal-sinyal listrik.
Frederick Vester menjelaskan hal tersebut bahwa ilmu pengetahuan telah mencapai pokok bahasan ini:
Pernyataan sebagian ilmuwan yang bersikap bahwa "manusia ialah suatu kesan", segala hal yang dialami bersifat sementara dan menipu, dan alam semesta ialah suatu bayang-bayang, tampaknya pasti terbukti oleh ilmu pengetahuan pada masa kita.25
Filsuf terkenal George Berkeley berkomentar tentang masalah tersebut sebagai berikut:
Kami mempercayai keberadaan obyek hanya karena kami melihat dan menyentuhnya, dan obyek-obyek tersebut terpantul pada kita melalui persepsi kita. Bagaimanapun, cerapan kita hanya merupakan gagasan-gagasan dalam benak kita. Jadi, obyek yang kita tangkap dengan persepsi hanyalah gagasan, dan gagasan ini pada dasarnya tidak ada kecuali dalam benak kita. ... Karena semua obyek ini hanya ada dalam pikiran, ini berarti bahwa kita terperdaya oleh penipuan ketika kita membayangkan alam semesta dan benda-benda yang memiliki keberadaan di luar benak. Jadi, tidak ada benda sekitar kita yang mempunyai suatu keberadaan di luar benak kita.26



Rangsangan yang datang dari suatu obyek diubah menjadi sinyal-sinyal listrik dan menimbulkan efek-efek di otak kita. Tatkala kita "melihat", kita sebenarnya memandang efek-efek dari sinyal-sinyal listrik di otak kita.

Untuk menjelaskan masalah tersebut, mari kita perhatikan indera penglihatan kita, yang menyediakan kita informasi yang paling luas tentang alam luar.
BAGAIMANA KITA MELIHAT, MENDENGAR, DAN MERASAKAN?
Tindakan melihat disadari secara progresif. Gugus-gugus sinar (foton-foton) berjalan dari obyek ke mata dan melewati lensa di depan mata yang membiaskan foton dan membalikkannya pada retina di belakang mata. Di sini, cahaya yang menimpa diubah menjadi sinyal-sinyal listrik yang dikirim oleh neuron ke suatu titik yang sangat kecil yang disebut pusat penglihatan di belakang otak. Sinyal listrik ini diterima sebagai suatu kesan di bagian tengah dalam otak setelah adanya serangkaian proses. Tindakan melihat sebenarnya terjadi di titik yang sangat kecil ini di bagian belakang otak, yang gelap gulita dan sepenuhnya tersekat dari cahaya.
Sekarang, mari kita perhatikan lagi proses yang tampaknya biasa-biasa saja. Ketika kita mengatakan, "kita melihat", sebenarnya kita sedang melihat pengaruh rangsangan yang sampai pada mata kita dan dilanjutkan sampai pada otak kita, setelah pengaruh rangsangan itu diubah bentuknya ke dalam sinyal-sinyal listrik. Dengan kata lain, ketika kita mengatakan, "kita melihat", kita sebenarnya mengamati sinyal-sinyal listrik di benak kita.
Semua kesan yang kita lihat dalam kehidupan kita terbentuk di pusat penglihatan kita, yang volumenya hanya beberapa sentimeter kubik di otak. Baik buku yang sedang anda baca maupun bentang tiada batas yang anda lihat ketika menatap cakrawala disesuaikan ke dalam ruang yang sangat kecil ini. Hal lain yang harus diingat, seperti yang telah kita catat sebelumnya, otak itu tersekat dari cahaya; bagian dalamnya sepenuhnya gelap. Otak tidak berhubungan dengan cahaya itu sendiri.

Bahkan pada saat kita merasakan cahaya dan panas api, bagian-dalam otak kita gelap-gulita dan suhunya tak pernah berubah.
Segala yang kita lihat dalam kehidupan kita terbentuk di suatu bagian dari otak kita yang disebut "pusat penglihatan" yang terletak di belakang otak kita, dan yang volumenya hanya beberapa sentimeter kubik. Baik buku yang sedang anda baca maupun bentang tiada batas yang anda lihat ketika menatap cakrawala disesuaikan ke dalam ruang yang sangat kecil ini. Karena itu, kita melihat obyek-obyek tidak dalam ukuran mereka yang sebenarnya ada di luar, tetapi dalam ukuran yang dicerap oleh otak kita.

R. L. Gregory memberikan penjelasan berikut tentang aspek melihat yang menakjubkan, sesuatu yang seringkali kita alami begitu saja:
Kita amat mengenal penglihatan, sehingga diperlukan suatu lompatan imajinasi untuk menyadari bahwa ada masalah yang harus diselesaikan. Namun perhatikanlah. Kita diberi kesan-kesan sangat kecil yang terbalik di mata, dan kita melihat obyek kuat yang terpisah di ruang sekitarnya. Dari pola simulasi pada retina, kita mencerap dunia obyek, dan ini tidak aneh sama sekali.27
Bundel-bundel cahaya yang datang dari suatu obyek menimpa retina secara terbalik. Di sini, kesannya diubah menjadi sinyal-sinyal listrik dan dipindahkan ke pusat penglihatan di belakang otak. Karena otak tersekat dari cahaya, mustahil cahaya mencapai pusat penglihatan. Ini berarti bahwa kita memandang dunia luas yang terang dan dalam di suatu titik kecil yang tersekat dari cahaya.
Situasi yang sama dengan itu terdapat juga pada semua indera kita yang lain. Suara, sentuhan, rasa, dan bau dikirim semuanya ke otak sebagai sinyal-sinyal listrik dan dicerap di pusat-pusat indera yang sesuai di otak.
Indera pendengaran berfungsi dengan cara yang serupa dengan indera penglihatan. Telinga-luar memilih suara-suara melalui daun telinga dan mengarahkan suara-suara itu ke telinga-tengah. Telinga-tengah mengirimkan getaran suara ke telinga-dalam dan menguatkan suara-suara itu. Telinga-dalam menyalin getaran-getaran itu menjadi sinyal-sinyal listrik, yang kemudian mengirimkannya ke otak. Seperti halnya mata, tindakan mendengar akhirnya terjadi di pusat pendengaran dalam otak. Otak tersekat dari suara sebagaimana tersekat dari cahaya. Karena itu, betapapun berisiknya keadaan luar, bagian-dalam otak sepenuhnya hening.
Namun demikian, suara-suara yang paling halus pun dicerap oleh otak. Sangatlah tepat bahwa telinga orang yang sehat mendengar apa saja tanpa suara berisik sekeliling. Dalam otak anda, yang tersekat dari suara, anda mendengar simfoni dari sebuah orkestra, mendengar suara-suara bising dari tempat yang ramai, dan menerima semua suara dalam rentang frekuensi yang lebar, dari desiran daun sampai deru pesawat jet. Akan tetapi, jika tingkat suara di otak anda diukur dengan alat sensitif pada saat itu, maka akan terlihat bahwa keheningan total berlaku di sana.
Persepsi kita tentang bau terbentuk dengan cara yang sama. Molekul yang mudah menguap dipancarkan oleh benda-benda sepeti panili atau bunga mawar sampai ke reseptor dalam rambutnya yang lembut di bagian epitelium hidung dan terjadilah interaksi. Interaksi ini dikirimkan ke otak sebagai sinyal listrik dan diterima sebagai bau. Segala benda yang kita baui, disukai atau pun tidak disukai, hanyalah persepsi otak tentang interaksi molekul-molekul yang mudah menguap setelah diubah menjadi sinyal-sinyal listrik. Anda mendapatkan bau dari parfum, bunga, makanan yang anda sukai, laut, atau bau-bau lain yang anda sukai atau tidak anda sukai, di otak anda. Molekul-molekul itu sendiri tak pernah mencapai otak. Sebagaimana dengan suara dan pemandangan, yang mencapai otak anda hanyalah sinyal listrik. Dengan kata lain, semua bau yang telah anda anggap-sejak anda lahir-terdapat pada obyek-obyek luar ternyata hanya sinyal-sinyal listrik yang anda rasakan melalui organ indera anda.
Begitu pula, ada empat jenis reseptor kimiawi di bagian depan lidah manusia. Hal ini ada hubungannya dengan empat rasa: asin, manis, asam, dan pahit. Reseptor-rasa kita mengubah persepsi ini ke dalam sinyal listrik melalui serangkaian proses kimiawi dan mengirimkannya ke otak. Sinyal-sinyal ini diterima sebagai rasa oleh otak. Rasa yang anda alami ketika anda makan buah-buahan atau sebatang coklat yang anda sukai ialah penafsiran sinyal-sinyal ini oleh otak. Anda tidak pernah mencapai obyek di alam luar; anda tidak pernah melihat, mencicipi atau merasakan coklat sendiri. Contohnya, jika syaraf rasa yang bergerak ke otak dipotong, maka rasa dari sesuatu yang anda makan tidak akan sampai ke otak anda; anda akan sepenuhnya kehilangan cita rasa anda.
Dalam hal ini, kita sampai pada fakta lain: kita tidak pernah pasti bahwa yang kita alami ketika kita merasakan makanan dan yang dialami oleh orang lain ketika ia merasakan makanan yang sama, atau yang kita cerap ketika kita mendengar suara dan yang dicerap oleh orang lain ketika ia mendengar suara yang sama adalah sama. Lincoln Barnett berpendapat bahwa tiada seorang pun dapat mengetahui apakah orang lain mencerap warna merah atau mendengar not C dengan cara sama seperti dirinya sendiri.28
Indera sentuh kita tidak berbeda dengan indera lainnya. Ketika kita menyentuh suatu obyek, semua informasi yang akan membantu kita dalam mengenali alam luar dan obyek-obyek itu dikirim ke otak oleh syaraf indera di kulit. Merasakan sentuhan itu terbentuk dalam otak kita. Berlawanan dengan keyakinan umum, tempat pencerapan indera sentuh kita tidak di ujung jari kita atau di kulit kita, tetapi di pusat persepsi-sentuh di otak kita. Dengan adanya penafsiran otak terhadap rangsangan elektris yang sampai ke otak dari obyek-obyek, kita mengalami obyek-obyek itu berbeda seperti keras atau lembut, panas atau dingin. Kami menguraikan semua rincian yang membantu kita mengenali obyek dari rangsangan-rangsangan ini. Berkenaan dengan hal ini, pemikiran dua filsuf terkenal, B. Russell dan L. Wittgenstein, adalah sebagai berikut:
Contohnya, apakah jeruk benar-benar ada ataukah tidak dan bagaimana jeruk itu menjadi ada tidak bisa dipertanyakan dan diselidiki. Jeruk hanya terdiri dari cita rasa yang dirasakan oleh lidah, bau yang dibaui oleh hidung, warna dan bentuk yang dilihat oleh mata; dan hanya sifat-sifat inilah yang dapat diuji dan dinilai. Ilmu pengetahuan tidak akan bisa mengetahui dunia fisik.29
Mustahil bagi kita untuk menjangkau dunia fisik. Semua obyek di sekitar kita merupakan kumpulan persepsi seperti penglihatan, pendengaran, dan penyentuhan. Dengan memproses data di pusat penglihatan dan di pusat sensorik lainnya, otak kita, sepanjang hidup kita, tidak bertentangan dengan "asal-usul" zat yang ada di luar kita, tetapi merupakan salinan yang terbentuk di dalam otak kita. Dalam hal ini kita tersesat bila menganggap salinan-salinan ini sebagai contoh zat-nyata di luar kita.
"DUNIA LUAR" DI DALAM OTAK KITA
Dari kenyataan fisik yang digambarkan sejauh ini, kita bisa menyimpulkan sebagai berikut. Segala yang kita lihat, rasakan, dengar, dan cerap sebagai "zat", "dunia" atau "alam semesta" hanya merupakan sinyal-sinyal listrik yang terjadi di otak kita.
Orang yang makan buah tidak bertentangan dengan buah yang sebenarnya, tetapi dengan persepsi otaknya. Obyek yang diperhatikan seseorang sebagai "buah" itu sebenarnya terdiri dari kesan elektrik dalam otak perihal bentuk, rasa, bau, dan tekstur buah. Jika syaraf penglihatan yang bergerak ke otak terserang mendadak, maka kesan buah itu akan spontan hilang. Terputusnya syaraf yang bergerak dari sensor-sensor dalam hidung ke otak sepenuhnya akan menyela rasa bau. Sederhana saja, buah tersebut tidak ada. Yang ada ialah penafsiran otak terhadap sinyal-sinyal listriknya.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah rasa jarak. Jarak, contohnya jarak anda dengan buku ini, ialah perasaan ruang yang terbentuk dalam otak anda. Obyek-obyek yang tampaknya pasti jauh dalam pandangan seseorang juga ada dalam otaknya. Contohnya, orang yang mengamati bintang-bintang di langit menganggap bahwa bintang-bintang itu jutaan mil jauhnya dari orang tersebut. Akan tetapi, yang ia "lihat" itu sebenarnya adalah bintang-bintang dalam dirinya sendiri, di pusat penglihatannya. Ketika anda membaca baris-baris ini, anda sebenarnya tidak ada dalam ruang yang anda anggap sendiri ada di dalamnya; sebaliknya, ruangnya adalah dalam diri anda. Penglihatan anda tentang tubuh anda mendorong anda berpikir bahwa anda ada di dalamnya. Bagaimanapun juga, anda harus mengingat bahwa tubuh anda, juga, merupakan suatu kesan yang terbentuk dalam otak anda.

Akibat dari rangsangan semu, alam luar seakan-akan benar dan nyata seperti yang nyata terbentuk di dalam otak kita tanpa keberadaan alam luar.

Hal itu berlaku pula pada semua pencerapan lain. Contohnya, ketika anda mengira bahwa anda mendengar suara televisi di ruang sebelah, sebenarnya anda mengalami suara dalam otak anda. Anda tidak dapat membuktikan bahwa ada ruang di dekat anda sendiri, bahwa ada suara berasal dari televisi di ruang itu. Baik suara yang anda kira berasal dari jauh bermeter-meter maupun percakapan seseorang yang tepat di sebelah anda diterima di pusat pendengaran beberapa sentimeter persegi dalam otak anda. Terlepas dari dalam pusat penglihatan ini, konsep seperti kanan, kiri, depan atau pun belakang tidak ada. Dengan kata lain, suara tidak sampai ke anda dari kanan, dari kiri, atau dari udara ; tidak ada arah sumber suara.
Akibat dari rangsangan semu, orang mungkin mengira bahwa ia sedang mengendarai mobilnya, padahal sebenarnya ia sedang duduk di rumah.
Demikian juga dengan bau yang anda isap; tak satu pun bau sampai ke anda dari jarak yang jauh. Anda menganggap bahwa pengaruh akhir yang terbentuk di pusat bau anda ialah bau dari obyek alam luar. Akan tetapi, seperti kesan bunga mawar dalam pusat penglihatan anda, demikian pula bau mawar di pusat bau anda; tidak ada bunga atau bau yang ada hubungannya dengan bau di alam luar.
"Dunia luar" yang tersaji untuk kita melalui penginderaan kita hanya merupakan kumpulan sinyal listrik yang sampai ke otak kita. Sepanjang hidup kita, otak kita memproses sinyal-sinyal ini dan kita hidup tanpa mengakui bahwa kita salah dalam mengasumsikan bahwa hal ini merupakan versi asli benda-benda yang ada di "alam luar". Kita tersesat karena kita tidak pernah dapat mencapai zat-zat itu sendiri dengan perantara indera kita.
Lagipula, otak kita menafsirkan dan mengartikan sinyal-sinyal yang, pada anggapan kita, ada di "alam luar". Contohnya, mari kita perhatikan indera pendengaran. Otak kita mengubah bentuk gelombang suara yang ada di alam luar ke dalam suatu simfoni. Katakanlah, musik juga merupakan suatu persepsi yang dibuat oleh otak kita. Dengan cara yang sama, ketika kita melihat warna, yang sampai ke mata kita hanyalah sinyal-sinyal listrik dari panjang-gelombang yang berlainan. Otak kita mengubah bentuk sinyal-sinyal ini ke dalam warna. Tidak ada warna di "alam luar". Juga tidak ada apel yang berwarna merah, atau pun langit yang berwarna biru, atau pun pohon yang berwarna hijau. Benda-benda itu begitu karena kita mencerapnya demikian. "Dunia luar" sepenuhnya tergantung pada pihak penerima.
Bahkan kerusakan yang paling ringan di retina mata menyebabkan buta warna. Sebagian orang mencerap biru sebagai warna hijau, merah sebagai warna biru dan sebagian mencerap semua warna sebagai sifat abu-abu yang berbeda. Dalam hal ini, tidak perduli apakah obyek yang ada di alam luar berwarna ataukah tidak.
Temuan-temuan fisika modern memperlihatkan bahwa alam semesta merupakan kumpulan cerapan. Pertanyaan berikut ini muncul di kover sebuah majalah ilmiah Amerika, New Scientist, yang memperhatikan masalah ini pada edisi 30 Januari 1999-nya: "Di Balik Kenyataan: Apakah alam semesta itu pada kenyataannya sendau-gurau dari informasi utama dan apakah materi itu hanya fatamorgana?
Berkeley, seorang pakar terkemuka, juga menunjukkan fakta ini:
Pada awalnya, diyakini bahwa warna, bau, dan lain-lain "benar-benar ada", tetapi selanjutnya pandangan demikian ditinggalkan, dan terlihat bahwa itu semua tergantung pada penginderaan kita belaka.30
Kesimpulannya, alasan kita melihat obyek-obyek berwarna bukan karena obyek-obyek itu berwarna atau karena memiliki keberadaan material yang terpisah di luar obyek itu sendiri. Kebenaran zat ialah bahwa semua sifat yang kita anggap berasal dari obyek itu ada dalam diri kita dan bukan di "alam luar". Jadi, masih adakah "alam luar"?
APAKAH KEBERADAAN "DUNIA LUAR" HARUS ADA?
Sejauh ini, kita telah berulang kali membicarakan suatu "dunia luar" dan suatu dunia cerapan yang terbentuk dalam otak kita; bahwa cerapan inilah yang kita lihat. Akan tetapi, karena kita sebenarnya tidak pernah dapat mencapai alam luar, lantas bagaimana kita dapat memastikan bahwa dunia sedemikian itu benar-benar ada?
Sebenarnya kita tidak dapat. Karena setiap obyek hanya merupakan kumpulan persepsi dan persepsi-persepsi itu hanya ada dalam pikiran, yang lebih seksama adalah mengatakan bahwa satu-satunya dunia yang benar-benar ada adalah dunia persepsi. Satu-satunya dunia yang kita ketahui ialah dunia yang ada dalam pikiran kita: dunia yang dirancang, direkam, dan dibuat hidup di sana; dunia yang diciptakan dalam pikiran kita. Hal ini merupakan satu-satunya dunia yang dapat kita pastikan.
Kita tidak pernah dapat membuktikan bahwa persepsi yang kita amati dalam otak kita memiliki korelasi material. Persepsi-persepsi itu secara logis dapat berasal dari sumber "semu".
Ini bisa diamati. Rangsangan yang salah dapat menghasilkan dunia materi yang sepenuhnya bersifat khayal dalam benak kita. Contohnya, mari kita bayangkan suatu alat perekam yang sangat canggih yang dapat merekam semua jenis sinyal-sinyal listriknya. Pertama, mari kita salurkan semua data yang terkait dengan suatu setting (yang mencakup gambaran badan) ke alat ini dengan mengubahnya menjadi sinyal-sinyal listrik. Kedua, mari kita bayangkan bahwa otak bisa bertahan hidup lepas dari raga. Akhirnya, mari kita hubungkan alat perekam itu ke otak dengan elektroda-elektroda yang akan berfungsi sebagai syaraf dan mengirim data yang sudah tercatat itu ke otak. Dalam keadaan ini, anda akan mengalami sendiri hidup dalam setting yang dibuat semu ini. Contohnya, anda dapat mudah percaya bahwa anda mengendarai kencang di jalan raya. Mungkin mustahil memahami bahwa anda terdiri dari ketiadaan kecuali otak anda. Ini karena yang diperlukan untuk membentuk suatu dunia dalam otak anda bukan merupakan keberadaan dunia nyata, melainkan rangsangan. Tentu saja rangsangan-rangsangan ini dapat berasal dari sumber semu, seperti tape-recorder.
Dalam hubungan itu, Bertrand Russel, filsuf lain, menulis:
Ketika dengan indera sentuh kita menekan meja dengan jari kita, dihasilkan acakan listrik elektron dan proton pada ujung jari kita, menurut ilmu fisika modern, di dekat elektron dan proton pada meja. Jika ada pengacakan sedemikian ini di ujung jari kita dengan cara apa saja, kita mesti mempunyai sensasi, meskipun tidak ada meja.31
Sebenarnya kita sangat mudah tertipu untuk mempercayai bahwa persepsi itu nyata, tanpa harus berkorelasi dengan materi apa saja. Kita sering mengalami perasaan ini dalam mimpi kita, yang di dalamnya kita mengalami kejadian, melihat orang, obyek dan keadaan yang sepenuhnya nyata. Meskipun demikian, semua itu lain kecuali persepsi saja. Tiada perbedaan mendasar antara mimpi dan dunia nyata. Keduanya dialami di otak.
SIAPA PENCERAPNYA?
Seperti yang telah kita hubungkan sejauh ini, tiada keraguan bahwa dunia yang kita kira kita tinggali dan yang kita sebut "dunia luar" itu kita cerap di dalam otak kita. Namun, di sini muncul pertanyaan terpenting. Jika semua kejadian fisik yang kita tahu ini pada dasarnya persepsi, bagaimana dengan otak kita? Karena otak kita merupakan bagian dari dunia fisik seperti juga lengan, kaki atau obyek lainnya, otak kita juga pasti persepsi seperti semua obyek lainnya.
Contoh tentang mimpi akan menerangi pokok bahasan berikutnya. Mari kita berpikir bahwa kita melihat dalam impian kita menurut apa yang telah dikatakan sejauh ini. Dalam mimpi, kita akan memiliki tubuh khayal, mata khayal, dan otak khayal. Jika selama kita bermimpi, kita ditanya, "di mana kamu melihat?" maka kita akan menjawab "Saya melihat di dalam otakku". Akan tetapi, itu sebenarnya bukan otak untuk berbicara, tetapi kepala khayal dan otak khayal. Pelihat kesan itu bukan otak khayal di dalam mimpi, melainkan sesuatu yang jauh "mengungguli" otak itu.
Kita tahu bahwa tiada perbedaan fisik antara keadaan mimpi dan keadaan yang kita sebut dunia nyata. Jadi, ketika kita ditanyai, tentang keadaan yang disebut kehidupan nyata, pertanyaan tadi "di mana kita melihat" itu tiada berarti sebagaimana pertanyaan "di mana otak kita" seperti contoh di atas. Dalam kedua kondisi ini, entitas yang melihat dan mengindera bukanlah otak, yang bagaimanapun hanya sebongkah daging.
Ketika menganalisis otak, kami perhatikan bahwa tiada apa pun di dalamnya kecuali molekul protein dan lipida, yang juga ada pada organisme hidup lainnya. Artinya, dalam sepotong daging yang kita sebut otak kita, tiada apa pun yang mengamati kesan-kesan, yang merupakan kesadaran, atau yang menciptakan sesuatu yang kita sebut "saya sendiri".
R. L. Gregory menunjukkan kesalahan yang orang buat dalam hubungannya dengan persepsi tentang kesan di dalam otak:
Ada suatu godaan, yang harus dihindari, untuk mengatakan bahwa mata menghasilkan gambar dalam otak. Gambar dalam otak menjelaskan perlunya beberapa jenis mata intern untuk melihatnya-tetapi hal ini akan membutuhkan mata berikutnya untuk gambarnya ... dan lain-lain, dalam suatu kemunduran mata dan gambar yang tiada berakhir. Hal ini mustahil.32
Inilah gagasan inti yang menempatkan penganut materialisme, yang tidak mengakui kebenaran apa pun kecuali benda, dalam suatu kebingungan: siapa yang mempunyai "mata di dalam" yang melihat, yang mencerap hal-hal yang dilihat dan ditanggapi?
Karl Pribram juga berfokus pada pertanyaan penting ini, tentang siapa pencerapnya, dalam dunia ilmu pengetahuan dan filsafat:
Sejak jaman Yunani kuno, para filsuf memikirkan "hantu di mesin", "manusia kecil dalam manusia kecil" dan lain-lain. Di manakah "saya"-nya orang yang menggunakan otaknya? Siapa yang menyadari tindakan mengetahui?" Seperti yang dikatakan Saint Francis dari Assisi: "Yang kita cari adalah sesuatu yang melihat".33
Sekarang, berpikirlah tentang hal ini: Buku di tangan anda, kamar anda, pendek kata, semua kesan di depan anda terlihat di dalam otak anda. Apakah atom-atom yang melihat kesan-kesan ini? Atom yang buta, lumpuh dan tidak sadar? Mengapa sebagian atom mempunyai sifat ini sedangkan yang lain tidak? Apakah tindakan kita berpikir, memahami, mengingat, senang, sedih, dan segala tindakan lain terdiri dari reaksi-reaksi elektrokimia antara atom-atom ini?
Ketika kita menebarkan pertanyaan-pertanyaan ini, kita tahu bahwa tidak masuk akal mencari kehendak di dalam atom-atom. Jelaslah bahwa being yang melihat, mendengar dan merasakan adalah being yang berbahan unggul. Being ini hidup dan juga bukan materi atau pun gambaran materi. Being ini ada hubungannya dengan persepsi-persepsi di depannya dengan menggunakan gambaran tubuh kita.
Being ini ialah "roh".
Kumpulan cerapan yang kita sebut "alam materi" ialah suatu mimpi yang diamati oleh roh ini. Karena tubuh yang kita miliki dan dunia materi yang kita lihat dalam mimpi kita tidak memiliki realitas, alam semesta yang kita huni dan tubuh yang kita miliki juga tidak memiliki realitas material.
Yang keberadaannya nyata ialah roh. Zat hanya terdiri dari cerapan-cerapan yang dipandang oleh jiwa. Makhluk yang cerdas yang menulis dan membaca buku ini masing-masing bukan merupakan lompatan atom dan molukel dan reaksi kimia antara lompatan atom dan molekul, melainkan "roh".

Otak adalah kumpulan molekul protein dan lipida, terbentuk dari sel-sel syaraf yang disebut neuron. Di dalam sepotong daging ini, tiada apa pun yang mengamati gambaran, yang merupakan kesadaran, atau yang menciptakan sesuatu yang kita sebut "saya sendiri".
YANG KEBERADAANYA PASTI NYATA
Semua kenyataan ini membawa kita langsung ke satu pertanyaan yang sangat penting. Jika sesuatu yang kita kenal sebagai alam materi hanya terdiri dari persepsi yang dilihat oleh roh kita, lantas apa saja sumber persepsi-persepsi ini?
Dalam menjawab pertanyaan ini, kita harus memperhatikan yang berikut ini: zat tidak mempunyai keberadaan pengatur-diri dengan sendirinya. Karena merupakan persepsi, zat adalah sesuatu yang "semu". Dengan kata lain, persepsi ini pasti disebabkan oleh kekuatan lain, yang berarti pasti diciptakan. Lagipula, penciptaan ini harus kontinyu. Jika tidak ada penciptaan yang kontinyu dan konsisten, maka yang kita sebut zat itu akan lenyap dan hilang. Ini bisa disamakan dengan televisi yang gambarnya ditampilkan selama sinyalnya terus disiarkan. Jadi, siapa yang membuat roh kita melihat bulan, bumi, tumbuhan, manusia, tubuh kita dan segala zat lain yang kita ketahui?
Hal itu merupakan bukti bahwa ada Pencipta atau Tuhan, Yang menciptakan seluruh semesta materi, yaitu, sekumpulan persepsi, dan melanjutkan penciptaannya dengan tiada henti. Karena Pencipta ini menampilkan suatu ciptaan yang demikian menakjubkan, Ia pasti memiliki kekuatan yang abadi.
Pencipta ini memperkenalkan Dirinya sendiri kepada kita. Ia telah menciptakan suatu kitab dan melalui kitab ini telah menjelaskan pada kita tentang Diri-Nya sendiri, alam semesta, dan sebab keberadaan kita.
Pencipta ini ialah Allah dan nama kitab-Nya adalah Al-Qur'an.
Fakta bahwa langit dan bumi, yaitu alam semesta, tidak stabil, yang keberadaannya hanya dimungkinkan karena Allah menciptakannya dan bahwa keberadaannya akan sirna jika Allah mengakhiri ciptaan ini, semua itu dijelaskan dalam ayat berikut ini:
Sungguh, Allah Yang menahan langit dan bumi, supaya tidak lenyap, tak seorang pun yang dapat menahannya. Dan kalau keduanya lenyap, tak siapa pun yang dapat menahannya sesudah Dia. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun. (Surat al-Faathir, 41)
Seperti yang telah kita sebutkan di awal, sebagian orang tidak memiliki pemahaman tentang Allah dan mereka membayangkan Allah sebagai suatu makhluk yang ada di mana saja di langit dan tidak benar-benar mencampuri urusan duniawi. Dasar logika ini sebenarnya bersandar pada pemikiran bahwa alam semesta merupakan pertemuan mater-materi dan Allah berada di luar alam materi ini, di suatu tempat yang sangat jauh letaknya. Pada beberapa agama yang salah, keyakinan kepada Allah terbatas pada pemahaman ini.
Bagaimanapun juga, seperti yang telah kita pahami sejauh ini, zat hanya terdiri dari sensasi. Dan satu-satunya being yang benar-benar mutlak ialah Allah. Artinya, yang ada hanyalah Allah; semua benda kecuali Allah ialah makhluk bayang-bayang. Walhasil, tidak mungkin memahami Allah sebagai yang terpisah dan di luar dari semua massa material. Allah pasti ada "di mana saja" dan meliputi semua. Kenyataan ini dijelaskan dalam Al-Qur'an sebagai berikut:
Allah ! Tiada tuhan selain Dia Yang Hidup, Yang Berdiri Sendiri, Abadi, tak pernah terlena, tak pernah tidur. Milik-Nyalah segala yang di langit, segala yang di bumi. Siapakah yang dapat memberi perantaraan di hadapan-Nya tanpa izin-Nya? Ia mengetahui segala yang di depan mereka dan segala yang di belakang mereka; mereka takkan mampu sedikit pun menguasai ilmu-Nya kecuali yang dikehendaki-Nya. Singgasananya meliputi langit dan bumi, dan tiada merasa berat Ia menjaga dan memelihara keduanya. Ia Mahatinggi, Mahabesar. (Surat al-Baqarah, 255)
Allah tidak terikat oleh ruang dan bahwa Ia meliputi segala sesuatu dinyatakan di ayat lain berikut ini :
Milik Allah timur dan barat : ke mana pun kamu berpaling, di situlah kehadiran Allah. Allah Mahaluas, Mahatahu (Surat al-Baqarah, 115)
Karena segala yang material itu merupakan cerapan, materi-materi itu tidak bisa melihat Allah, tetapi Allah melihat materi yang Ia ciptakan dengan segala bentuknya. Dalam Al-Qur'an, ini dinyatakan dengan : "Ia tak tercapai oleh segala indera, tetapi Ia mencapai segala indera. (Surat al-An'aam, 103)
Dengan kata lain, kita tidak bisa memahami Allah dengan mata kita, tetapi Allah mencakup sisi dalam, dan luar kita, pandangan dan pikiran kita. Kita tidak bisa melafalkan kata, bahkan bernafas, selain berkat pengetahuan-Nya.
Ketika kita mengamati persepsi pancaindera dalam kehidupan kita, yang keberadaannya terdekat dengan kita bukanlah salah satu dari sensasi ini, melainkan Allah Sendiri. Rahasia ayat Al-Qur'an berikut tersembunyi dalam kenyataan ini: "Kamilah Yang menciptakan manusia ... Kami lebih dekat kepadanya daripada urat merihnya sendiri." (Surat Qaaf, 16). Ketika orang berpikir bahwa tubuhnya hanya terbuat dari "materi", ia tidak bisa memahami fakta penting ini. Jika menggunakan otaknya untuk menjadi "diri sendiri", lantas tempat yang ia cerap sebagai bagian-luar ialah 20-30 cm jauhnya darinya. Namun, ketika ia memahami bahwa tiada apa pun yang seperti zat, dan bahwa segalanya itu merupakan imajinasi, maka gagasan seperti bagian luar, bagian dalam, itu menjadi jauh atau hampir hilang maknanya. Allah meliputi dirinya dan Ia "selalu dekat" dengannya.
Allah memberi tahu manusia bahwa Allah "selalu dekat" dengan manusia dengan ayat "Bila ada hamba-Ku yang bertanya kepadamu tentang Aku, Aku dekat sekali (dengan mereka)." (Surat al-Baqarah, 186). Ayat lain menghubungkan fakta yang sama: "Kami berkata kepadamu bahwa Tuhanmu meliputi umat manusia." (Surat al-Israa', 60).
Manusia keliru mengira bahwa yang terdekat dengannya ialah dirinya sendiri. Allah, sebenarnya, bahkan lebih dekat dengan kita daripada diri kita sendiri. Dia telah mengarahkan perhatian kita untuk hal ini dalam ayat "Mengapa tidak saat (nyata) sudah sampai di kerongkongan, dan kamu ketika itu melihat? Kami lebih dekat dengannya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat" (Surat al-Waaqi'ah, 83-85). Seperti yang disebutkan pada kita dalam ayat ini, orang-orang hidup dengan tidak menyadari gejala ini karena mereka tidak melihatnya dengan mata mereka sendiri.
Sebaliknya, mustahil bagi manusia, yang bukan lain kecuali makhluk bayang-bayang, untuk mempunyai kekuatan dan terlepas dari Allah. Ayat "Padahal Allah telah menciptakan kamu dan segala yang kamu kerjakan." (Surat ash-Shaaffaat, 96) menunjukkan bahwa segala yang kita alami terjadi di bawah kendali Allah. Dalam Al-Qur'an, realitas ini dinyatakan dalam ayat "Bukanlah kau yang melempar ketika kau melempar, tetapi Allah yang melempar." (Surat al-Anfaal, 17) yang dengan demikian, ditekankan bahwa tiada perbuatan yang terlepas dari Allah. Karena manusia ialah makhluk bayang-bayang, ia sendiri tidak melakukan tindakan melempar. Meskipun begitu, Allah memberi makhluk bayang-bayang ini perasaaan diri. Sebenarnya, Allah menjalankan semua perbuatan. Jika seseorang melakukan perbuatan sebagai dirinya sendiri, maka berarti ia menipu dirinya sendiri.
Hal ini merupakan realitas. Mungkin ada orang yang tidak ingin mengakui hal ini dan memikirkan dirinya sendiri sebagai makhluk yang tidak terikat dari Allah; tetapi hal ini tidak mengubah sesuatu. Tentu saja, penolakannya yang tidak bijaksana itu lagi-lagi dengan kemauan dan kehendak Allah.
SEGALA YANG ANDA MILIKI PADA HAKIKATNYA SEMU
Sebagaimana yang dapat terlihat dengan jelas, fakta ilmiah menyatakan bahwa "alam luar" tidak memiliki realitas materi dan bahwa ini merupakan sekumpulan kesan yang disajikan untuk roh kita oleh Allah dengan tiada henti dan abadi. Namun demikian, manusia biasanya tidak memasukkan, atau tidak ingin dimasukkan, segalanya dalam konsep "alam luar".
Renungkanlah hal ini dengan jujur dan tegas. Anda akan menyadari bahwa rumah, mebel, mobil-yang mungkin baru saja dibeli, kantor, permata, rekening bank, almari pakaian, pasangan hidup, anak-anak, teman, dan lain-lain yang anda miliki sebenarnya termasuk dalam alam luar yang bersifat khayal yang tertuju kepada anda. Segala yang anda lihat, dengar, atau rasakan-pendek kata-melalui panca indera sekitar anda merupakan bagian dari "alam khayalan" ini: suara penyanyi favorit anda, kerasnya kursi yang anda duduki, parfum yang baunya anda sukai, speedboat yang bergerak cepat di atas air, kebun anda yang subur, komputer yang anda gunakan pada pekerjaan anda, atau hi-fi anda yang berteknologi tercanggih...
Hal ini merupakan realitas, karena dunia hanya merupakan sekumpulan kesan yang diciptakan untuk menguji manusia. Manusia diuji melalui kehidupannya yang terbatas dengan persepsi yang tiada memiliki realitas. Persepsi-persepsi ini disajikan dengan tujuan sebagai daya tarik. Fakta ini disebutkan dalam Al-Qur'an:
Menjadi tampak indah bagi manusia kecintaan kepada yang diingininya; perempuan-perempuan, putera-putera, emas dan perak yang bertimbun-timbun, serta kuda pilihan yang diselar, binatang ternak dan tanah ladang. Itulah harta benda dalam kehidupan dunia, tetapi kepada Allah itulah tempat kembali terbaik. (Surat Aali 'Imraan, 14)

Jika kita merenungkan dalam-dalam semua yang dikatakan di sini, kita akan segera menyadari sendiri situasi ajaib yang luar biasa: bahwa semua kejadian di dunia tidak lain kecuali imajinasi belaka...

Sebagian besar manusia mengejar agamanya jauh dari dayatarik harta benda, kekayaan, timbunan yang menggunung dari emas, perak, dolar, rekening bank, kartu kredit, almari pakaian yang penuh dengan pakaian, mobil model terbaru, pendek kata, segala bentuk kekayaan yang mereka miliki atau diupayakan untuk dimiliki. Mereka hanya lebih menekankan dunia ini namun melupakan akhirat. Mereka tertipu oleh dayatarik kehidupan dunia, dan lalai untuk menegakkan shalat, memberi sedekah kepada kaum miskin, dan menjalankan ibadah yang akan mensejahterakan mereka di hari kemudian. Mereka berkata, "Saya punya sesuatu untuk dikerjakan", dan "Saya punya cita-cita", "Saya bertanggung jawab", "Saya tidak punya cukup waktu", "Saya punya sesuatu untuk diselesaikan", dan "Saya akan lakukan nanti". Mereka menghabiskan kehidupannya hanya untuk memenuhi kehidupan dunia. Dalam ayat "Mereka hanya mengetahui yang lahir dalam kehidupan dunia, tetapi akhirat mereka lalaikan." (Surat ar-Ruum, 7), kesalahanpahaman ini dijelaskan.
Fakta yang kita gambarkan di bab ini, yaitu bahwa segala sesuatu merupakan kesan, sangat penting karena implikasinya yang menyebabkan segala nafsu dan batas-batas menjadi tiada berarti. Pembuktian fakta ini menjelaskan bahwa segala yang orang miliki atau yang diusahakan keras untuk dimiliki-kekayaan yang dicari dengan rakus, anak-anak yang mereka banggakan, pasangan hidup yang mereka anggap paling dekat dengannya, teman-teman, tubuh mereka, status sosial yang mereka yakini terpandang, sekolah yang mereka hadiri, hari libur yang mereka isi-tiada berarti selain sekadar ilusi. Karena itu, segala upaya, waktu yang dihabiskan, dan ketamakannya, terbukti sia-sia belaka.
Inilah penyebab banyak orang membodohi diri-sendiri ketika mereka menimbun harta dan kekayaan atau "kapal yachts, helikopter, saham, rumah dan tanah" seolah-olah benar-benar ada. Orang-orang itu memamerkan kapal yacht, mobil, tiada henti membicarakan kekayaan mereka, menganggap kedudukan mereka lebih tinggi dari orang lain, dan tetap mengira bahwa mereka berhasil karena semua ini; mereka semestinya benar-benar memikirkan jenis keadaan yang akan mereka temukan sendiri di dalamnya segera setelah menyadari bahwa kesuksesan itu tiada lain kecuali ilusi belaka.
Pemandangan ini juga terlihat berulang kali dalam mimpi. Dalam mimpi, mereka juga mempunyai rumah, mobil yang melaju cepat, permata yang sangat indah, tumpukan dolar, emas dan perak. Dalam mimpi, mereka juga berkedudukan tinggi, mempunyai pabrik sendiri dengan jutaan pekerja, memiliki kekuasaan atas banyak orang, dan mengenakan pakaian yang dikagumi oleh setiap orang. Sebagaimana orang yang membanggakan miliknya terjaga dari mimpinya akan ditertawakan, ia pasti juga akan diejek bila memamerkan kesan yang ia lihat di dunia ini. Apa yang ia lihat baik yang ada dalam mimpi maupun di dunia hanya merupakan kesan di dalam benaknya.
Begitu pula, cara orang bereaksi terhadap peristiwa yang mereka alami di dunia akan membuat mereka merasa malu ketika mereka menyadari realitasnya. Mereka yang berselisih satu dengan yang lain, berdebat mati-matian, menipu, menyuap, memalsukan, berbohong, kikir, banyak melakukan kesalahan kepada orang lain, memukul, dan mengutuk orang lain, sewenang-wenang, bernafsu mengejar jabatan dan kedudukan, iri hati, dan pamer, akan tercemar ketika mereka menyadari telah melakukan semua ini di alam mimpi.
Karena Allah menciptakan semua kesan ini, Pemilik Akhir segala yang ada dan tiada ialah Allah sendiri. Fakta ini ditekankan dalam Al-Qur'an:
Milik Allah segala yang di langit dan yang di bumi. Dan Ia meliputi segala sesuatu (Surat an-Nisaa', 126)
Sungguh merupakan kebodohan besar mencampakkan agama demi memenuhi hawa nafsu yang bersifat khayalan dan kehilangan kehidupan kekal yang berarti kehilangan selama-lamanya.
Pada tahap ini, satu hal mesti diperhatikan. Ini tidak berarti bahwa "hak milik, kekayaan, anak, pasangan hidup, teman, kedudukan yang anda miliki yang dengannya anda menjadi bakhil atau kikir, akan sirna cepat atau lambat, dan karena itu tidak berarti apa-apa", tetapi bahwa "semua milik yang tampaknya anda miliki itu benar-benar tidak ada, tetapi semuanya itu hanya mimpi yang terdiri dari kesan-kesan yang Allah tunjukkan kepada anda untuk menguji anda". Seperti yang anda lihat, ada perbedaan mencolok antara dua pernyataan tersebut.
Meski manusia tidak ingin segera mengakui kebenaran ini dan justru menipu diri-sendiri dengan menganggap bahwa segala yang ia miliki benar-benar ada, ia akhirnya meninggal dan di hari kemudian segalanya akan jelas ketika kita dibangkitkan lagi. Pada hari itu "tajamlah mata manusia" (Surat Qaaf, 22) dan kita akan melihat segalanya lebih jelas. Meskipun demikian, jika kita telah menghabiskan kehidupan kita mengejar tujuan yang bersifat khayalan itu, kita akan berkeinginan tidak pernah hidup dalam kehidupan ini dan berkata "Wahai! Cobalah kematian cukup menyudahi aku! Harta kekayaanku tak bermanfaat bagiku! Kekuasaanku pun hancur semua!" (Surat al-Haaqqah, 27-29).
Di sisi lain, yang semestinya dilakukan oleh orang bijaksana adalah berupaya memahami realitas terbesar alam semesta di sini di dunia ini, ketika ia masih punya banyak waktu. Kalau tidak, ia akan menghabiskan seluruh hidupnya mengejar impian dan menghadapi hukuman yang menyedihkan pada akhirnya. Dalam Al-Qur'an, keadaan akhir manusia yang mengejar ilusi (atau khayalan) di dunia ini dan melupakan Penciptanya, dinyatakan sebagai berikut:
Tetapi mereka yang kafir, amal mereka seperti bayangan di padang pasir, yang oleh orang yang sedang kehausan dikira air, sehingga bila ia sampai ke tempatnya, tak ada apa-apa, tetapi yang ditemuinya Allah bersama dia, dan Allah membuat perhitungan. (Surat an-Nuur, 39)
RUSAKNYA LOGIKA MATERIALISME
Dari awal bab ini, jelas dinyatakan bahwa zat tidak mempunyai keberadaan mutlak, tidak seperti pernyataan penganut materialisme, tetapi merupakan sekumpulan kesan indera yang diciptakan oleh Allah. Penganut materialisme menolak realitas bukti ini, yang merusak filsafat mereka, dengan cara yang sangat dogmatis dan mengemukakan antitesis yang tidak berdasar.
Contohnya, salah satu pembela terbesar filsafat materialisme di abad 20, seorang Marxis yang tekun, George Politzer, untuk keberadaan zat, memberikan "contoh bus" sebagai "bukti terbesar". Menurut Politzer, para filsuf yang berpikir bahwa zat hanya merupakan persepsi yang bergerak menjauh seperti ketika mereka melihat sebuah bus akan bergerak dan hal ini merupakan bukti keberadaan fisik zat.34
Ketika penganut materialisme lain yang terkemuka, Johnson, mengatakan bahwa zat itu merupakan sekumpulan persepsi, ia berupaya membuktikan keberadaan fisik batu dengan menendangnya.35
Contoh serupa diberikan oleh Friedrich Engels, penasehat Politzer dan, bersama dengan Karl Marx, pendiri materialisme dialektik. Ia menulis, "jika kue yang kita makan hanya merupakan persepsi, maka kue itu tidak akan menghentikan rasa lapar kita".36
Ada contoh serupa dan beberapa kalimat seperti "anda memahami keberadaan zat jika anda terbanting jatuh di permukaan" di buku-buku penulis materialisme terkenal seperti Marx, Engels, Lenin dan lain-lain.
Pemahaman salah yang memberi jalan untuk contoh-contoh materialisme ini adalah menafsirkan "zat ialah persepsi" sebagai "zat merupakan permainan cahaya". Mereka mengira bahwa persepsi terbatas untuk dilihat dan bahwa indera lain seperti sentuhan mempunyai korelasi fisik. Sebuah bus yang menabrak seseorang membuat mereka berkata "awas, bus menabrak, karena itu bukan persepsi". Mereka tidak memahami bahwa semua persepsi yang dialami selama bus menabrak, seperti keras, tabrakan, sakit, juga terbentuk dalam otak.
CONTOH MIMPI
Contoh paling baik untuk menjelaskan realitas ini ialah mimpi. Orang dapat menggelinding di tangga dan mematahkan kakinya, mengalami kecelakaan mobil yang serius, terjepit di bawah bus, atau makan kue dan kenyang. Peristiwa sama yang dialami dalam kehidupan sehari-hari juga dialami dalam mimpi dengan indera sama tentang realitas mereka, dan menimbulkan perasaan sama pada kita.
Seseorang yang bermimpi tertabrak oleh bus dapat membuka matanya lagi di rumah sakit dalam mimpinya dan memahami bahwa ia cacat, tetapi semua itu adalah mimpi. Ia juga dapat bermimpi bahwa ia meninggal dalam kecelakaan mobil, malaikat kematian merenggut nyawanya, dan kehidupannya di akhirat dimulai. (Peristiwa yang disebut terakhir ini dialami dengan cara yang sama dalam kehidupan ini yang, sebagaimana mimpi, merupakan persepsi).
DUNIA DALAM MIMPI
Bagi anda, realitas ialah semua yang bisa disentuh dengan tangan dan dilihat dengan mata. Dalam mimpi anda juga "bisa menyentuh dengan tangan dan melihat dengan mata anda", tetapi dalam kenyataan, anda kemudian tidak mempunyai tangan atau mata, atau pun tidak ada hal yang bisa disentuh atau dilihat. Tidak ada realitas materi yang membuat benda-benda ini terjadi kecuali otak anda. Anda hanya tertipu.
Apa yang memisahkan kehidupan nyata dari mimpi? Pada puncaknya, kedua bentuk kehidupan ini masuk menjadi ada dalam otak. Jika kita bisa hidup dengan mudah dalam dunia tak nyata selama kita bermimpi, hal tersebut berlaku pula untuk dunia yang kita tempati saat kita bangun. Ketika kita bangun dari mimpi, tidak ada alasan logis untuk tidak berpikir bahwa kita telah memasuki mimpi yang lebih panjang yang disebut "kehidupan nyata". Alasan kita menganggap khayal mimpi kita dan menganggap 'nyata' dunia ini hanya merupakan hasil dari kebiasaan dan prasangka kita. Hal ini menjelaskan bahwa kita bisa dibangunkan dari kehidupan di dunia, yang kita kira kita tinggali saat ini, seperti halnya kita dibangunkan dari mimpi.

Orang ini mencerap kesan, suara, rasa padat, cahaya, warna, dan semua perasaan lain yang berkenaan dengan kejadian yang ia alami dalam mimpinya dengan sangat kuat dan tajam. Persepsi yang ia alami dalam mimpinya sama alaminya dengan persepsi dalam kehidupan "nyata". Kue yang ia makan dalam mimpinya membuatnya kenyang meskipun kue itu merupakan cerapan perasaan mimpi saja, karena, merasa kenyang juga merupakan persepsi perasaan-mimpi. Bagaimanapun, dalam kenyataannya, orang ini sedang berbaring di tempat tidur pada saat itu. Tidak ada tangga, lalulintas, atau pun bus sama sekali. Orang yang bermimpi mengalami dan melihat persepsi dan perasaan yang tidak ada di alam luar. Fakta bahwa dalam mimpi, kita mengalami, melihat, dan merasakan kejadian dengan tanpa korelasi fisik di alam luar dengan sangat gamblang menjelaskan bahwa dunia luar tempat kita hidup ini sepenuhnya semata-mata terdiri dari persepsi-persepsi.
Yang percaya akan filsafat materialisme, terutama Marxis, akan membantah keras realitas ini, yakni esensi zat. Mereka mengutip contoh dari penalaran semu Marx, Engels, atau pun Lenin dan membuat pernyataan secara emosional.
Akan tetapi, orang-orang ini mesti berpikir bahwa mereka juga mengutarakan pendapatnya secara luas ini dalam mimpi mereka. Dalam mimpi, mereka juga dapat membaca "Das Kapital", mengikuti pertemuan, berkelahi dengan polisi, dipukul di kepala, dan terasa sakit lukanya. Bila ditanya dalam mimpi, mereka akan mengira bahwa yang mereka alami dalam mimpi itu juga terdiri dari "zat mutlak", seperti mereka menganggap "zat mutlak" benda-benda yang mereka lihat ketika mereka bangun. Namun, entah dalam mimpi entah dalam kehidupan mereka sehari-hari, semua yang mereka lihat, alami, atau pun rasakan hanya terdiri dari persepsi-persepsi.
CONTOH MENGHUBUNGKAN SYARAF SECARA PARALEL
Mari kita perhatikan contoh tabrakan mobil yang dikemukakan oleh Politzer yang menceritakan seseorang yang tertabrak mobil. Jika syaraf orang yang tertabrak yang bergerak dari pancainderanya ke otaknya, terhubung ke orang lain, otak Politzer misalnya, dengan hubungan paralel, maka pada saat bus menabrak orang itu, bus itu juga menabrak Politzer yang duduk di rumah pada saat itu juga. Semua perasaan yang dialami oleh orang yang mengalami kecelakan itu dialami juga oleh Politzer, sama persis dengan lagu yang terdengar dari dua pengeras suara yang berbeda yang terhubung ke tape recorder yang sama. Politzer merasakan, melihat, dan mengalami penabrakan bus, sentuhan bus di tubuhnya, kesan lengan patah dan berdarah, retak, kesan ia memasuki ruang operasi, kerasnya tuangan plaster, dan rapuhnya lengannya.
Setiap orang yang dihubungkan dengan syaraf-syaraf orang tersebut secara paralel akan mengalami kecelakaan dari awal hingga akhir persis seperti Politzer. Jika orang yang tertimpa kecelakaan tersebut mengalami koma, maka mereka semuanya pun akan jatuh koma. Lagipula, jika semua persepsi yang ada kaitannya dengan kecelakaan mobil itu direkam di suatu alat dan jika semua persepsi ini dikirimkan ke seseorang berulang kali, maka bus itu akan menabrak orang ini berulang kali.
Jadi, bus manakah yang sesungguhnya menabrak orang-orang itu? Jika syaraf-syaraf organ indera Engels, yang merasa kenyang dan berisi penuh roti dalam perutnya setelah memakan kue, dihubungkan ke otak orang kedua secara paralel, maka orang itu juga akan merasa kenyang ketika Engels makan kue dan kenyang. Jika syaraf-syaraf Johnson, yang merasa nyeri di kakinya ketika ia menendang keras sebuah batu, dihubungkan ke orang kedua secara paralel, maka orang itu akan merasakan kenyerian yang sama.
Jadi, kue atau batu manakah yang nyata? Filsafat materialisme lagi-lagi gagal memberi jawaban yang konsisten atas pertanyaan ini. Jawaban yang benar dan konsisten ialah berikut ini: baik Engels maupun orang kedua telah makan kue dalam benak mereka dan kenyang; baik Johnson maupun orang kedua telah sepenuhnya mengalami kejadian penendangan batu dalam benak mereka.
Mari kita buat perubahan di contoh yang kami berikan tentang Politzer. Mari kita hubungkan syaraf orang yang tertabrak bus dengan otak Politzer, dan syaraf Politzer yang sedang duduk di rumahnya ke otak orang yang tertabrak tersbut. Orang yang sebenarnya tertabrak bus itu tidak akan pernah merasakan dampak kecelakaan itu dan mengira bahwa ia sedang duduk di rumah Politzer. Logika yang sama persis dapat diterapkan terhadap contoh kue dan batu tadi.
Seperti yang kita lihat, manusia tidak mungkin melampaui inderanya dan melepaskannya. Dalam hal ini, jiwa manusia terbuka terhadap semua jenis gambaran kejadian fisik meskipun tidak mempunyai badan fisik dan tanpa keberadaan material atau pun bobot material. Manusia tidak mungkin menyadari hal ini karena ia menganggap kesan tiga dimensi ini nyata dan keberadaannya pasti, karena setiap orang tergantung pada persepsi yang dialami oleh organ-organ inderanya.
Filsuf Inggris terkenal David Hume mengungkapkan pikirannya tentang fakta ini:
Dengan berbicara blak-blakan, ketika saya memasukkan diri saya di sesuatu yang saya sebut "saya sendiri", saya selalu menjumpai penginderaan khusus yang mengenai panas atau dingin, terang atau gelap, cinta atau benci, pahit atau manis atau keadaan-keadaan lainnya. Tanpa keberadaan persepsi, saya tidak pernah dapat mencerap diri saya sendiri pada waktu tertentu dan saya tidak bisa mengamati apa pun kecuali persepsi.37
PEMBENTUKAN PERSEPSI DI OTAK BUKAN FILSAFAT MELAINKAN FAKTA ILMIAH
Penganut materialisme menyatakan bahwa yang kita bicarakan di sini ialah pandangan filosofis. Namun, berpendapat bahwa "dunia luar", sebagaimana kita menyebutnya, merupakan sekumpulan persepsi bukan materi filsafat, melainkan fakta ilmiah biasa. Jalan pembentukan kesan dan perasaan di dalam otak diajarkan dengan rinci di sekolah-sekolah kedokteran. Fakta-fakta ini, yang dibuktikan oleh ilmu pengetahuan abad ke-20 khususnya fisika, jelas menunjukkan bahwa zat tidak mempunyai realitas mutlak dan bahwa, dalam ertian tertentu, setiap orang sedang menyaksikan "monitor di otaknya".
Semua orang yang mempercayai ilmu pengetahuan, yang atheis, yang Buddhis, atau pun orang yang menganut pandangan lain, harus menerima fakta ini. Penganut materialisme bisa menolak keberadaan Pencipta, tetapi ia tidak bisa menolak realitas ilmiah ini.
Ketidakmampuan Karl Marx, Friedrich Engels, George Politzer dan lain-lain untuk memahami fakta dan bukti yang sedemikian sederhana itu masih mengherankan, meskipun tingkat pemahaman ilmiah pada zaman mereka mungkin tidak memadai. Di zaman kita, ilmu pengetahuan dan teknologi sangat canggih dan penemuan-penemuan mutakhir mempermudah kita untuk memahami fakta ini. Sebaliknya, penganut materialisme diliputi dengan ketakutan untuk memahami fakta ini, bahkan sekalipun sebagian saja, dan menyadari betapa pasti hal ini melumpuhkan filsafat mereka.
KEKHAWATIRAN HEBAT PARA MATERIALIS
Untuk sementara, tidak ada tanggapan mendasar yang berasal dari kalangan materialis Turki tentang pokok bahasan yang dikemukakan dalam buku ini, yaitu fakta bahwa zat adalah persepsi belaka. Ini memberi kita kesan bahwa gagasan kita tidak begitu terang sehingga perlu dijelaskan lebih lanjut. Namun, lama sebelumnya, terungkap bahwa penganut materialisme merasa sangat tidak nyaman mengenai kepopuleran pokok bahasan ini, dan merasakan ketakutan yang besar tentang ini.
Beberapa kali, para penganut materialisme menyuarakan dengan keras ketakutan dan kepanikan mereka dalam penerbitan, konferensi, dan lokakarya mereka. Wacana mereka yang gelisah dan tiada berpengharapan mengisyaratkan bahwa mereka menderita krisis intelektual yang parah. Keruntuhan ilmiah teori evolusi, yang dianggap sebagai dasar filsafat mereka, telah sangat menggoncangkan mereka. Kini, mereka mulai menyadari bahwa mereka mulai kehilangan materi itu sendiri, yang merupakan arus utama yang lebih besar bagi mereka daripada Darwinisme, dan mereka sedang mengalami goncangan yang bahkan lebih besar. Mereka mengumumkan bahwa masalah ini merupakan "ancaman terbesar" bagi mereka dan secara total "mengoyak struktur kebudayaan mereka".
Salah seorang yang paling keras mengungkapkan kecemasan dan kepanikan yang dirasakan oleh kalangan materialis ialah Rennan Pekunlu, seorang akademisi di samping penulis majalah Bilim ve Utopya (Sains dan Utopia) yang mengaku bertugas membela materialisme. Baik dalam artikelnya di Bilim ve Utopya maupun dalam lokakarya yang ia hadiri, Pekunlu memperlihatkan buku Evolution Deceit karya Harun Yahya sebagai ancaman nomor satu terhadap materialisme. Yang mengusik Pekunlu yang bahkan lebih mengancam daripada bab-bab yang membatilkan Darwinisme ialah bagian yang baru saja anda baca. Kepada pemirsa dan pembacanya, Pekunlu menyampaikan pesan, "jangan biarkan diri anda terhanyut oleh indoktrinasi idealisme dan tetap yakinlah anda terhadap materialisme". Ia mengutip Vladimir I. Lenin, pemimpin revolusi komunis berdarah di Rusia, sebagai acuan. Dengan menyarankan agar setiap orang membaca buku klasik Lenin yang berjudul Materialism and Empirio-Criticism, Pekunlu mengulangi nasihat Lenin, "jangan berpikir tentang masalah ini, atau anda akan keluar dari jalur materialisme dan hanyut oleh agama". Dalam sebuah artikel ia menulis di majalahnya yang tadi disebut, ia mengutip baris-baris berikut ini dari Lenin:

Rennan Pekunlu, penulis materialis Turki, mengatakan bahwa "teori evolusi tidak begitu penting, ancaman nyatanya adalah subyek ini", karena ia sadar bahwa subyek ini menihilkan materi, satu-satunya konsep yang ia yakini.
Sekali anda menolak kenyataan obyektif, yang sampai kepada kita secara inderawi, anda telah kehilangan semua senjata melawan fideisme, karena anda tergelincir ke dalam agnostisisme atau subyektivisme-dan itu sajalah yang dibutuhkan oleh fideisme. Sepasang cakar terjerat, dan si burung lenyap. Dan Jago-jago kita semuanya terjerat dalam idealisme, yaitu dalam fideisme yang licin; mereka terjerat sejak saat mereka menganggap "sensasi" bukan sebagai kesan dari alam luar melainkan sebagai "unsur" khusus. Ini bukan sensasi siapa pun, benak siapa pun, roh siapa pun, kehendak siapa pun.38
Kata-kata ini jelas menunjukkan bahwa fakta mengkhawatirkan ini, yang oleh Lenin disadari dan hendak dikeluarkan baik dari benaknya maupun benak "rekan-rekannya", juga mengusik para materialis dengan cara sama. Meski begitu, Pekunlu dan para materialis lain menderita kesulitan yang lebih besar; karena mereka sadar bahwa fakta ini sekarang dikemukakan dengan cara yang lebih gamblang, lebih pasti dan lebih meyakinkan daripada 100 tahun silam. Untuk pertama kali dalam sejarah dunia, pokok bahasan ini dijelaskan dengan cara yang sedemikian menarik.
Meskipun demikian, gambaran umumnya ialah bahwa sejumlah besar ilmuwan materialis masih mengambil sikap yang sangat dangkal terhadap fakta bahwa "zat itu tiada lain kecuali sebuah ilusi". Pokok bahasan yang dijelaskan di bab ini ialah satu pokok bahasan terpenting dan paling menarik yang pernah mereka temui dalam kehidupan mereka. Mereka tidak berkesempatan menghadapi pokok bahasan yang sedemikian penting ini sebelumnya. Namun, reaksi para ilmuwan ini atau pun metode yang mereka terapkan dalam ceramah dan artikel mereka mengisyaratkan betapa dangkal dan semu pemahaman mereka.
Reaksi beberapa materialis terhadap subyek yang dibahas di sini menunjukkan bahwa kesetiaan mereka yang membabi buta kepada materialisme telah membahayakan logika mereka. Karena alasan ini, mereka jauh terlepas dari pemahaman pokok bahasan itu. Contohnya, Alaatin Senel, seorang akademisi dan penulis majalah Bilim ve Utopya, mengungkapkan sentimen yang serupa dengan kata-kata Rennan Pekunlu, "Lupakan runtuhnya Darwinisme, masalah yang sebenarnya mengancam adalah masalah ini". Dengan merasa bahwa filsafatnya sendiri tidak berdasar, ia membuat tuntutan seperti "buktikan kata-kata anda!". Yang lebih menarik, penulis ini menulis sendiri bahwa ia tidak bisa mengerti akan fakta ini, yang ia anggap sebagai ancaman.
Contohnya, dalam artikel yang membahas masalah ini secara eksklusif, Senel sependapat bahwa alam luar dicerap di otak sebagai kesan. Namun demikian, ia mengklaim bahwa kesan terbagi menjadi dua: yang mempunyai korelasi fisik dan yang tidak, dan bahwa kesan yang berhubungan dengan dunia luar mempunyai korelasi fisik. Untuk mendukung pernyataannya, ia memberi "contoh telepon". Pendek kata, ia menulis: "saya tidak tahu apakah kesan-kesan di otak saya mempunyai korelasi dengan dunia luar ataukah tidak, tetapi hal tersebut berlaku pula ketika saya berbicara di telepon. Ketika berbicara di telepon, saya tidak bisa melihat lawan bicara tetapi saya dapat mengkonfirmasikan pembicaraan ini bila kemudian saya bertemu langsung dengannya."39
Dengan mengatakan demikian, penulis ini sesungguhnya bermaksud: "Jika kita meragukan penginderaan kita, kita bisa melihat materi itu sendiri dan memeriksa realitasnya." Meski demikian, hal ini merupakan kesalahpahaman bukti, karena kita tidak mungkin menjangkau materi itu sendiri. Kita tidak mungkin mengeluarkan benak kita dan mengetahui hal-hal yang ada "di luar". Apakah suara di telepon berkorelasi ataukah tidak, dapat dikonfirmasikan oleh orang tersebut di ujung lainnya. Meski begitu, konfirmasi ini juga kesan, yang dialami di benak tersebut.
Orang-orang ini juga mengalami kejadian yang sama dalam mimpi-mimpi mereka. Contohnya, Senel juga bisa melihat dalam mimpinya bahwa ia berbicara di telepon dan kemudian mengadakan pembicaraan yang dikonfirmasikan oleh orang yang ia ajak bicara. Pekunlu bisa merasakan sendiri dalam mimpinya bahwa ia menghadapi "ancaman serius" dan menyarankan orang-orang agar membaca buku-buku klasik karya Lenin. Namun, tidak peduli apa yang mereka kerjakan, para materialis ini tidak bisa menyangkal bahwa kejadian yang mereka alami dan orang-orang yang mereka bicarakan dalam mimpi mereka tidak lain kecuali persepsi.
Lantas, siapa yang akan mengecek apakah kesan-kesan di otak memiliki korelasi ataukah tidak? Makhluk bayangan di otak? Sudah pasti, para materialis mustahil menemukan sumber informasi yang bisa memberi data mengenai luar otak dan mengkonfirmasikannya.
Dengan mengakui bahwa semua persepsi terbentuk di otak, tetapi menganggap bahwa orang bisa "keluar" dari ini dan mempunyai persepsi yang dikonfirmasi oleh dunia luar yang nyata, mengungkapkan bahwa kemampuan intelektual manusia terbatas dan bahwa penalarannya menyimpang.
Namun, siapa saja dengan tingkat pemahaman dan penalaran yang normal bisa dengan mudah memahami fakta-fakta ini. Setiap orang yang tidak menyimpang tahu, sehubungan dengan semua yang telah kita katakan, bahwa mustahil baginya menguji keberadaan dunia luar dengan inderanya. Akan tetapi, tampak bahwa kesetiaan yang membabi buta kepada materialisme menyimpangkan kemampuan penalaran manusia. Karena alasan ini, para materialis kontemporer menampilkan kelemahan logika yang fatal dalam penalaran mereka persis seperti para guru mereka yang berupaya "membuktikan" keberadaan zat dengan menendang batu atau memakan kue.
Juga dikatakan bahwa ini bukan situasi yang mengherankan, karena ketidakmampuan memahami merupakan sifat umum kaum kafir. Dalam Al-Qur'an, Allah pada khususnya menyatakan bahwa mereka "orang yang tidak berakal" (Surat al-Maai'dah, 58).
MATERIALISME TERJERUMUS KE DALAM PERANGKAP TERBESAR SEJARAH
Suasana kepanikan yang melanda kalangan materialis di Turki, yang beberapa contohnya telah kami sebut, menunjukkan bahwa para penganut materialisme menghadapi kerusakan parah, yang tidak pernah mereka temui sebelumnya dalam sejarah. Bahwa zat hanya suatu persepsi telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern dan dikemukakan dengan cara yang sangat jelas, lurus, dan kuat. Para penganut materialisme hanya bisa melihat dan mengakui jatuhnya seluruh dunia material yang secara membabi buta mereka percayai dan andalkan.
Pemikiran materialis selalu ada sepanjang sejarah manusia. Dengan penuh percaya diri dan dengan filsafat yang mereka yakini, mereka menentang Allah yang menciptakan mereka. Skenario yang mereka rumuskan bersikeras bahwa zat tidak mempunyai awal atau pun akhir, dan bahwa semua ini tidak mungkin mempunyai Pencipta. Karena kesombongan mereka, mereka menolak Allah dan melindungi materi, yang mereka anggap mempunyai keberadaan nyata. Mereka begitu percaya dengan filosofi ini. Mereka kira mustahil dikemukakan suatu penjelasan yang membuktikan kebalikannya.
Karena itulah fakta-fakta yang dibicarakan dalam buku ini yang berkenaan dengan hakikat zat yang sebenarnya itu amat mengejutkan orang-orang ini. Hal yang telah dibicarakan di sini menghancurkan dasar filosofi mereka dan tidak memungkinkan pembahasan lebih lanjut. Zat, yang menjadi dasar semua pemikiran, kehidupan, kesombongan dan penolakan mereka, semuanya sirna seketika. Bagaimana bisa ada materialisme jika tidak ada materi?
Salah satu sifat Allah ialah perencanaan-Nya terhadap kaum kafir. Hal ini dinyatakan di ayat "Mereka menyusun rencana, dan Allah juga membuat rencana, namun Allah perencana terbaik." (Surat al-Anfaal, 30)
Allah menjebak para materialis dengan membuat mereka beranggapan bahwa ada zat dan merendahkan mereka dengan cara yang tidak terlihat. Para materialis menganggap bahwa barang mereka, status, kedudukan, masyarakat yang mereka miliki, seluruh dunia dan segala hal lain benar-benar ada dan semakin sombong kepada Allah dengan mengandalkan hal-hal ini. Mereka menentang Allah dengan sombong dan semakin tidak beriman. Ketika melakukan demikian, mereka sepenuhnya mengandalkan materi. Akan tetapi, mereka begitu kurang memahami sehingga mereka gagal berpikir bahwa Allah meliputi mereka. Allah mengumumkan keadaan yang akan menimpa orang-orang kafir sebagai akibat dari keras-kepala mereka:
Ataukah mereka bermaksud menipu? Tetapi mereka yang tak beriman itulah yang tertipu! (Surat ath-Thuur, 42)
Hal ini mungkin merupakan kerusakan mereka yang terbesar dalam sejarah. Ketika semakin sombong, para materialis itu terjebak dan menderita kerusakan serius dalam perang yang mereka biayai melawan Allah dengan mengemukakan sesuatu yang amat bertentangan dengan Allah. Ayat "Begitulah Kami tempatkan dalam setiap kota pemuka-pemuka orang yang jahat supaya mengadakan tipu muslihat di situ, tetapi mereka hanya menipu diri sendiri tanpa menyadari" mengungkap betapa tak sadar orang-orang yang menentang Pencipta mereka ini, dan mengungkap bagaimana ujung-ujungnya (Surat al-An'aam, 123). Dalam ayat lain, fakta serupa dikaitkan sebagai:
Mereka hendak menipu Allah dan orang beriman, tetapi mereka hanya menipu diri sendiri, dan tidak mereka sadari! (Surat al-Baqarah, 9)
Ketika orang kafir mencoba merencanakan, mereka tidak menyadari suatu fakta yang sangat penting yang ditekankan dengan kata-kata "mereka hanya menipu diri sendiri, dan tidak mereka sadari!" dalam ayat itu. Inilah yang nyata bahwa segala yang mereka alami adalah suatu imajinasi yang dirancang untuk dicerap oleh mereka, dan semua rencana yang mereka kemukakan hanya kesan-kesan yang terbentuk di otak mereka persis seperti setiap adegan lain yang mereka perankan. Kebodohan mereka membuat mereka lupa bahwa mereka semua sendirian dengan Allah dan, karena itu, mereka terperangkap dalam rencana mereka sendiri yang berliku-liku.
Tidak berbeda dari orang kafir yang hidup di masa silam, orang kafir yang hidup di zaman sekarang menghadapi suatu kenyataan yang akan menyebarkan rencana berlika-liku mereka dengan landasan mereka. Dengan ayat "... diperdayakan oleh setan-setan" (Surat al-An'aam, 71), Allah berfirman bahwa rencana ini berakhir dengan kegagalan pada hari perencanaannya. Allah menyampaikan berita baik kepada orang beriman dengan ayat "... Tipu muslihat mereka sama sekali tidak merugikan kamu." (Surat Aali 'Imraan, 120)
Dalam ayat lain, Allah berfirman: "Tetapi mereka yang kafir, amal mereka sepreti bayangan di padang pasir, yang oleh orang yang sedang kehausan dikira air, sehingga bila ia sampai ke tempatnya, tak ada apa-apa, tetapi yang ditemuinya Allah bersama dia, dan Allah membuat perhitungan." (Surat an-Nuur, 39). Materialisme juga menjadi suatu "bayangan" bagi yang memberontak seperti yang dinyatakan dalam ayat ini; bila mereka menemukan jalan lain, mereka tidak mendapati apa-apa selain ilusi. Allah menipu mereka dengan bayangan sedemikian, dan memperdaya mereka sehingga mereka mencerap seluruh kumpulan kesan ini sebagai sesuatu yang nyata. Semua orang yang "terkemuka", profesor, astronom, biolog, fisikawan, dan lain-lain, apa pun kedudukan dan status mereka, terperdaya begitu saja seperti anak-anak, dan terhina karena mereka mengambil materi sebagai tuhan mereka. Dengan menganggap sekumpulan kesan itu mutlak, mereka mendasarkan filosofi dan ideologi mereka pada sekumpulan kesan itu, menjadi terlibat dalam diskusi serius, dan menggunakan wacana yang disebut "intelektual". Mereka menganggap mereka cukup bijaksana menawarkan suatu argumen tentang kebenaran alam semesta dan, yang lebih penting, menentang Allah dengan intelegensi mereka yang terbatas. Allah menerangkan situasi mereka dalam ayat berikut ini:
Mereka menyusun rencana, dan Allah juga membuat rencana, namun Allah perencana terbaik. (Surat Aali 'Imraan, 54)
Lari dari beberapa rencana mungkin bisa; namun, rencana Allah terhadap orang kafir ini sangat mantap sehingga tiada jalan untuk keluar dari rencana itu. Tidak peduli apa yang mereka lakukan atau siapa yang mereka pikat, mereka tidak pernah menemukan penolong selain Allah. Seperti firman Allah dalam Al-Qur'an, "Mereka takkan mendapatkan pelindung dan penolong selain Allah."(Surat an-Nisaa', 173)
Para materialis tiada pernah menduga terjerumus dalam perangkap sedemikian itu. Dengan memiliki semua sarana penyelesaian abad ke-20, mereka mengira bisa memperkokoh kekafiran mereka dan mempengaruhi orang-orang agar tidak beriman. Allah menggambarkan mentalitas abadi orang kafir dan akhir riwayat mereka dalam al-Qur'an sebagai berikut:
Mereka menyusun rencana, dan kami pun membuat rencana, sementara mereka tidak menyadari. Maka lihatlah, bagaimana akibat rencana mereka; Kami binasakan mereka dan golongan mereka semua. (Surat an-Naml, 50-51)
Di tingkat lain, inilah maksud ayat-ayat itu: pengikut materialisme dibuat menyadari bahwa segala yang mereka miliki adalah ilusi, dan karena itu segala yang mereka miliki binasa. Saat mereka menyaksikan harta, pabrik, emas, uang, anak, pasangan hidup, teman, kedudukan dan status, dan bahkan tubuh mereka sendiri, semua yang mereka anggap ada itu terlepas jauh dari tangan mereka, semuanya "binasa" seperti yang difirmankan di ayat 51 Surat an-Naml. Dalam hal ini, semua itu bukan lagi kesatuan materi, melainkan jiwa.
Tentu saja, menyadari kebenaran ini merupakan situasi yang mungkin terburuk bagi para materialis. Begitu juga fakta bahwa segala yang mereka miliki hanya ilusi atau, dengan kata lain, "mati sebelum meninggal" di dunia ini.
Kenyataan ini membiarkan mereka sendirian dengan Allah. Dengan ayat, "Biarlah Aku (berhadapan) dengan makhluk yang Aku ciptakan (telanjang dan) seorang diri!" (Surat al-Muddatstsir, 11), Allah menyeru kita untuk mengikuti fakta bahwa sebenarnya manusia seorang diri saja dalam kehadiran-Nya. Kenyataan yang luar biasa ini diulangi di ayat-ayat lain:
Dan sungguh-sungguh kamu mendatangi Kami seorang diri seperti ketika pertama kali Kami menciptakan kamu; dan segala yang Kami karuniakan kepadamu kamu tinggalkan di belakangmu ... (Surat al-An'aam, 94)
Dan setiap orang datang kepada-Nya pada hari kiamat seorang diri. (Surat Maryam, 95)
Di tingkat lain, ayat-ayat itu menunjukkan: mereka yang menganggap materi sebagai tuhan mereka berasal dari Allah dan kembali kepada-Nya. Mereka telah menyerahkan kehendak mereka kepada Allah, entah mereka inginkan entah tidak. Kini mereka menunggu Hari Perhitungan kala setiap orang dari mereka akan dipangil untuk bertanggung jawab, kendatipun mereka mungkin tidak ingin memahaminya.
KESIMPULAN
Pokok bahasan yang telah kami jelaskan sejauh ini merupakan salah satu kebenaran terbesar yang pernah dikabarkan di sepanjang hidup anda. Dengan membuktikan bahwa seluruh dunia materi sebenarnya merupakan "makhluk bayang-bayang", pokok bahasan ini merupakan kunci untuk memahami keberadaan Allah dan ciptaan-Nya dan memahami bahwa Dialah satu-satunya keberadaan yang mutlak.
Orang yang memahami pokok bahasan ini menyadari bahwa dunia bukan jenis tempat [nyata] sangkaan kebanyakan orang. Dunia bukan tempat mutlak dengan keberadaan sejati seperti anggapan orang-orang yang berkeliaran tanpa tujuan di jalan-jalan, berkelahi di pub-pub, bermewah-mewah, memamerkan kekayaan mereka, atau yang mengabdikan hidup demi tujuan-tujuan dangkal. Dunia ini hanya sekumpulan persepsi, suatu ilusi. Semua orang yang kita sebut di atas hanya makhluk bayang-bayang yang melihat persepsi-persepsi ini dalam benak mereka; namun, mereka tidak menyadarinya.
Konsep ini sangat penting karena menghancurkan dan meruntuhkan filsafat materialisme yang menolak keberadaan Allah. Hal ini yang menyebabkan para materialis seperti Marx, Engels, dan Lenin merasa panik, murka, dan memperingatkan pengikut mereka "untuk tidak memikirkan" konsep ini kala mereka diberitahu hal itu. Orang-orang ini begitu lemah mentalnya sehingga mereka bahkan tidak bisa memahami bahwa penginderaan itu terbentuk di dalam otak. Mereka menganggap bahwa dunia yang mereka saksikan di otak mereka adalah "dunia luar" dan tidak bisa memahami bukti gamblang yang [menunjukkan] sebaliknya.
Ketidaksadaran ini merupakan hasil dari kurangnya kearifan yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang tak beriman. Seperti firman Allah dalam Al-Qur'an, orang-orang kafir "mempunyai kalbu, tidak juga mau menyadari, mereka mempunyai mata, tidak juga mau melihat dan mereka mempunyai telinga, tidak juga mau mendengar. Mereka sudah seperti ternak, bahkan lebih sesat lagi, karena mereka sudah lalai." (Surat al-A'raaf, 179)
Anda bisa merambah melampaui hal ini dengan menggunakan kekuatan cermin pribadi anda. Untuk ini, anda harus berkonsentrasi, memusatkan perhatian anda, dan merenung pada waktu melihat obyek-obyek di sekitar anda dan merasakan sentuhan mereka. Jika anda berpikir dengan kepala dingin, anda bisa merasakan bahwa makhluk pintar yang melihat, mendengar, menyentuh, berpikir, dan membaca buku di saat ini hanya seorang roh dan menyaksikan cerapan yang disebut "materi" di selembar layar. Orang yang memahami ini akan telah beranjak dari ranah dunia materi yang menipu sebagian besar manusia, dan memasuki ranah keberadaan hakiki.
Kenyataan ini dipahami oleh sejumlah teis atau filsuf sepanjang sejarah. Intelektual Islam seperti Imam Rabbani, Muhyiddin Ibn al-'Arabi, dan Maulana Jami menyadari hal ini dari ayat-ayat al-Qur'an dan dengan menggunakan akal mereka. Sebagian filsuf Barat seperti George Berkeley memahami realitas yang sama melalui akal. Imam Rabbani menulis dalam Maktubat (Surat-Surat)-nya bahwa seluruh alam materi itu "bayangan dan sangkaan (cerapan)" dan bahwa satu-satunya keberadaan mutlak itu ialah Allah:
Allah ... Substansi makhluk-makhluk yang Ia ciptakan ini tidak lain kecuali ketiadaan ... Ia ciptakan semuanya dalam cakupan indera dan ilusi ... Keberadaan alam semesta ini adalah di cakupan indera dan ilusi, dan ini bukan materi ... Pada hakikatnya, tiada yang berada di luar kecuali Yang Agung. (Yaitu Allah).40
Imam Rabbani secara terang-terangan menyatakan bahwa semua kesan yang tersaji untuk manusia hanya ilusi, dan bahwa kesan-kesan itu tidak asli di "luar".
Siklus khayalan ini tergambar dalam imajinasi. Terlihat jelas bahwa ini tergambar, namun dengan mata benak. Di luar, tampak seakan-akan ini terlihat dengan mata kepala. Akan tetapi, kejadiannya bukan demikian. Tidak ada penandaan atau pun jejak di luar. Tiada keadaan yang akan terlihat. Bahkan wajah seseorang yang terpantul di sebidang cermin memang seperti itu. Keadaannya di luar tidak stabil. Tiada keraguan, baik kesan maupun kestabilannya ada dalam IMAJINASI. Allah lebih mengetahui.41
Maulana Jami menyatakan fakta serupa, yang ia temukan dengan mengikuti ayat-ayat Al-Qur'an dan dengan menggunakan kecerdasannya: "Apa pun yang ada di alam semesta adalah inderawi dan ilusi. Mereka itu seperti pantulan di cermin atau bayang-bayang."
Namun demikiam, jumlah orang yang memahami fakta ini sepanjang sejarah selalu terbatas. Ulama besar seperti Imam Rabbani telah menulis bahwa mungkin tidak bijaksana menuturkan kenyataan ini kepada masyarakat luas karena kebanyakan orang tidak mampu memahaminya.
Di abad di masa hidup kita, telah tersusun fakta empiris melalui struktur bukti yang dikemukakan oleh ilmu pengetahuan. Kenyataan bahwa alam semesta merupakan makhluk bayang-bayang diuraikan dengan cara yang demikian jelas, konkret, dan terbuka untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Karena alasan ini, abad ke-21 akan menjadi titik balik bersejarah ketika manusia pada umumnya akan memahami realitas ilahi dan berbondong-bondong menuju Allah, satu-satunya keberadaan yang mutlak. Paham materialis abad ke-19 akan tersingkir ke keranjang-sampah sejarah. Keberadaan Allah dan ciptaan-Nya akan dimengerti, ketiadaan ruang dan waktu akan dipahami, manusia akan bebas dari selubung, kebohongan, dan takhyul yang menyesatkan mereka berabad-abad.
Mustahil kejadian yang tak terhindarkan ini terusik oleh makhluk bayang-bayang apa pun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar