Alhamdulillahi Raobbil ‘alamien.
Shalawat dan salam semoga Allah tetapkan atas Nabi Muhammad
saw, keluarganya, para sahabatnya, dan pengikut-pengikutnya yang setia dengan
baik sampai akhir zaman.
Pembaca yang budiman, buku ini kami beri judul Al-Qur’an Dihina Gus Dur. Isinya berupa tanggapan atas wawancara Gus Dur yang dimuat di situs JIL (Jaringan Islam Liberal) islamlib.com yang berjudul Jangan Bikin Aturan Berdasarkan Islam Saja! (10/04/2006). Dalam wawancara itu Gus Dur menghina Al-Qur’an secara terang-terangan. Di antaranya terdapat dalam tanya jawab sebagai berikut: JIL: Gus, ada yang bilang kalau kelompok-kelompok penentang RUU APP ini bukan kelompok Islam, karena katanya kelompok ini memiliki kitab suci yang porno? Kenapa Gus Dur sampai seberani dan sedrastis itu dalam melecehkan Al-Qur’an? Bukankah dia beragama Islam? Untuk apa dia sampai sebegitu beraninya melecehkan Al-Qur’an?
Untuk menjawab masalah itu, perlu diketahui latar belakang,
kondisi dan situasi dia berbicara. Dan tentunya hanya Allah lah yang tahu persis
kenapa Gus Dur sampai sedrastis itu penghinaannya terhadap Al-Qur’an. Namun
sekadar jangkauan yang nampak, bisa juga dilacak, ada faktor-faktor yang
melingkunginya, yang mengakibatkan Gus Dur seberani itu. Hanya saja itu belum
tentu penting dibicarakan. Yang jelas, penghinaannya terhadap Al-Qur’an, kitab
suci, wahyu Allah, atau firman Allah swt ini bukan masalah yang
kecil.
Buku ini memuat isi yang
mencakup:Masyarakat Islam dari berbagai kota pun prihatin terhadap kasus ini. Banyak yang menelpon, kirim pesan singkat (sms), bahkan kirim email (surat elektronik) kepada penulis. Mereka mengemukakan keprihatinannya atas penghinaan yang tidak tanggung-tanggung itu. Masyarakat perkampungan di Betawi (Jakarta) pun sudah prihatin dengan adanya kasus penghinaan terhadap Al-Qur’an ini, setelah mereka mendengarkan guru mengaji yang membeberkannya. Apalagi telah beredar luas sejak pemimpin Perguruan Islam As-Syafi’iyah Jakarta, H Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie, mempidatokannya dengan nada prihatin di depan jama’ah pengajiannya, tidak lama setelah munculnya wawancara di islamlib.com itu. Kemudian diulang lagi dengan nada sangat sedih di depan jama’ahnya, Ahad 1 Rabi’ul Akhir 1427H/ 30 April 2006, dipancarkan pula lewat dua pemancar radio Islam di Jakarta. Hingga masyarakat yang sudah agak lupa akan tingkah heboh Gus Dur, tampaknya ingat kembali dan mengecamnya. Oleh karena itu, penghinaan terhadap Al-Qur’an ini perlu ditanggapi. Sekaligus dalam tanggapan ini mengingatkan, agar Gus Dur dan pendukungnya yang telah menghina Al-Qur’an itu bertaubat sebelum ajal sampai kepada mereka.
Perlu diketahui, dalam perpolitikan, akibat ulahnya sendiri,
Gus Dur terjungkal-jungkal. Ambil contoh, Gus Dur jadi presiden, baru dalam
tempo 19 bulan (1999-2001) –mestinya 5 tahun– sudah langsung diturunkan oleh MPR
(Majelis Permusyawaratan Rakyat) pimpinan Amien Rais. Diturunkan itu gara-gara
kaitannya dengan uang (bukan karena tuduhan berselingkuh dengan isteri orang,
walau beritanya santer secara menasional saat itu). Kasus uang itu dikenal
dengan kasus pemberian uang dari Sultan Brunei Darus Salam dan uang Bulog (Badan
Urusan Logistik). Maka dikenal dengan kasus Brunei Gate dan Bulog Gate. Dan
Amien Rais pun mengucapkan permintaan maaf atas salah pilihnya, yakni memilih
Gus Dur sebagai presiden, yang istilah Amien Rais, minta maaf kepada bangsa
Indonesia atas kesalahan ‘ijtihad politik’-nya. Bagaimana tidak salah. Gus Dur
yang dalam tempo 19 bulan jadi presiden, ternyata sudah jalan-jalan ke 90-an
negara, dengan membawa isterinya, Ny Sinta Nuriyah (pakai kursi roda) dan anak
perempuannya, Yenni. Semua itu rata-rata hanya membuahkan isu panas, karena Gus
Dur hampir setiap di luar negeri melontarkan isu-isu panas yang mengguncang
keadaan secara nasional.
Babak berikutnya, setelah diturunkan jadi presiden, lalu ada pendaftaran untuk pencalonan presiden, setelah Megawati yang tadinya wakil presiden dan naik menjadi presiden menggantikan Gus Dur sudah hampir habis masa jabatannya. Gus Dur pun ingin mencalonkan diri. Namun dari persyaratan yang ditetapkan, Gus Dur ditolak sebagai bakal calon. Gagalnya Gus Dur untuk jadi bakal calon presiden ini pun penuh dengan polemik, yang menambah terjungkalnya. Di PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) maupun NU (Nahdlatul Ulama), Gus Dur mengalami (menimbulkan?) konflik yang kadang berkepanjangan, bahkan sampai ke pengadilan, dalam kasus PKB. Rupanya pengalaman terjungkal-jungkal seperti itu kadang berbuah tak mengenakkan. Gus Dur yang jelas menjadi orang terkemuka di NU, suaranya tidak begitu didengar lagi, dan tidak dijadikan bahan keputusan di PBNU. Hingga seolah-olah Gus Dur sudah tidak diuwongke (tidak diorangkan). Contoh nyata, dalam masalah RUU APP (Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi) yang akan diundangkan Juni 2006, Gus Dur jelas-jelas di barisan depan menolaknya. Bahkan dia sedang berbaring di rumah sakit pun ketika mendengar RUU APP didukung MUI dan umat Islam, langsung Gus Dur bangkit dan berseru untuk menolaknya. Kalau sampai diundangkan pun mau dia amandemen. Namun suara lantang Gus Dur sampai menerjunkan isterinya (Sinta Nuriyah yang pakai kursi roda) untuk berdemo bersama artis-artis dan lain-lain untuk menolak RUU APP itu tidak digubris oleh PBNU. Bahkan PBNU mendukung RUU APP. Masih pula di hadapan anak muda NU pun Gus Dur dikritik karena mendukung Inul, penjoget yang dikenal memutar (maaf) pantatnya hingga disebut goyang ngebor Inul, dan menolak RUU APP. Padahal Gus Dur sudah sejak lama mengkader anak-anak muda NU untuk jadi liberal. Tetapi kenyataannya muncul juga pengkritik keras terhadap Gus Dur. Dalam keadaan terjungkal-jungkal di kancah politik, dan terseok-seok di habitatnya (NU) seperti itu, lalu Gus Dur bagai teriak sekencang-kencangnya. Sayangnya, yang diteriakkan itu adalah hinaannya terhadap Al-Qur’anul Kariem, Kalamullah, yang dihormati dan jadi pedoman seluruh umat Islam. Bukan sekadar perangkat lunak milik NU. Jurus mabuk Gus Dur ini tentu saja bukan mengurangi derita yang telah dia alami akibat polah tingkahnya sendiri, namun justru menambah derita, menambah masalah. Dalam kasus ini, Gus Dur telah membuat masalah sangat besar. Orang akan mengatakan, “dia jual, maka kita beli! Dia membuat perkara, maka kita layani!” Buku ini adalah salah satu bentuk pelayanan terhadap apa yang telah dia jual. Pelayanan-pelayanan yang lain dengan bentuk lain pula tentu akan dihadapkan kepada Gus Dur dan para pendukungnya. Di samping itu tentu saja Allah swt Yang Firman-Nya telah dihina itu Maha Mengetahuinya dan sangat besar adzabNya. Karena buku ini merupakan pelayanan terhadap bentuk penghinaan yang sangat tinggi yakni menghina Kitab Suci Al-Qur’an, maka tidak bisa diingkari adanya semacam pembelaan yang menggunakan kata-kata tajam. Oleh karena itu, kami mohon maaf apabila ada kata-kata yang sekiranya kurang pada tempatnya. Demikian pula, sangat kami sadari, tulisan ini banyak kekurangannya, maka kami harapkan adanya tegur sapa ataupun kritik yang membangun dari para pembaca yang budiman. Tidak lupa, kami sampaikan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan informasi, dukungan, dorongan, dan aneka sumbangsih yang berharga, sehingga terwujudnya buku ini. Semoga Allah swt mencurahkan rahmat-Nya kepada kaum Muslimin yang senantiasa mengikuti perintah-perintah-Nya dengan ikhlas, dan membela agama-Nya dari celaan dan rongrongan musuh-musuh-Nya. Dan semoga buku ini salah satu sarana ke arah yang diridhoi-Nya. Amien, ya Robbal ‘alamien. Jakarta, Ahad 1 Rabi’ul Akhir 1427H/ 30 April 2006M. Penulis: Hartono Ahmad Jaiz |
Jumat, 17 Februari 2012
Al-Qur'an Dihina Gus Dur page : 4
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar