Jumat, 17 Februari 2012

Al-Qur'an Dihina Gus Dur page : 10


C. Anggap Qur’an kitab suci paling porno
Kutipan:
JIL: Bagaimana dengan barang dan tayangan erotis yang kini dianggap sudah akrab dalam masyarakat kita?

Erotisme merupakan sesuatu yang selalu mendampingi manusia, dari dulu hingga sekarang. Untuk mewaspadai dampak dari erotisme itu dibuatlah pandangan tentang moral. Dan moralitas berganti dari waktu ke waktu. Dulu pada zaman ibu saya, perempuan yang pakai rok pendek itu dianggap cabul. Perempuan mesti pakai kain sarung panjang yang menutupi hingga matakaki. Sekarang standar moralitas memang sudah berubah. Memakai rok pendek bukan cabul lagi. Oleh karena itu, kalau kita mau menerapkan suatu ukuran atau standar untuk semua, itu sudah merupakan pemaksaan. Sikap ini harus ditolak. Sebab, ukuran satu pihak bisa tidak cocok untuk pihak yang lain. Contoh lain adalah tradisi tari perut di Mesir yang tentu saja perutnya terbuka lebar dan bahkan kelihatan puser. Mungkin bagi sebagian orang, tari perut itu cabul. Tapi di Mesir, itu adalah tarian rakyat; tidak ada sangkut-pautnya dengan kecabulan.

JIL: Jadi erotisme itu tidak mesti cabul, Gus?

Iya, tidak bisa. Anda tahu, kitab Rawdlatul Mu‘aththar (The Perfumed Garden, Kebun Wewangian) itu merupakan kitab bahasa Arab yang isinya tatacara bersetubuh dengan 189 gaya, ha-ha-ha.. Kalau gitu, kitab itu cabul, dong? ha-ha-ha’ Kemudian juga ada kitab Kamasutra. Masak semua kitab-kitab itu dibilang cabul? Kadang-kadang saya geli, mengapa kiai-kiai kita, kalau dengerin lagu-lagu Ummi Kultsum’penyanyi legendaris Mesir’bisa sambil teriak-teriak ‘Allah’ Allah’’ Padahal isi lagunya kadang ngajak orang minum arak, ha-ha-ha.. Sangat saya sayangkan, kita mudah sekali menuding dan memberi cap sana-sini; kitab ini cabul dan tidak sesuai dengan Islam serta tidak boleh dibaca. Saya mau cerita. Dulu saya pernah ribut di Dewan Pustaka dan Bahasa di Kuala Lumpur Malaysia. Waktu itu saya diundang Prof. Husein Al-Attas untuk membicarakan tema Sastra Islam dan Pornografi. Nah, saya ributnya dengan Siddik Baba. Dia sekarang menjadi pembantu rektor di Universitas Islam Internasional Malaysia. Menurut dia, yang disebut karya sastra Islam itu harus sesuai dengan syariat dan etika Islam. Karya-karya yang menurutnya cabul bukanlah karya sastra Islam. Saya tidak setuju dengan pendapat itu. Kemudian saya mengulas novel sastrawan Mesir, Naguib Mahfouz, berjudul Zuqaq Midaq (Lorong Midaq), yang mengisahkah pola kehidupan di gang-gang sempit di Mesir. Tokoh sentralnya adalah seorang pelacur. Dan pelacur yang beragama Islam itu bisa dibaca pergulatan batinnya dari novel itu. Apakah buku itu tidak bisa disebut sebuah karya Islam hanya karena ia menceritakan kehidupan seorang pelacur? Ia jelas produk seorang sastrawan brilian yang beragama Islam. Aneh kalau novel itu tidak diakui sebagai sastra Islam.

JIL: Gus, ada yang bilang kalau kelompok-kelompok penentang RUU APP ini bukan kelompok Islam, karena katanya kelompok ini memiliki kitab suci yang porno?

Sebaliknya menurut saya. Kitab suci yang paling porno di dunia adalah Alqur’an, ha-ha-ha.. (tertawa terkekeh-kekeh).

JIL: Maksudnya?

Loh, jelas kelihatan sekali. Di Alqur’an itu ada ayat tentang menyusui anak dua tahun berturut-turut. Cari dalam InJIL kalau ada ayat seperti itu. Namanya menyusui, ya mengeluarkan tetek kan?! Cabul dong ini. Banyaklah contoh lain, ha-ha-ha’



Komentar:

Anggap Qur’an kitab suci paling porno

Gus Dur menganggap Al-Qur’an kitab suci paling porno di dunia, itu sangat keterlaluan. Tidak ada ‘udzur (alasan untuk berkilah) dalam masalah yang sangat prinsip dalam Islam ini. Khusus mengenai pelecehan Gus Dur terhadap Al-Qur’an ini bisa dibaca di bab tersendiri serta fatwa-fatwa para ulama mengenai mengolok-olok Islam dalam buku ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar