SEPERTI APAKAH ORANG YANG BENAR ITU?
Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk hidup sebagai orang yang
teguh dan ikhlas kepada Allah dalam agama mereka.
"Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan
dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama
mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan
kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar."
(an-Nisaa` [4]: 146)
Seorang manusia menjadi bersih hatinya jika ia teguh karena Allah,
mengabdikan hidupnya untuk mendapatkan keridhaan-Nya dengan menyadari bahwa
tidak ada penuhanan kecuali kepada Allah, dan tak pernah menyerah dalam keimanan
kepada Allah, apa pun yang terjadi. Allah memerintahkan di dalam Al-Qur`an
sebagai berikut.
"... Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama)
Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Ali
Imran [3]: 101)
Dalam agama, ikhlas kepada Allah berarti berusaha mendapatkan keridhaan Allah
dan kepuasan-Nya tanpa mengharapkan keuntungan pribadi lainnya. Allah juga telah
menekankan pentingnya hal ini di dalam ayat lainnya. Ia telah menunjukkan bahwa
agama hanya dapat dijalankan dalam sikap berikut.
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan
lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus." (al-Bayyinah [98]: 5)
Dalam perbuatan dan ibadahnya, seorang mukmin sejati tidak pernah berusaha
untuk mendapatkan cinta, kepuasan, penghargaan, perhatian, dan pujian dari siapa
pun kecuali Allah. Adanya keinginan untuk mendapatkan semua itu dari manusia
adalah tanda bahwa ia gagal menghadapkan wajahnya kepada Allah dengan keikhlasan
dan kesucian. Dalam kenyataan, kita sering menemukan orang yang "melakukan
perbuatan-perbuatan baik atau melakukan ibadah untuk tujuan-tujuan lain selain
mendapatkan keridhaan Allah". Sebagai contoh, ada orang yang menyombongkan diri
karena menolong kaum miskin atau bermaksud mendapatkan kehormatan saat ia
melakukan perintah agama yang penting, seperti shalat. Orang-orang yang
mendirikan shalat, melakukan kebaikan supaya terlihat, disebutkan di dalam
Al-Qur`an,
"Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia
dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpaan orang itu
seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai
sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir." (al-Baqarah [2]: 264)
Siapa saja yang menginginkan supaya dirinya terlihat menonjol, sebenarnya ia
mencari keridhaan orang lain, bukan Allah. Seorang mukmin sejati harus
benar-benar cermat menghindarkan dirinya untuk pamer saat menolong orang lain,
bertingkah laku baik, beribadah, ataupun berkorban. Satu-satunya tujuan orang
yang ikhlas beriman kepada Allah hanyalah mendapatkan keridhaan Allah. Al-Qur`an
juga menekankan bagaimana para nabi menjalankan ritual-ritual keagamaan demi
keridhaan Allah dan tidak pernah mengharapkan balasan ataupun keuntungan
pribadi. Kalimat berikut diucapkan oleh Nabi Hud a.s. kepada kaumnya untuk
meyakinkan kebenaran ini.
"Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi
seruanku ini. Upahku tidak lan hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku.
Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?" (Hud [11]: 51)
Seorang mukmin tidak pernah berusaha mendapatkan keridhaan siapa pun selain
Allah. Ia tahu pasti bahwa Allahlah yang memiliki dan mengenggam semua hati dan
bahwa semua manusia akan ridha hanya jika Dia ridha. Lebih jauh, tidak ada
pujian apa pun di dunia ini yang akan menyelamatkan dirinya di akhirat. Pada
hari pembalasan, setiap orang akan berdiri sendiri di hadapan Allah dan ditanyai
atas setiap perbuatannya. Pada hari itu, keimanan, kesalehan, keikhlasan, dan
kepatuhan akan memainkan peran yang penting. Nabi Muhammad saw. mengingatkan
orang-orang beriman akan pentingnya keikhlasan,
"Allah menerima perbuatan yang dilakukan secara
murni karena Allah dan bertujuan untuk mencari keridhaan-Nya." 1
Berpaling kepada Allah dengan Penyesalan dan
Keikhlasan dalam Niat dan Perbuatan
Allah mengatakan kepada para mukmin sejati tentang keimanan yang murni,
"Dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertaqwalah
kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Allah." (ar-Ruum [30]: 31)
Allah meminta kita untuk memperhatikan ayat lain yang menyatakan bahwa jalan
yang benar untuk diikuti adalah jalan yang dilalui oleh para nabi dan
orang-orang yang saleh.
"... dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku,
kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan." (Luqman [31]: 15)
Berpaling kepada Allah dengan pengabdian sepenuh hati berarti mencintai-Nya
dengan sebenar-benar cinta, sehingga seseorang tidak dapat menjauh dari
keimanan, pengabdian, dan kesetiaan dalam kondisi apa pun, dan memiliki rasa
takut kepada-Nya dan hati-hati menjaga agar tidak kehilangan keridhaan-Nya.
Dengan demikian, setiap orang yang beriman dan tunduk patuh kepada Allah akan
mendirikan shalat dan mengerjakan amalan lainnya untuk mendapatkan
keridhaan-Nya. Sebagai kesimpulan dalam hal ini, yang merupakan dasar penyucian
diri, seorang mukmin sejati adalah, "Orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan
mereka...." (Hud [11]: 23)Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk menunaikan perintah-Nya dan melakukan ibadah yang telah diuraikan di dalam Al-Qur`an, dengan penuh kepatuhan, keikhlasan, dan hati yang dimurnikan hanya untuk-Nya. Dalam sebuah ayat dikisahkan bagaimana Allah mengingatkan Maryam a.s. untuk mematuhi-Nya dengan pengabdian sepenuh hati,
"Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah
bersama orang-orang yang rukuk." (Ali Imran [3]: 43)
Hal ini juga dinyatakan oleh Nabi saw., "Kebaikan dan kenikmatan adalah bagi orang yang menyembah Tuhan-Nya
dengan sebaik-baik kepatuhan dan melayani Tuhannya dengan tulus ikhlas."
2 (HR Imam Bukhari)Allah juga memberikan kabar gembira bahwa mereka yang menaati-Nya dengan pengabdian sepenuh hati dan mematuhi perintah-Nya dengan ketundukan, akan diberi ganjaran yang berlipat ganda.
"Dan barangsiapa di antara kamu sekalian (istri-istri
Nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh,
niscaya Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan
baginya rezeki yang mulia." (al-Ahzab [33]: 31)
Karakter mukmin yang sejati-sebagaimana disebutkan dalam ayat di bawah
ini-dicontohkan dengan sangat baik oleh para nabi untuk mengingatkan manusia,
"Orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat,
yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu
sahur." (Ali Imran [3]: 17)
Al-Qur`an berisi banyak ayat yang menekankan fakta bahwa para nabi adalah
orang yang berpaling kepada Allah dengan pengabdian yang tulus. Mereka adalah
hamba-hamba-Nya yang suci. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut.
"Sesungguhnya, Ibrahim adalah seorang imam yang dapat
dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah
dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)." (an-Nahl [16]: 120)
"Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq, Ya'qub
yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.
Sesungguhnya, Kami telah menyucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada
mereka) akhlaq yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri
akhirat." (Shaad [38]: 45-46)
"Sesungguhnya, Ibrahim itu benar-benar seorang yang
penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah." (Hud [11]: 75)
"Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah
Musa di dalam Al-Kitab (Al-Qur`an) ini. Sesungguhnya, ia adalah seorang yang
dipilih dan seorang rasul dan nabi." (Maryam [19]: 51)
"Dan (ingatlah) Maryam putri Imran yang memelihara
kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan)
Kami; dan dia membenarkan kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan adalah dia
termasuk orang-orang yang taat." (at-Tahrim [66]: 12)
Percaya kepada Allah dengan Menunjukkan Pengabdian yang
Tinggi
Orang-orang yang beriman yang mencapai tingkat kesucian yang didefinisikan
dalam Al-Qur`an, yakin kepada Allah "dengan menunjukkan rasa khidmat yang
mendalam". Ini berarti mereka mengerti akan kebesaran dan kekuatan Allah.
Karenanya, ia merasakan cinta yang mendalam, pengabdian yang murni, dan rasa
takut, dengan tidak pernah meninggalkan kesempatan untuk mendapatkan
keridhaan-Nya demi keuntungan duniawi. Keikhlasan adalah mengetahui bahwa tidak
ada keuntungan duniawi, kecil ataupun besar, yang dapat menjadi lebih penting
daripada mendapatkan ridha dan menjalankan perintah-Nya. Di dalam Al-Qur`an,
kualitas orang-orang yang benar itu dijelaskan sebagai berikut.
"... mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga
yang sedikit...." (Ali Imran [3]: 199)
Sebagaimana didefinisikan di dalam Al-Qur`an, orang-orang yang benar tak
pernah membuat perhitungan dalam menjalankan perintah Allah dan larangan-Nya,
tak peduli apa pun kondisinya, sesuai dengan apa yang diminta ayat Al-Qur`an
tersebut. Semua rasa takut yang penuh khidmat dan pengabdian mendalam yang
dirasakan jauh di dalam hati seseorang, menjauhkan dirinya dari sikap dan
perbuatan yang tidak disukai oleh Allah, dan juga mendorong seseorang untuk
lebih bersemangat untuk menyerap keseluruhan moralitas yang diridhai oleh Allah.
Di dalam Al-Qur`an, rasa takut yang ditunjukkan oleh orang-orang beriman kepada
Allah disebutkan dalam ayat berikut.
"Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah
perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut
kepada hisab yang buruk." (ar-Ra'd [13]: 21)
Di dalam ayat lainnya, orang-orang beriman disebutkan sebagai orang yang
memiliki pengabdian yang penuh khidmat kepada Allah dan semakin bertambah ketika
mereka mendengar ayat-ayat Allah,
"Katakanlah, 'Berimanlah kamu kepada-Nya atau tidak usah
beriman (sama saja bagi Allah).' Sesungguhnya, orang-orang yang diberi
pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur`an dibacakan kepada mereka, mereka
menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. Dan mereka berkata, 'Mahasuci Tuhan
kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi.' Dan mereka menyungkur atas
muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk." (al-Israa` [17]:
107-109)
Pengabdian penuh khidmat telah dideskripsikan di dalam Al-Qur`an sebagai
sebuah contoh bagi orang-orang beriman,
"... Sesungguhnya, mereka adalah orang-orang yang selalu
bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo'a
kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk
kepada Kami." (al-Anbiyaa` [21]: 90)
Hal lain yang disebutkan dalam ayat yang sama adalah bahwa orang-orang
beriman yang ikhlas itu berlomba-lomba dalam mengerjakan amal baik untuk
mendapatkan keridhaan Allah. Orang-orang ini berjuang terus-menerus-hingga batas
kekuatan dan yang mereka miliki-agar berhasil mendapatkan keridhaan, rahmat,
kasih sayang, dan surga Allah.
Patuh Mengabdi kepada Allah
Allah menggarisbawahi pentingnya kualitas ketundukan bagi orang beriman,
"Katakanlah (hai orang-orang mukmin), 'Kami beriman
kepada Allah dan apa yang diturunkannya kepada kami, dan apa yang diturunkan
kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan
kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya.
Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk
patuh kepada-Nya.'" (al-Baqarah [2]: 136)
Keikhlasan sejati membutuhkan ketundukan dengan penyerahan total kepada
Allah. Akan tetapi, ketundukan ini haruslah tidak bersyarat. Seseorang yang
ridha kepada ketentuan Allah, tetapi hanya bersyukur dan berserah diri kepada
Allah dalam kondisi tertentu saja, tidak dapat dikatakan berserah diri jika ia
menjadi pemberontak dan tidak patuh saat kondisinya berubah. Sebagai contoh,
orang yang memiliki hubungan bisnis yang baik dan mendapatkan sejumlah uang. Ia
sering kali mengatakan bahwa Allahlah yang mengizinkan kondisi kekayaan dan
keberuntungannya. Tetapi saat segalanya memburuk, ia tiba-tiba berbalik dan
melupakan kepatuhannya kepada Allah. Sifatnya tiba-tiba berubah dan ia mulai
mengeluh terus-menerus dan mengatakan bahwa ia adalah orang yang baik, bahwa ia
tidak seharusnya mendapat musibah, dan ia tidak mengerti sama sekali mengapa
segalanya terjadi demikian buruk. Ia bahkan melewati batas dan mulai menyalahkan
Allah dengan melupakan bahwa takdir selalu berjalan sesuai dengan apa yang
terbaik. Ia mungkin saja bertanya-tanya pada dirinya akan pertanyaan yang tidak
ada hubungannya, seperti: mengapa segala sesuatunya berjalan seperti ini?
mengapa semua ini terjadi pada saya?Memercayai Allah tanpa mempedulikan apakah yang terjadi pada diri kita itu baik atau buruk, atau apakah kejadian itu tampaknya menolong atau menjatuhkan, adalah sangat bernilai di mata Allah. Meskipun hanya dengan apa yang tampak dari luar, seseorang haruslah tunduk dengan menyadari bahwa segala sesuatu diciptakan dengan kebaikan dan kebijaksanaan.
"Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka
sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa.
Dan masa (kejadian dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar
mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman
(dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur
sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim." (Ali Imran
[3]: 140)
Jadi, semua kesulitan dan masalah itu terjadi sebagai cobaan untuk menentukan
siapa yang tetap teguh dalam kesucian diri dan ketundukan kepada Allah.Mereka yang percaya dengan tulus ikhlas tidak pernah meragukan kebaikan yang tak terbatas atas apa yang terjadi dan selalu percaya kepada Allah dalam kepatuhan total. Mereka menyadari bahwa ini adalah semata-mata ujian. Keimanan mereka tidaklah bersyarat. Keimanan yang teguh dan kuatlah yang mengelilingi segala macam kesulitan yang dihadapi seseorang. Mereka menyerahkan diri kepada Allah tanpa mencari balasan duniawi. Di dalam Al-Qur`an, sikap yang telah ditetapkan atas mukmin sejati untuk kepasrahan total kepada Allah ini telah ditekankan sebagai berikut.
"Ketika Tuhannya berfirman kepadanya, 'Tunduk patuhlah!'
Ibrahim menjawab, 'Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.'" (al-Baqarah
[2]: 131)
Dalam ayat lainnya, Allah mengatakan bahwa agama yang paling mulia adalah
agama yang diserap oleh mereka yang menyerahkan diri kepada Allah dan hanya
percaya kepada-Nya. Allah menggarisbawahi pentingnya kepatuhan yang tidak
bersyarat ini,
"Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang
yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan
kebaikan, dan dia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil
Ibrahim menjadi kesayangannya." (an-Nisaa` [4]: 125)
Nabi saw. juga mengatakan hal yang sama, "... Orang paling beruntung yang akan memiliki syafaatku di hari
perhitungan adalah orang-orang yang mengatakan, 'Tak ada sesuatu pun yang layak
disembah selain Allah,' tulus dari dalam hatinya." 3
Berpaling kepada Allah Tak Hanya di Saat Sulit,
tetapi dalam Setiap Detik Kehidupan
Selama hidupnya, sebagian orang telah gagal merenungkan tentang Allah yang
telah menciptakan mereka dan yang telah mencurahkan keberkahan dunia kepada
mereka. Sebagaimana segala sesuatu terungkap dalam kehidupan, mereka cederung
melupakan bahwa mereka sebenarnya merupakan makhluk yang lemah dan membutuhkan
kasih sayang Allah. Allah adalah satu-satunya kekuatan yang dapat memastikan
keberkahan-keberkahan itu dan mengatur segalanya.Akan tetapi, kenyataan bahwa mereka begitu ceroboh bukanlah berdasar pada keingkaran mereka, melainkan lebih kepada kenyataan bahwa mereka benar-benar tidak bersyukur dan sombong kepada Allah. Bukti yang paling jelas adalah bahwa mereka selalu berpaling kepada Allah dan segera memohon bantuan-Nya saat mereka menghadapi penderitaan atau kesulitan. Mereka yang sebelumnya mengingkari Allah, tiba-tiba mulai beribadah kepada-Nya dan menjadi hambanya yang beriman dan penuh pengabdian. Allah berkata benar dalam ayat,
"Dan apabila manusia disentuh oleh suatu bahaya, mereka
menyeru Tuhannya dengan kembali bertobat kepada-Nya, kemudian apabila Tuhan
merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat dari-Nya, tiba-tiba sebagian dari
mereka mempersekutukan Tuhannya, sehingga mereka mengingkari akan rahmat yang
telah Kami berikan kepada mereka. Maka bersenang-senanglah kamu sekalian kelak
kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu)." (ar-Ruum [30]: 33-34)
Sebagaimana disebutkan dalam ayat ini, sesaat mereka membelakangi Allah bukan
karena mereka tidak menyadari kekuasaan Allah atau karena tidak mampu memahami
bahwa mereka harus menyembah Allah, tetapi karena mereka sombong. Mereka lupa
bagaimana seharusnya mereka berlabuh kepada Allah serta memohon pertolongan-Nya
dengan tulus dan penuh harap. Mereka kemudian segera kembali kepada keingkaran
setelah Allah mencabut kesulitan mereka. Dengan kata lain, mereka berbuat dengan
tulus ikhlas hanya saat menghadapi masalah, tetapi mereka tidak ikhlas ketika
masalah itu dicabut oleh Allah. Al-Qur`an memberikan contoh orang-orang yang
demikian,
"Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di
daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera,
dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan
tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai,
dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa
mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdo'a kepada Allah dengan
mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata), 'Sesungguhnya,
jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk
orang-orang yang bersyukur.' Maka setelah Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba
mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia,
sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil
kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kamilah
kembalimu, lalu kami kebarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (Yunus
[10]: 22-23)
Sekali saja mereka dapat mengambil bentuk tingkah laku yang lebih tulus jika
mereka mau berjanji bahwa mereka akan benar-benar menjadi mukmin sejati, Allah
segera menolong mereka. Akan tetapi, setelah mereka mendapatkan pertolongan
Allah, mereka berpaling dari-Nya. Allah menyatakan bahwa kedurhakaan ini akan
menghancurkan mereka. Ia memberi peringatan kepada mereka akan nasib yang akan
mereka terima.Orang-orang yang suci hatinya, mereka berpaling kepada Allah dengan hati yang terbuka, tak ada perbedaan di dalam sikap dan tingkah laku mereka, baik di waktu sulit maupun lapang. Hal ini karena mereka menyadari sepenuhnya akan kekuatan absolut Allah. Mereka selalu hidup dengan rasa takut dan mengabdi kepada Allah dengan pengabdian sepenuh hati yang tak terbagi. Allah menyatakan bahwa di hari akhir nanti, tidaklah sama balasannya antara orang-orang yang berbuat sesuatu dengan tulus hanya saat mereka menghadapi kesulitan dan orang-orang menyucikan dirinya serta berjuang sepanjang hidup mereka. Mukmin sejati akan dibalas dengan surga, sedangkan yang lainnya akan dihukum dengan neraka. Ayat berikut terkait dengan hal ini.
"Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia
memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian
apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah di akan kemudharatan yang
pernah dia berdo'a (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia
mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari
jalan-Nya. Katakanlah, "Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara
waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka.' (Apakah kamu, hai orang
musyrik, yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam
dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan
rahmat Tuhannya? Katakanlah, 'Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?' Sesungguhnya, orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran." (az-Zumar [39]: 8-9)
Tidak Pernah Enggan dalam Mengabdi dan Beribadah kepada
Allah
Allah berfirman,
"Di antara manusia ada yang mengatakan, 'Kami beriman
kepada Allah dan Hari kemudian,' padahal mereka itu sesungguhnya bukan
orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang
beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar."
(al-Baqarah [2]: 8-9)
Mereka adalah orang-orang yang memiliki keingkaran di hati, meskipun mereka
berada di antara mukmin sejati, beribadah bersama mereka, serta menjalin
hubungan dengan mereka. Salah satu ciri yang membedakan mereka dari orang-orang
beriman kepada Allah adalah bahwa mereka enggan untuk mengabdi dan beribadah
kepada-Nya. Orang-orang beriman adalah laki-laki dan perempuan yang tulus
melabuhkan keimanan yang mendalam kepada Allah, yang berpaling kepada-Nya dengan
tulus, dan yang menyembah-Nya dengan cinta dan kepatuhan. Dalam ayat lain, Allah
menggambarkan balasan yang menanti di hari akhir atas sikap tersebut dan Dia
menghadirkan para malaikat sebagai contoh bagi manusia,
"Almasih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi
Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah).
Barangsiapa yang enggan dari menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah
akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya." (an-Nisaa` [4]: 172)
Sebagaimana disebutkan di dalam ayat ini, salah satu ciri keikhlasan dan
kebajikan adalah dengan tidak pernah merasa enggan dalam mengabdi dan beribadah
kepada Allah. Orang-orang beriman selalu ingin beribadah kepada Allah dalam
situasi apa pun. Karena itulah, mereka tidak pernah kehilangan semangat,
sekalipun mereka dipaksa untuk mengorbankan hidup dan kekayaan mereka atau
menghadapi kesulitan dan kedukaan.Nabi Muhammad saw. mengingatkan orang-orang beriman akan pentingnya keteguhan dalam menyembah Allah, "Kerjakanlah kebaikan dengan benar, tulus, dan utuh. Dan sembahlah Allah di waktu siang dan malam, dan selalu mengambil jalan pertengahan untuk mencapai tujuanmu (surga)." 4 Al-Qur`an memberikan banyak contoh tentang akhlaq mulia, yang mengungkapkan usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang beriman ini. Sebagai contoh, ada orang-orang yang berulang-ulang meminta Nabi saw. agar mereka dapat ikut serta berperang, tetapi akhirnya mereka tidak dapat ikut serta. Disebutkan juga tentang mereka yang kembali setelah gagal menemukan apa pun untuk dibelanjakan. Meski orang-orang ini pasti menyadari bahwa mereka akan menghadapi banyak kerugian dalam perang: risiko terbunuh, terluka, dan menderita, mereka tetap ingin ikut serta semata-mata karena keimanan yang tulus serta kesucian diri mereka. Al-Qur`an mengabadikan orang-orang seperti ini dalam ayat,
"Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila
mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata,
'Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu,' lalu mereka kembali, sedang
mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak
memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan." (at-Taubah [9]: 92)
Al-Qur`an juga mengabarkan contoh-contoh mereka yang berada dalam situasi
yang sama, tetapi segan melayani dan mengabdi kepada Allah, agar orang-orang
beriman menyadari perbedaan antara dua macam orang. Ayat berikut ini
menyatakan,
"Sesungguhnya, jalan (untuk menyalahkan) hanyalah
terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang
yang kaya. Mereka rela berada bersama-sama orang-orang yang tidak ikut berperang
dan Allah telah mengunci mata hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat
perbuatan mereka). Mereka (orang-orang munafik) mengemukakan uzurnya kepadamu
dengan nama Allah, apabila kamu telah kembali kepada mereka (dari medan perang).
Katakanlah, 'Janganlah kamu mengemukakan uzur; kami tidak percaya lagi kepadamu,
(karena) sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami di antara
perkabaran-perkabaran (rahasia-rahasia)mu. Dan Allah serta Rasul-Nya akan
melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada Yang Mengetahui yang gaib
dan yang nyata, lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.'"
(at-Taubah [9]: 93-94)
Kebalikan dari mukmin yang sejati, mereka adalah orang yang menyatakan dengan
lidah mereka bahwa mereka menyembah Allah dan bahwa mereka mematuhi Nabi saw.,
tetapi mereka meminta untuk tidak dilibatkan dalam peperangan walaupun mereka
berkecukupan dari segi harta dan kekayaan. Mereka yang menolak untuk ikut serta
dalam peperangan saat kaum muslimin menghadapi kesulitan yang besar, menunjukkan
keberanian yang memalukan di hadapan Allah. Kondisi yang sama juga dapat terjadi
pada kasus yang lainnya. Haruslah diingat bahwa di dalam ayat-ayat Al-Qur`an,
Tuhan kita menunjukkan bahwa hati orang-orang yang lebih memilih untuk menyimpan
harta mereka daripada melakukan sesuatu yang dapat membawa mereka kepada
keridhaan Allah dan menolong serta menyokong saudara mereka seislam, sudah
terkunci.
Keikhlasan Perlu Dimurnikan
Salah satu ciri yang paling penting yang ada pada diri mukmin yang sejati dan
ikhlas adalah bahwa ia dengan tulus ingin dan berusaha untuk menyucikan dirinya
dari segala jenis tingkah laku dan akhlaq yang dilarang oleh Al-Qur`an demi
memperoleh keridhaan Allah. Manusia diciptakan cenderung untuk berbuat salah,
namun Allah menyatakan dalam ayat terpisah bahwa Dia telah melengkapi jiwa
manusia tidak hanya terbatas dengan dosa dan kejahatan, tetapi juga dengan
cara-cara untuk menghindarinya.
"Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya, sesungguhnya
beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang
yang mengotorinya." (asy-Syams [91]: 7-10)
Dengan rasa takut kepada Allah, setiap mukmin sejati ingin selalu menyucikan
diri dari sisi jahat jiwanya. Ia berusaha untuk mendapatkan keagungan ahklaq
sebagaimana yang dijelaskan di dalam Al-Qur`an, dengan menggunakan kesadaran dan
kecerdasannya dengan sebenar-benarnya. Usaha serius apa pun yang dilakukan oleh
seseorang yang tulus hati menginginkan kesucian diri, adalah tanda keimanan
sejati dan kesuciannya.Hanya orang yang memiliki keimanan yang mutlak pada Allah dan hari akhirlah yang akan berusaha menghilangkan sisi jahat jiwanya. Sebaliknya, orang yang tidak benar-benar percaya kepada Allah dan hari akhir akan menafikan adanya sisi jahat dalam jiwanya dan berusaha menutupinya dari orang lain. Ia berharap tak akan ada yang mengetahui perbuatan jahatnya. Akan tetapi, Allahlah yang paling tahu lahir dan batin setiap orang. Allah paling tahu rahasia yang paling rahasia. Pada hari pembalasan, semua perbuatan yang dilakukan oleh setiap manusia akan terungkap. Mukmin yang ikhlas yang menyadari hal ini akan ditolong oleh usaha mereka melawan hawa nafsu. Di dalam Al-Qur`an, gambaran usaha mereka dipaparkan sebagai berikut.
"Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu
selama-lamanya. Sesungguhnya, masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid
Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di
dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai
orang-orang yang bersih." (at-Taubah [9]: 108)
Berusaha Bersama-sama dan Melakukan Perbuatan Baik
Terus-menerus
Di dalam ayat berikut, Allah menyatakan bahwa perbuatan baik yang dilakukan
terus-menerus adalah lebih baik ganjarannya di sisi Allah.
"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia,
tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (al-Kahfi [18]: 46)
Perbuatan tersebut juga merupakan tanda keikhlasan dan kesucian seseorang.
Sebagian orang dapat melakukan perbuatan baik, tetapi bukan karena mereka takut
kepada Allah, melainkan ingin mendapatkan kehormatan dan pujian di mata manusia.
Sebagai contoh, seseorang yang mengirimkan barang-barang dan pakaiannya untuk
orang-orang yang kehilangan tempat tinggal karena gempa bumi. Ia mungkin saja
membantu tetangganya, atau bersikap baik, sayang, dan baik budi. Ia mungkin juga
ramah, lembut, dan memahami karyawannya. Ia mungkin hormat dan penuh toleransi
kepada orang yang lebih tua. Jika perlu, ia bisa saja mengorbankan dirinya, ikut
serta dalam kegiatan kemanusiaan. Semua itu adalah perbuatan yang baik.
Bagaimanapun juga, apa yang benar-benar penting adalah keteguhan dan kesabaran
yang ditunjukkan saat melakukan perbuatan tersebut. Sepanjang hidupnya, setiap
muslim yang telah menyucikan dirinya harus membantu siapa pun yang membutuhkan,
tanpa memperhatikan pendapat orang lain tentang dirinya. Usaha-usaha yang
dilakukan hanya untuk mendapatkan keridhaan Allah ini juga dilaksanakan untuk
membuktikan tingkat keikhlasan mereka. Bagaimanapun juga, jika orang tersebut
gagal membawa dirinya kepada ajaran moral yang disebutkan di atas dan untuk
bersikap dalam sikap pengabdian dan pengorbanan diri yang sama, kesucian yang
akan didapatnya saat melakukan perbuatan lain akan mudah hilang.Demikian pula, ada sebagian orang dalam masyarakat jahil yang mampu melakukan perbuatan baik, bahkan meski mereka tidak percaya kepada Allah. Akan tetapi, mereka melakukan perbuatan tersebut bukan karena rasa takut mereka kepada Allah atau dalam harapan mereka akan hari akhirat. Mereka bertujuan untuk mendapatkan balasan dan keuntungan dunia, besar maupun kecil. Sebagai contoh, mereka mungkin membantu korban gempa bumi hanya untuk membuang barang-barang mereka yang sudah tak terpakai. Begitu pula, rasa hormat yang ditunjukkan terhadap orang yang lebih tua mungkin hanya semata-mata karena pengaruh tradisi budaya. Demikian pula, ia mungkin saja memperlakukan karyawannya begitu ramah hanya untuk membuat mereka lebih giat bekerja dan menghasilkan pendapatan yang lebih. Ia mungkin memberikan bantuannya untuk menolong organisasi kemanusiaan untuk mendapatkan kehormatan dan harga diri dalam masyarakat. Untuk dapat memastikan bahwa perbuatan-perbuatan tersebut dilakukan karena rasa takutnya kepada Allah dan ajaran akhlaq mulia yang diperintahkan Allah, orang tersebut harus menggunakan upaya yang sama dalam setiap detik kehidupannya dan terus-menerus bersikap sesuai dengan prinsip Al-Qur`an. Pentingnya berpaling kepada Allah setiap pagi dan petang, terus-menerus setiap hari, ditekankan dalam ayat,
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang
yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharapkan keridhaan-Nya;
dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan
kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami
lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah
keadaannya itu melewati batas." (al-Kahfi [18]: 28)
Jika seseorang dengan tulus meyakini keberadaan Allah dan hari akhir, ia
tidak akan berbuat sebaliknya. Karena itu, ia tahu pasti bahwa ia bertanggung
jawab akan setiap detik kehidupannya di dunia dan ia layak mendapatkan kehidupan
yang abadi di surga-Nya hanya jika ia menjalani kehidupan dengan mengikuti
keridhaan Allah. Ia bersegera melakukan perbuatan baik untuk mendapatkan ridha
Allah dalam setiap perbuatan, perkataan, dan sikapnya. Dengan bertanya pada diri
sendiri, "Apa yang dapat saya lakukan?", "Bagaimana seharusnya saya bersikap
agar Allah ridha dan sayang?', "Sikap apa yang harus saya perbaiki agar tingkah
laku saya lebih baik?", dan ia berusaha dengan sungguh-sungguh. Demikian pula
disebutkan di dalam Al-Qur`an bahwa tingkah laku mereka yang berusaha,
sebagaimana mereka seharusnya berusaha, diberi ganjaran yang besar. Dinyatakan
dalam ayat,
"Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi),
maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang
Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya
dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan
akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin,
maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik."
(al-Israa` [17]: 18-19)
Mengabdi dan Terus Berusaha Menjadi Orang yang Benar
Allah menekankan dalam ayat-ayat Al-Qur`an bahwa akhlaq Ilahiyah harus
diaplikasikan ke dalam setiap bagian hidup seorang mukmin sejati. Seseorang
harus hidup sebagai orang mukmin, berbicara dan berpikir sebagai seorang muslim.
Sejak saat ia membuka matanya di pagi hari hingga saat ia tidur di malam hari.
Ia harus berusaha menuju kesucian, berniat untuk selalu berlaku ikhlas dan jujur
kepada Allah, dan selalu menggunakan kesadaran dan kemauannya dengan
sebaik-baiknya hingga akhir nanti.Sebagian orang berusaha untuk membatasi agama pada ritual-ritual tertentu. Mereka yakin bahwa kehidupan spiritual mereka harus dipisahkan dari kehidupan dunia. Entah bagaimana, mereka melihat ide tersebut logis dan masuk akal. Mereka mengingat Allah dan hari akhir hanya saat mereka melakukan shalat, puasa, bersedekah, atau ketika melakukan haji. Di lain waktu, mereka terbawa pada kerumitan urusan dunia. Mereka melupakan Allah dan balasan yang akan diterimanya di hari pembalasan. Mereka tidak peduli pada usaha untuk menggapai ridha Allah dan gagal berjuang hingga akhirnya. Mereka tidak menyadari bahwa mereka juga diharapkan untuk berpikir agamis pada saat berjalan, makan, bekerja di kantor, berolah raga, berbicara dengan orang lain, melakukan transaksi, menonton televisi, berbicara tentang politik, mendengarkan musik, dan sebagainya. Saat mereka mengira bahwa hal-hal tersebut hanyalah masalah duniawi, mereka cenderung percaya bahwa rencana-rencana mereka pun seharusnya bersifat keduniawian. Akan tetapi, seseorang dapat menyempurnakan akhlaq sesuai dengan Al-Qur`an dan mendapat keikhlasan saat berhubungan dengan hal-hal tersebut di atas. Ia dapat menunjukkan perhatian dalam tugas-tugasnya dan penuh perhatian saat berbicara dengan orang lain, makan, berolah raga, bersekolah, bekerja, tengah membersihkan sesuatu, menonton TV, atau mendengarkan musik. Ia harus berusaha mendapatkan berkah Allah saat melakukan semua aktivitas tersebut. Semua tingkah laku yang menjadikan Allah ridha dijelaskan secara rinci dalam banyak ayat Al-Qur`an. Banyak rincian tentang bagaimana berbuat adil dalam jual beli, tidak mengambil harta yang tidak halal, memberikan takaran dan timbangan yang tepat, dan sebagainya, telah dijelaskan di dalam Al-Qur`an. Ketika seseorang hidup dengan rasa takut kepada Allah dan melakukan perbuatan sesuai dengan ayat-ayat tersebut, ia melakukan jual beli untuk memenuhi keridhaan dan keikhlasan kepada Allah. Demikian pula, menahan diri dari perkataan kotor, tidak tinggal diam ketika orang lain menghina Al-Qur`an, dan berbicara dengan jujur dan bijaksana, semua itu adalah bagian dari akhlaq agung yang disebutkan di dalam Al-Qur`an. Karena itulah, seharusnya tidak ada seorang pun yang salah mengartikan bahwa agama hanyalah terdiri atas ritual-ritual agama dan bahwa keikhlasan hanya bisa didapatkan dengan melakukan ritual-ritual tersebut. Karena rumitnya kehidupan duniawi kita, manusia bertanggung jawab untuk terlibat dalam berbagai hal. Yang penting adalah bahwa seseorang harus selalu menempatkan Allah di dalam hatinya. Ia harus mencari keridhaan Allah di dalam setiap perbuatannya, tidak mengorbankan ajaran moral Al-Qur`an, serta menjaga kesuciannya.
Pandai Menguasai Diri, Ikhlas, dan Dapat Dipercaya
Seseorang yang secara konsisten berbuat ikhlas akan terlihat bersifat baik
dan bersungguh-sungguh. Mereka yang hanya ingin mendapatkan keridhaan Allah dan
tidak mencari balasan duniawi, tidak akan pernah menjadi orang yang palsu, penuh
tipu daya, tidak ikhlas, dan tidak wajar. Ia bersikap baik, demikian pula
perbuatan dan ucapannya. Hal ini karena ia tidak akan berusaha memengaruhi orang
lain atau terlalu ambisius. Ia akan cepat disukai dan membuat orang lain merasa
nyaman dengannya. Karena ia hanya ingin mendapatkan keridhaan Allah, ia
menyadari sepenuhnya bahwa sifat-sifat menipu yang dilakukan untuk mendapatkan
pengaruh pada orang lain akan merusak ketulusan hatinya. Ia akan merasa nyaman
dan damai karena mengetahui bahwa Allah adalah satu-satunya teman baik dan
satu-satunya pelindung.Seseorang yang dengan teguh menjaga kesucian dan ketulusannya, berharap agar Allah akan menerima setiap perbuatannya sebagai orang yang saleh dan membalasnya dengan imbalan yang berlimpah, baik di dunia maupun di akhirat. |
Minggu, 05 Februari 2012
SEPERTI APAKAH ORANG YANG BENAR ITU?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar